Setiap pagi saya tak hanya menyapa murid-murid dengan bahagia dan penuh kasih. Ada keyakinan dalam diri saya kalau mereka adalah anak-anak yang menjadi buah hati orang tuanya, kesayangan ayah dan ibunya, harapan keluarga, ada pula tersimpan tugas sebagai penerus bangsa.Â
Itulah cara saya memandang tiap siswa yang belajar bersama saya di kelas.Â
Pandemi memang sempat memberi banyak sekali batasan dalam relasi antara guru dan murid secara tatap muka. Meski demikian di sekolah tempat saya mengajar, guru dan siswa masih bisa bersua melalui perjumpaan daring.Â
Dengan cara mengajar online ini anak-anak masih bisa melihat senyuman saya saat menyapa mereka dengan bahagia. Iya karena saya mengajar dari rumah, saya tidak perlu menggunakan masker. Anak-anak juga belajar dari rumah masing-masing. Kami belajar menggunakan aplikasi zoom.
Saya bahkan masih ingat saat ada seorang ibu, wali murid mengatakan pada saya, keceriaan saya dalam mengajar ternyata dirindukan oleh murid kecil saya, ya anaknya. Saya bersyukur karena boleh tahu fakta ini.Â
Kita tidak pernah sadari kebahagiaan dan kebaikan yang bisa kita tebarkan melalui senyuman dan sapaan tulus pada orang lain. Begitu juga pada murid-murid saya.Â
Sekarang setelah sekolah membuka lagi kesempatan belajar tatap muka, tentu saja dengan menerapkan prokes yang ketat, maka senyuman dan sapaan pada anak-anak di kelas juga akan berdampak positif pada mereka.
Tularkan keceriaan dan kebahgiaan kita kepada murid-murid kita dengan cara sederhana. Senyum dan sapa. Apakah bisa?Â
Energi positif akan kita tebarkan di sekolah pada mereka. Kebaikan yang nampak sederhana tapi memiliki makna yang luar biasa bagi hati yang menerimanya.Â
Jika bisa tersenyum hari ini, tersenyumlah dan jangan menahannya dalam hati saja. Jika bisa menyapa dengan ramah hari ini, maka sapalah, jangan menundanya esok hari atau lusa. Kesempatan tak selalu datang untuk kedua kalinya.Â
Berbuat baiklah selagi bisa dan nafas masih mengiringi langkah.Â