Mohon tunggu...
Ari Budiyanti
Ari Budiyanti Mohon Tunggu... Guru - Lehrerin

Sudah menulis 3.000 artikel berbagai kategori (Fiksiana yang terbanyak) hingga 20-12-2024 dengan 2.392 highlights, 17 headlines, 112.449 poin, 1.133 followers, dan 1.315 following. Menulis di Kompasiana sejak 1 Desember 2018. Nomine Best in Fiction 2023. Masuk Kategori Kompasianer Teraktif di Kaleidoskop Kompasiana selama 4 periode: 2019, 2020, 2021, dan 2022. Salah satu tulisan masuk kategori Artikel Pilihan Terfavorit 2023. Salam literasi 💖 Just love writing 💖

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pilih Sekolah dan Kampus Itu Harus Bagaimana? (Sebuah Tanya dalam Kenangan)

11 Januari 2021   16:50 Diperbarui: 11 Januari 2021   16:55 1046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Alifian Sukma/ UNAIR NEWS

Pendidikan adalah hal yang sangat penting dalam keluarga kami. Bapak dan Ibu menyadari betapa anak-anaknya harus mendapat pendidikan yang layak. Karena itu pilih sekolah atau pilih kampus menjadi perhatian khusus dalam keluarga kami.

Tidak hanya mengikuti wajib belajar 9 tahun saja, namun diharapkan bisa sampai jenjang berikutnya. Itulah tekad kedua orang tua kami. Ini kisah saya di masa lalu.

Sebagai anak perempuan yang baru lulus SMP, ada sedikit ragu dan cemas dari keluarga untuk bersekolah di luar kampung halaman. Saat itu memang secara prestasi akademik, saya masuk 3 besar di SMPN 1 Sidareja. 

Ibu melihat ada kesempatan buat saya melanjutkan ke SMA yang terkenal kualitasnya sampai ke desa kami. Iya, SMAN 1 di kota Purwokerto. Sekolah yang menjadi incaran anak-anak di kampung kami.

Antara senang mendapat kesempatan belajar di sekolah favorit dan juga cemas jika tidak diterima. Perasaan itu masih terkenang hingga saat ini. Meski pada akhirnya saya diterima dan berada di urutan bawah secara nilai, setidaknya bisa masuk sekolah idaman itu. 

Kumpulan anak-anak berprestasi ada di sana dari segala penjuru kota dan desa tersekat dengan Purwokerto. Perjuangan saya tidak mudah berada di antara anak-anak pintar itu. 

Apalagi dengan keterbatasan dana yang ada, saya tidak bisa mengikuti kelas tambahan di luar sekolah seperti les dan sebagainya. Bapak dan Ibu berjuang keras untuk membiayai sekolah saya di Purwokerto. 

Pendidikan saya menjadi hal yang utama untuk dipenuhi, caranya dengan mengijinkan saya bersekolah di sekolah yang terbukti bermutu tinggi di masa itu. Pilihan sekolah saya pada waktu itu berdasarkam kualitas sekolah

SMAN 1 Purwokerto. Dokpri sahabat penulis artikel
SMAN 1 Purwokerto. Dokpri sahabat penulis artikel
Pendidikan yang diberikan di SMAN 1 Purwokerto juga terkenal dalam kedisiplinan tinggi. Fasilitas yang dimiliki juga bagus, mulai dari ruang praktikum dan laboratorium Bahasa. Saya tidak akan pernah lupa betapa terkagum-kagumnya saya pada waktu itu.

Lulus dari SMA, saya dilanda kebimbangan. Akan melanjutkan ke perguruan tinggi apa? Lalu ambil jurusan apa? Ada banyak tanya di masa itu.

Bapak dan Ibu memberi kebebasan dengan 1 syarat utama harus di Universitas Negri. Pada masa itu, Universitas Negri mendapat banyak subsidi dana pendidikan dari pemerintah sehingga biaya per semester masih terjangkau oleh keluarga kami. 

Saya masih ingat, demi sebuah keingainan besar untuk lanjut kuliah, saya pun mencoba mendaftar program D3 di kampus ternama di Yogyakarta. Iya di UGM.  Pikir saya yang penting diterima dulu di Universitas Negri. Karena itu yang saya daftar pasti juga Universitas Negri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun