Aku pernah terbuai rasa oleh banyak kata indah di antara kita. Manis, sopan, ada canda tawa meski kadang bagiku tak jelas tapi memberi bahagia. Aneh bukan. Begitulah yang mungkin oramg bilang terpesona  ataukah cinta?
Entah, bukankah manusia berubah. Terkadang diam pun menjadi bahasa dan terasa sangat asing namun nyata. Ada kalanya diam adalah sebuah bahasa lain dari aku tak peduli lagi. Begitukah?
Sesungguhnya mereka yang mengerti bagaimana merangkai kata dalam nada-nada bisa dengan mudah menguntai rasa menjadi lagu. Musik menjadi berbahasa dalam rasa. Apakah kau bisa?
Aku tidak. Namun pesona rasa yang menguasai jiwa terkadang terwakilkan oleh alunan nada yang dibuat mereka. Mereka yang memahami bagaimana nada-nada saling bertautan dalam dada. Terukir dalam kata.
Namun bagiku tetap saja diam itu menyakitkan dilakukan atau diterima. Terkadang begitu. Nada-nada yang mengalun menjadi sendu saja. Bagaimana itu? Aku tak tahu.
Yang kutahu bahwa rasa di antara kita telah berakhir dan hilang perlahan. Jarak yang kau rentangkan lebih jauh dari keberadaan kita sesungguhnya. Dan akupun diam sambil menikmati rintik hujan yang menderas di hatiku hingga turun ke pelupuk mata.
Namun doa tak pernah terhentikan. Selalu dan selalu mengalun indah dari sanubari untukmu yang telah sengaja pergi dariku. Kau, di sana, baik-baiklah supaya aku lega meski terpisah jauh dalam jarak dan rasa padamu.
...
Written by Ari Budiyanti