Kaligrafi bukanlah sesuatu yang asing lagi, apalagi teruntuk kaum muslim dan para seniman dibidang tersebut. Kaligrafi merupakan jenis karya seni rupa yang letak keindahannya terdapat pada kreativitas bentuk hurufnya. Huruf-huruf tersebut dimodifikasi sedemikian rupa hingga terciptalah bentuk-bentuk visual yang mengungkapkan keindahan nurani pencipta karya seni tersebut. Terdapat bermacam bentuk karya cipta dalam seni kaligrafi ini, seperti hiasan mushaf, kaligrafi kontemporer, kaligrafi andam, dan seni kaligrafi yang lainnya. Goresan garis, bidang, bentuk, warna maupun komposisinya memang tidak lepas dari prinsip-prinsip seni rupa pada umumnya. Hanya saja kaligrafi mengkhususkan pengungkapan makna seni lewat keindahan bentuk huruf. Hasil karya cipta tersebut menggugah para pengamat seni terutama apresiator kaligrafi untuk memberikan apresiasinya mengenai berbagai hal yang terkait pada bentuk dan makna kaligrafi yang menawarkan daya tarik estetika yang sangat tinggi.
Di Indonesia kita lebih mengenal dengan istilah kaligrafi, bukan dengan khat. Lalu apa perbedaan dalam kedua sebutan tersebut? Pada asalnya kaligrafi berasal dari huruf latin dalam penggunaannya, sedangkan khat atau tahsinul khat adalah penamaan seni menulis dengan indah menggunakan pena sebagai hiasan yang diungkapkan dari bahasa Arab. Maka dari itu kerap kita menemui seperti ajang perlombaan MTQ cabang MKQ (Musabaqoh Khathil Quran), pada dasarnya itu juga merupakan lomba kaligrafi. Kali ini saya mengambil salah satu karya guru tsuluts jaliy ternama asal Turki, yaitu Hamid Al-Hamidi. Karya beliau terkenal dengan tulisan Al-Qur'an dan Hadits, diantaranya 2 mushaf Al Qur'an yang paling monumental dengan tulisan Surat Al-Fatihahnya.
Karya diatas merupakan salah satu jenis khat aliran Farisi. Terdapat beberapa jenis aliran khat kaligrafi Arab seperti Khat Kufi, Khat Naskhi, Khat Tsuluts, Khat Farisi, Khat Riqah, Khat Diwani, dan Khat Rayhani". Dalam karyanya terdapat hiasan kontemporer berwana kuning keemasan yang diisi oleh tulisan berupa syair Rubaiyyat Abu Said Abul Khair yang berbunyi :
Terlihat dalam kaligrafi tersebut meggunakan khat Farisi yang mungkin pada umumnya orang melihat seperti jenis khat yang tidak beraturan bentuk dan tanda bacanya. Karenanya, khat ini pada sebelumnya dinamakan dengan khat ta'liq, yang apabila diartikan adalah 'menggantung'. Maka dari itu keindahan dari khat ini terletak dari kelenturan hurufnya ketika di tarik kebawah seakan-akan menggantung.
Memang dalam segi kaidah penulisan, khat Farisi lebih dominan sepi akan syakal atau tanda baca. Terdapat beberapa ciri yang menggambarkan khat ini dalam kaligrafi karya Hamid Al-Amidi tersebut, diantaranya adalah:
- Setiap hurufnya memiliki ukuran tebal tipis yang sangat kontras. Goresan (lekukan) awal huruf biasanya kecil, kemudian akan berubah menjadi sangat besar di huruf berikutnya. Begitupun sebaliknya.
- Lengkungan hurufnya menarik, kurangnya penggunaan garis vertikal dan condongnya bentuk huruf ke kanan serta memanjang.
- Bentuk khat ini tidak memiliki syakal atau harokat huruf. Hal ini dikarenakan keindahan khat Farisi terletak pada sepinya imbuhan tanda atau unsur huruf (menggantung). Hanya saja biasanya para seniman memberikan hiasan tambahan sebagai penambah keindahan. Seperti yang dilihat dalam kaligrafi di atas terdapat hiasan kontemporer berwarna kuning keemasan disertai lapisan daun-daunan yang dibatasi oleh bingkai di tengahnya.
sumber bacaan :
blogspot.com/mengapresiasi-kaligrafi
blogspot.com/biografi-hamid-al-amidi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H