Mohon tunggu...
Ari Budiyanti
Ari Budiyanti Mohon Tunggu... Lehrerin

Sudah menulis 3.000 artikel berbagai kategori (Fiksiana yang terbanyak) hingga 20-12-2024 dengan 2.392 highlights, 17 headlines, 112.449 poin, 1.133 followers, dan 1.315 following. Menulis di Kompasiana sejak 1 Desember 2018. Nomine Best in Fiction 2023. Masuk Kategori Kompasianer Teraktif di Kaleidoskop Kompasiana selama 4 periode: 2019, 2020, 2021, dan 2022. Salah satu tulisan masuk kategori Artikel Pilihan Terfavorit 2023. Salam literasi 💖 Just love writing 💖

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Mendekap Lelap

5 November 2023   20:25 Diperbarui: 5 November 2023   20:31 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari FB page The Millbay

Sudah hampir malam saat aku menatap rumah ith di kejauahan. Gelap memang dan sempat membuatku merinding. Ada takut, tapi bukankah tak ada pilihan?

Sejenak aku terdiam. Tak ingin melanjutkan perjalanan. Kupandang sekeliling. Hanya hutan dan pepohonan. Bagaimana mungkin tak menghampiri rumah itu?

Satu-satunya tempat berteduh. Satu-satunya harapan melepas lelah. Bagaimana jika ada sesuatu di sana yang menyeramkan. Tapi apa hutan dan pohon kalamalam tam lebih menyeramkan? 

Batinku bergejolak. Dalam tanya yang tak ada jawaban selain dari hati. Dan aku melangkah, berjalan menuju rumah tua itu.

Perlahan kuketuk pintu. Berharap ada jawaban manis. Namun tak ada suara. Seolah aku sedang sendirian saja. 

Mengapa perjalananku terasa dalam sunyi?Menembus lorong waktu untuk sembunyi. Ah sepi. Tak ada jawaban. Sungguh bahkan tak ada kicau burung liar di pepohonan seperti tadi. 

Kubuka pintu yang berkeriut. Penanda sudah lama kayu penahannya. Berderit gesekan dengan lantai tanah dan aku terkesima. 

Baca juga: Gelap

Sebuah ruang kosong yang bersih pun rapi. Lengkap dengan tempat beristirahat meski ranjang telah tua. Tanpa ada pelapis di atasnya. Hanya helaian papan tipis menyelimuti. 

Baca juga: Jejak Lelah

Aku duduk dan melepas lelah di situ. Hingga tak sadar sudah terlelap oleh lelah dan kantuk yang tak tertahan. Aku mendekap lelap hingga pagi menjelang. 

Mentari bersinar menyelusup cahaya melalui sela-sela jendela. Aku sadar waktunya beranjak pergi. Rumah tempat beristirahat itu kutinggalkan lagi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun