Berawal dari pembicaraan dengan seorang teman kemarin malam lewat percakapan WA, ide artikel ini muncul. Saat itu teman saya mengisahkan mengenai kemampuan anaknya dalam menceritakan ulang isi buku dengan percakapan. Â Namun ada kesulitan dalam menuangkannya ke bentuk catatan atau tulisan.
Teman saya juga berharap saya bisa meluangkan waktu untuk mengajar anak-anak melalui zoom dengan tema menulis. Saya pun langsung membagikan artikel lainnya tentang tips menulis untuk anak-anak. Artikelnya berjudul 6 Tips Sederhana agar Anak-Anak Bisa Menuliskan Kisah Mereka Sendiri.
Saya selalu senang mendengar tentang orang tua yang punya minat mengembangkan kemampuan menulis anak-anaknya. Â Saya dengan senang hati memberikan tips-tips sederhana yang pernah saya praktekkan bersama murid-murid saya di kelas. Setidaknya itu cara saya berkiprah di dunia literasi.
Salah satu cara yang saya terapkan pada diri saya pribadi, sewaktu usia saya jauh lebih muda dari sekarang, adalah dengan merangkum buku yang saya baca. Merangkum buku sempat saya lakukan secara gencar di masa-masa kuliah saya. Ada lebih dari 10 tahun lalu. Â
Awalnya sangat sederhana, selama kuliah saya tidak ada uang tambahan untuk membeli buku-buku bacaan kesukaan saya. Untuk makan dan tinggal saja ada keterbatasan dana dari orang tua, saya cukup tahu diri tidak akan minta uang untuk membeli buku kesukaan saya.
Karena kondisi tersebut saya memuaskan hasrat baca saya dengan meminjam buku di perpustakaan dan juga koleksi teman-teman.
Satu-satunya hal yang sempat terpikirkan di masa itu adalah, "I can't buy this book, I have to write the book's content in a note book."Â Jadi karena saya tahu itu buku bagus dan berguna, satu-satunya cara adalah dengan merangkum isi buku tersebut.
Saya berpikir, bisa jadi di kemudian hari saya tidak bisa mendapati buku-buku bagus itu dalam genggaman tangan. Sebisa saya, saya mulai menuliskan poin-poin penting dalam buku yang saya baca. Lalu ketika ada kesempatan lainnya, saya mengetik rangkuman buku yang saya tulis.
Tahukah Anda, ternyata arsip rangkuman buku tersebut pada akhirnya bisa saya bagikan ke banyak teman yang juga membutuhkan, bahkan  sampai hari ini. Saya sama sekali tidak memikirkan hal ini sebelumnya, pada waktu merangkum isi buku, ya hanya merangkum saja karena sebuah kebutuhan akan ilmu.
Beberapa buku yang saya rangkum pada akhirnya bisa saya beli juga. Setelah akhirnya saya lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan sehingga punya penghasilan sendiri.
Saya selalu menyisihkan uang gajian untuk membeli buku. Buku-buku tersebut sebagain besar adalah buku-buku yang sudah pernah saya baca semasa kuliah.
Kembali pada kisah merangkum buku sebagai cara saya mengembangkan kemampuan menulis. Dengan merangkum isi buku, saya berusaha menemukan inti sari dari buku yang saya baca. Setiap bab, bagian dari buku saya baca dengan seksama. Kemudian saya cari bagian yang penting atau pikiran utama dari bagian yang saya baca. Setidaknya menurut penilaian saya pribadi.
Bagian-bagian penting dalam buku ada bermacam-macam. Bisa berupa sebuah ide, sebuah tips atau cara sederhana, petunjuk, bahkan quote menarik. Iya bisa apa saja. Kemudian saya tulis dalam buku catatan. Jadi saya punya banyak buku catatan berupa rangkuman buku.
Cara ini cukup menolong saya untuk sekalian mempelajari banyak hal. Beberapa di antaranya adalah kosakata baru, cara menulis, cara menyampaikan tulisan atau gaya bahasa, dan cara menyusun kalimat yang tepat. Semua itu dapat dipelajari saat saya membaca buku dan merangkumnya, menulis ulang dengan kalimat saya sendiri.
Pada kesempatan yang lain, saya mengambil buku-buku rangkuman saya dan mulai mengetiknya. Ini cara saya menghabiskan waktu luang pada masa lalu. Sampai sekarang masih juga kadang-kadang saya lakukan.Â
Saya juga suka sekali mengikuti acara seminar yang sesuai bidang minat saya. Misalnya seminar pendidikan, seminar penulisan dan lain-lain. Kesempatan ini juga saya gunakan untuk menulis pemikiran pembicara, materi yang disampaikan akan saya tulis cepat.
Jika ada kesempatan, saya akan ketik juga hasil catatan seminar yang saya buat dalam buku. Ternyata tanpa saya sadari, semua kagiatan tersebut adalah latihan saya untuk menulis.Â
Oya, saya juga punya kebiasaan menulis isi khotbah minggu dari bapak pendeta di gereja.
Pernah pada satu masa kehidupan saya, mempunyai kecepatan menulis di buku catatan mengikuti kecepatan pembicara seminar menyampaikan materi.
Jadi tambahan-tambahan materi yang mungkin tidak tertulis di makalah seminar, dengan cepat saya tulis di buku catatan.
Saya mendengarkan sekaligus menulis. Saya rasa saya saat itu sedang merangkum pemikiran seseorang dan menuangkan dalam karya tulisan. Semua perjalanan menulis ini ternyata berguna sampai sekarang. Saya tidak terlalu mengalami kesulitan dalam menulis artikel narasi di Kompasiana.
Memang gaya tulisan saya sebagian besar seperti mendongeng. Tapi itulah style yang paling bisa saya nikmati dan nyaman. Tanpa rasa nyaman, saya akan mengalami kesulitan menuangkan ide ke dalam tulisan. Syukurlah sampai saat ini saya masih terus merasa nyaman untuk menulis di Kompasiana.
Semoga catatan sederhana saya ini bisa bermanfaat bagi para pembaca. Sebagai penutup kisah, saya teringat komentar seorang teman kuliah. "Ari, aku ingat loh sampai sekarang tempat kosmu dulu di Surabaya." Kaget juga mendengar kalimat ini. "Oya, koq bisa?" kata saya terheran-heran.
"Lah iya, kan aku sering ke kosmu pinjam buku catatan kuliah." Kami tertawa bersama mengenang masa lalu. Saya juga suka sekali menuliskan materi yang disampaikan oleh dosen dalam buku catatan.
Dan memang biasanya buku catatan saya menjadi langganan beberapa teman untuk dipinjam, entah disalin ulang atau difotokopi, saya tidak pernah terlalu pikirkan.
Ternyata semua itu menjadi bagian dalam perjalanan saya di dunia tulis menulis. Itu kisah saya. Mari terus berbagi kebaikan lewat tulisan dalam ketulusan.
Salam literasi.
....
Written by Ari Budiyanti
8 Juli 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H