Anggi diam sesaat dari kegiatan melukis dan mewarnai sayap kupu-kupu yang indah. Pertanyaaan terakhir dari Sita membuatnya terdiam.Â
Merenungkan jawaban yang tepat tanpa melukai sahabat karibnya. Meski tak bercerita secara langsung, Anggi bisa merasakan kalau sahabatnya ini sedang jatuh cinta diam-diam.
"Sita, kalau rindu sangat pada seseorang, ini bisa dituangkan dalam banyak hal. Misal pemuisi, dia bisa tulis puisi rindu. Pelukis, bisa melukiskan kerinduannya. Pendongeng bisa mendongeng. Penyanyi bisa dengan menyanyi, pemusik bisa dengan memainkan alat musiknya." Â
Ah kenapa aku jadi ikutan rindu dengerin dia main biola deh, batin Anggi akhirnya. Rindu memang sulit ditepis.
"Yang penting disalurkan dengan melakukan hal positif. Kalau kamu sukanya olahraga kan? Main bulu tangkis. Bisa juga disalurkan rindumu ke sana. Apa kamu mau main bulu tangkis sama aku sekarang?"
Anggi berusaha "memancing" Sita agar mau bercerita. Rindu itu akan sedikit terobati jika kita mau bercerita atau ya curhat sama orang terdekat.
"Sekarang? Kamu kan lagi asyik melukis itu. Kalau ditinggalin melukisnnya, yang ada ntar aku dikejar-kejar kupu-kupumu itu," Sita menimpali dengan sedikit malas meski ingin juga. Ada benarnya yang dikatakan Anggi.
Anggi merasa menang, benar kan Sita lagi jatuh cinta tapi ga mau cerita. Kenapa ya. Pikir Anggi.
"Bagus dong kalau kupu-kupu ini ngejar kamu. Dari pada kamu kejar kupu-kupu dan ditinggalin terbang menjauh. Atau kalian main kejar-kejaran ya," kata Anggi lagi sambil menahan tawa.
Sita mukanya makin ditekuk-tekuk ga jelas karena marah dan kesal diajak bercanda oleh sohibnya. Mungkin karena hatinya memang sedang sangat rindu.