Malam telah usai. Langit kembali berteman mentari. Pagi telah datang. Ada asa yang bergelimang. Sebenarnya begitu, apakah kau tahu?Â
Lalu aku bertanya pada awan di langit yang mulai terkadang mendung. Hujan berkawan dengan awan. Mengapa?Â
Apakah karena sudah waktunya tiba, kau datang dengan segala pesona? Mengapa juga mempertanyakannya bila sudah ada pengaturnya.Â
Memahami dan menerima betapa terkadang gejolak yang membara itu tak perlu ada. Seperti waktunya tak ada cahaya, maka itulah yang terjadi.
Gelap, pekat, hitam, kelam, kala malam. Tak ada pelita bersinar. Lenyap dalam senyap. Tak ada secercahpun cahaya. Namun hidup tetap terasa lengkap.
Mengapa ragu, mengapa berdesir rasa, mengapa gulana? Itu tak perlu lama jika ada kesadaran betapa semuanya tak berguna. Hanya menambah sejengkal kekuatiran di jiwa. Menyebalkan saja.
Tetap melangkah, pergi menjauh dari gelap yang pekat itu. Meski terkadang terantuk batu karna nir nur. Jangan berhenti seolah gelap dunia sekitar membuat segala pudar.Â
Semua ada masanya bahkan yang dengan rela ditinggalkan terkadang tak perlu dirindukan. Hanya menjadi sebuah memori manis di sudut jiwa. Tak perlu terjadi kedua kalinya.Â
Tak perlu gelap dunia hanya karena sebuah petaka menimpa. Sudah ada Pemelihara semesta, berjalanlah tak pernah jauh dari-Nya.
.....