Beberapa hari lalu saya sedang bersama keponakan yang masih kelas 1 SD. Saya mengatakan 1 kata karena teringat sebuah kenangan. "Desember". Keponakan saya menimpali begini "Hujan setiap hari". Saya spontan terperanjat dengan komentarnya. "Hujan masih berlanjut di Januari."
Kalimat saya selanjutnya diiringi tawa kami berdua. Lalu dia bercerita teringat tahun lalu rumahnya di Bekasi sempat kebanjiran sampai masuk halaman. Lalu kami lanjut berkisah tentang banjir di rumah mbah (nenek) di Cilacap. Hujan memang selalu akhirnya berkaitan dengan banjir dalam ingatan kami.
Saya jiga pernah mengalami kenangan teramat buruk di masa kecil saya dengan hujan. Saya masih kelas 1 SD dan terjebak di sekolah. Waktu itu saya berencana ikut kegiatan Pramuka di sekolah. Namun karena mendung tebal kegiatan ditiadakan dan memang mungkin tidak banyak siswa yang datang. Saya tidak terlalu ingat.
Yang tertanam kuat di ingatan saya adalah ketika saya terkepung hujan dan menangis tidak bisa pulang. Salah satu sahabat kakak saya yang sekarang telah menjadi tentara, menolong saya. Dia mengantar saya pulang dengan berlindung di sebuah payung. Sepanjang jalan saya menangis ketakutan dan kedinginan. Hujan pernah memberi kenangan pahit di masa kecil saya.
Tak hanya itu. Hujan juga sering memberi banyak keributan di rumah masa kecil saya. Ada banyak area di rumah yang bocor dan akan membuat kami kalang kabut. Ada ember, baskom, gayung, rantang dan lain-lain untuk menadah tetesan air hujan yang masuk rumah kami. Sunghuh suasana hujan sangat tidak nyaman di masa kecil saya.
Hujan yang lainnya sering datang disertai angin kencang. Waktu saya SMA, atap kamar kos saya pernah tersingkap karena angin kencang kala hujan, karena ada bagian yang ditutup dengan lembaran seng. Langsung tempat tidur saya basah kuyup. Rasanya selalu saja ada kenangan buruk tentang hujan dalam kehidupan.
Curah hujan yang tinggi disertai tanggul (bendungan air) jebol merendam 24 desa di kabupaten Cilcap dengan air banjir sampai 2 kali dalam kurun waktu kurang dari 30 hari. Ini sangat menyedihkan. Banyak orang yang mengungsi di  pinggiran rel kereta api. Banyak barang yang terpaksa dibuang dan hilang hanyut terbawa air banjir yang mengalir deras.Â
Semua kenangan buruk berkaitan dengan hujan bisa saja membekas sebagai luka dan kepahitan dalam hati. Ini adalah hal yang harus diobati. Jangan sampai karena berbagai peristiwa traumatik membuat kita menjadi membenci hujan. Ketakutan tak beralasan saat hadirnya hujan.Â
Jika dibiarkan akan membuat kita bisa mengalami kelelahan emosi. Jadi belajarlah melepaskan kemangan pahit. Just let it go. Hanya biarkanlah berlalu. Mari berdamailah dengan kenangan pahit. Terimalah dengan ikhlas. Itu adalah sebagian dari perjalanan sejarah hidup kita.Â
Terlebih lagi saat ini kita masih dalam kondisi di tengah pandemi Covid-19. Jangan sampai musim hujan ini menambah kecemasan kita. Pandemi saja sudah berat dan sulit dijalani, janganlah ditambah lagi dengan kelelahan emosi karena trauma hadirnya hujan yang dianggap sebagai salah satu pemicu banjir.
Ini bebrapa cara saya menanggulangi kelelahan emosi akibat banjir di kampung halaman kami: