Tulisan ini ditulis oleh penulis sebagai artikel ke-3.000 di Kompasiana. Menurut penulis, 3.000 artikel itu jumlah yang tidak sedikit. Pertanyaan penulis sebagai refleksi diri adalah, apa yang akan dilakukan setelah berhasil menulis 3.000 artikel?
Seandainya pertanyaan ini diberikan pada pembaca dan rekan-rekan Kompasianer, kira-kira apa jawaban rekan-rekan sekalian? Rekan-rekan bisa berkomentar ya di kolom komentar artikel ini sebagai respon atas pertanyaan penulis tersebut.
Sebelum saya menuliskan jawaban pertanyaan di atas menurut versi saya, akan ada sebuah cerita refleksi seputar kisah menulis 3.000 artikel yang sudah saya jalani. Semangat membaca kisah ini ya.
Berawal dari kegemaran saya menulis puisi dan mempublikasikannya di media sosial pribadi, saya mulai menulis puisi pula di Kompasiana pada tanggal 1 Desember 2018. Satu bulan pertama di Kompasiana, saya menuliskan 100 puisi pertama.
Sambutan rekan-rekan Kompasianer sangat baik dalam hal ini. Mereka sopan dan ramah dalam berkomentar. Memberi semangat saya untuk lanjut menulis puisi di Kompasiana. Hal ini pasti sangat berarti bagi penulis pemula seperti saya. Memberi semangat dan menambah keinginan saya dalam menulis puisi.
Seiring dengan pertambahan hari saya di Kompasiana, pada tahun 2019, saya mulai menulis kategori lain, kebanyakan saya pilih di kategori humaniora, lingkungan, pendidikan, dan lain sebagainya. Saya juga mencoba menuliskan beberapa cerpen dan cerbung di Kompasiana.
Rekan-rekan Kompasianer juga melihat dan menemukan saya hanya manusia biasa yang terkadang emosional, terbawa emosi hati untuk berhenti menulis di Kompasiana, namun itu tidak selamanya. Saya berhasil berdamai dengan diri sendiri dan kemudian melanjutkan terus menulis di Kompasiana. Selain saya, apakah rekan-rekan pernah mengalaminya?
Seandainya saya terus mengikuti kemauan dan ego diri yang sesaat tersebut, tentunya saya tidak berhasil mencapai 3.000 artikel bukan? Rugi sendiri karena saya juga jadi menyepikan kegemaran saya dalam menulis di Kompasiana.
Menulis memang bukan masalah perhitungan untung dan rugi semata, namun memberi kesempatan pada saya bisa berliterasi dan membangun bangsa dalam versi saya. Selain itu, menulis juga membangun relasi jaringan/networking dengan banyak penulis lain dari berbagai kategori. Menulis menolong saya untuk memperluas jaringan pertemanan saya tentu saja ini hal yang positif bukan?