Saya ingin bercerita tentang kekaguman saya pada seorang penulis yang tidak bisa saya sebutkan namanya. Mohon maaf, saya punya alasan mengapa tidak menyebutkan nama beliau
Namun, menurut saya karya fiksi yang ditulisnya mempunyai kekuatan untuk menarik pembaca khususnya saya. Sungguh saya tidak bermaksud merahasiakan nama tapi secara pribadi saya memang tidak terhubung dengan beliau.
Saya hanya membaca saja rangkaian karyanya yang luar biasa. Bukan saja isi dari karya fiksinya namun juga kemampuan beliau menahan emosi yang terlihat daŕi terus menulis dalam bentang like and dislike penggemarnya maupun hater-nya.
Kenapa saya bilang hater? Karena komentar-komentar yang diberikan pada karya fiksinya sungguh komentar pedas yang bisa menjatuhkan minat menulis si penulis.Â
Kalau penulis yang saya kagumi tidak mempunyai mentalitas baja, tentu sudah berakhir karyanya sejak lama. Namun beliau beda, terus saja menulis dan menulis lagi.
Saya mengakui, menjaga konsistensi menulis itu tak mudah. Bukan masalah inspirasi dan ide saja namun juga kondisi luar di lingkungan penulis itu berpengaruh.
Buktinya saya sendiri. Tentang inspirasi menulis, pasti rekan-rekan pembaca juga tahu bahwa saya bersyukur karena tak pernah sampai kehabisan ide inspirasi menulis. Namun emosi saya masih naik turun. Mentalitas saya belum setangguh penulis yang saya kagumi di atas.Â
Saya gampang mundur untuk sekian waktu dan mengembangkan amarah dan kesal dalam jeda waktu tertentu di sini. Bahkan ketika saya membaca beberapa artikel di Kompasiana meski tak sebut nama saya namun ke-baper-an saya mengatakan itu pasti tertuju pada saya. Ge er ya saya hehe.Â
Teman saya sering mengingatkan, "Itu bukan tentang kamu koq. Kamu aja yang baper."
Tahu ga sih, kalau orang baper dibilang baper, dia itu jadi baper. Hehe. Ah sudahlah, lupakan curhat saya tentang baper. Saya lanjut ya menulis tentang penulis fiksi yang saya kagumi itu.