Menulis puisi adalah kegemaran saya sejak saya sekolah di tingkat menengah pertama. setidaknya itu yang saya ingat. Saya hanya menyimpan puisi-puisi saya untuk diri sendiri saja. Saya menuliskannya dalam buku harian. Ada banyak buku harian koleksi saya untuk menulis puisi dan catatan doa.Â
Satu kali, saya mendapat kabar, rumah sedang dibereskan dan buku-buku harian saya termasuk yang masuk kardus penyimpanan untuk mungkin dibuang (diloakkan).Â
Bisa dibayangkan kesedihan hati saya ya. Itu seperti harta saya, hasil karya saya. Saya pun meminta bantuan adik saya untuk menolong mengamankan buku harian saya.Â
Memang tidak semuanya berupa buku bagus. Ada yang berupa buku tulis biasa, jadi mungkin dikira catatan lama yang tidak terpakai. Syukur kepada Tuhan, adik saya mau menolong mengamankan kumpulan buku catatan saya itu. Buku catatan yang juga buku harian buat saya. Koleksi puisi dan beberapa catatan rangkuman buku  ada di situ.Â
Seiring perjalanan waktu. Saya mulai percaya diri untuk menuliskan puisi saya di media sosial. Awalnya di facebook saya, lalu blog pribadi dan aneka media sosial lainnya.Â
Pengalaman yang sangat menarik adalah ketika seorang teman memberi saya semangat untuk mencoba menuliskan puisi saya di Kompasiana. Ini dia puisi pertama saya di Kompasiana, Anda bisa melihat foto di bawah ini.
Puisi Ketika Alam Marah, saya buat dengan sepenuh hati dan berisi renungan batin. Kita manusia yang sejak awal mendapat mandat dari Tuhan untuk menjaga, mengelola dan merawat alam oleh Pencipta kita, namun kenyataannya banyak yang mengekploitasi berlebihan dan merusak alam.
Lanjut pada kisah saya. Kompasiana memberi saya ruang yang terbuka untuk karya-karya puisi saya. Saya mendapatkan sambutan hangat dari para kompasianer. Saya tidak akan lupa, sambutan pertama adalah dari Bapak Suko Waspodo, salah satu kompasianer yang sudah konsisten berpuisi di Kompasiana.Â
Selain Bapak Suko Waspodo, saya juga ingat, Bapak Ropingi selalu setia mengunjungi puisi-puisi saya dan memberi komentar-komentarnya yang menyemangati. Sambutan dari sesama penulis puisi di Kompasiana merupakan satu dorongan kuat untuk saya lebih berani berpuisi di sini. Saya bisa merasakan manfaat komunitas ini, yang dibangun oleh Kompasiana sendiri.Â
Satu bulan pertama saya bergabung di Kompasiana, saya mencapai 100 puisi. Berikut ini foto puisi keseratus saya di Kompasiana, pada bulan yang sama, Desember 2018.