Setelah mengucapkan salam pamitan, dia bergegas pulang karena sudah dijemput di depan sekolah. Dalam hati ada senyum yang terkembang melihat kebahagiaan seorang anak menemukan botol minumnya.Â
Ini sepertinya hal yang sederhana buat saya. Hanya sebuah botol minum. Tidak bagi anak tersebut. Botol minum itu seperti hartanya. Dia harus bisa menjaganya. Jika tidak, bisa kena marah sama omanya karena tidak bisa menjaga barang miliknya.Â
Saya yakin, kesediaan saya dan temannya membantu dia mencari botol minum adalah kebaikan hati yang akan terkenang baginya. Tindakam kebaikan sesederhana apapun, itu sedang membuktikan bahwa kita peduli pada mereka yang menerima kebaikan. Mereka tidak sendirian dalam kebingungan.
Namun demikian, kita juga harua tetap hati-hati.
Dalam.kisah lainnya, relasi dengan sesama orang dewasa, bukan dengan kepolosan anak kecil, saya pernah merasakan dimanfaatkan karena telah berbuat baik pada orang tersebut.Â
Saya lambat menyadarinya karena hati saya yang mudah tersentuh melihat kondisi orang lain yang kekurangan dan membutuhkan pertolongan.Â
Syukur kepada Tuhan, saya pada akhirnya juga menyadarinya. Ada hal-hal yang bukan tanggung jawab saya untuk diselesaikan. Saya pun mengakhirinya. Tidak lagi menjadi seperti atm/sumber uang buat kekurangan orang tersebut.
Saya lelah bekerja tapi yang menggunakan uang saya malah orang lain. Ini berlangsung cukup lama, hampur 1 tahun. Banyak yang sudah mengingatkan saya. Akhirnya mata hati saya terbuka.Â
Ada beban yang harus ditanggung masing-masing. Jangan mengambil beban yang bukan tanggung jawab kita untuk menyelesaikannya.Â
Kebaikan hati kita memang akan selalu mereka ingat, namun jangan sekiranya sampai ada orang lain yang memanfaatkannya.Â
Kisah tentang botol minum di awal artikel ini mengingatkan saya pada pembelajaran-pembelajaran hidup. Saya harus lebih peka membedakan mana yang memang perlu ditolong dan mana yang tidak.Â