Beberapa tahun lalu saya pernah berkecimpung di dunia bisnis. Tidak terlalu lama. Hanya sekitar 4 tahun. Bisnis online dan offline keduanya saya lakukan. Dengan barang yang saya jual pun beraneka ragam. Mulai dari aneka jenis kain, selendang atau pashmina, dan aneka macam aksesoris wanita.Â
Aksesoris wanita yang saya pilih bernuansa etnik. Saya menjual aneka koleksi aksesoris khas dari Pulau Bali dan kota Jogjakarta. Ada berbagai jenis tas yang terbuat dari rotan, batok kelapa hingga kain batik. Ada juga aneka aksesoris untuk fesyen seperti ikat pinggang maupun bross. Kalung dan gelang pun ada, dipadu dengan aksesoris rambut seperti tusuk konde dan aneka jepit rambut.
Pada sekitar akhir bulan Ramadan menjelang Lebaran di setiap tahunnya, ataupun hari raya Natal, saya sering memberi aneka diskon yang bervariasi pada barang-barang dagangan saya. Bahkan saya juga membuat blog khusus untuk berjualan. Baik aneka kain maupun aksesoris wanita. Selain itu saya juga membuat page khusus di medsos saya untuk berjualan
Ternyata saya melihat semakin tahun penghasilan saya menurun drastis, ini membuat saya putus asa. Apakah benar saya tidak punya bakat dalam berdagang? Ataukah saya kurang menghayati bisnis saya ini? Saya kurang tahu juga. Atau mungkinkah saya sudah bosan? Bisa jadi. Sampai akhirnya saya meutuskan berhenti menjadi menjalankan bisnis saya ini. Saya kembali menekuni priofesi sebagai guru hingga saat ini.
Pernah mengalami sendiri suka duka berjualan online dan offline membuat saya mempunyai empati pada para pelaku bisnis lainnya. Terutama teman-teman yang saya kenal. Saya menjadi seorang pembeli yang kadang bukan konsumtif, tapi membeli produk untuk membantu teman. Atau kalau saya memang membutuhkan barang-barag tertentu, saya akan mengusahakan untuk membelinya dari teman-teman saya terlebih dulu.
Minta diskon hampir tidak pernah saya lakukan. Saya murni ingin membantu teman dalam bisnisnya. Saya merasa dimudahkan dengan aneka barang dagangan yang teman-teman saya jual. Mulai dari makanan, baju, sepatu dan lain-lain. Tidak terlalu banyak juga. Tergantung kebutuhan juga. Pernah juga saya membantu sekedar menawarkan barang dagangan teman, atau merekomendasikannya pada orang lain. Tentu saja jika saya merasa puas dengan barang dagangan teman yang saya beli.
Lalu bagaimna kala pandemi Covid-19 ini berlangsung berbulan-bulan. Saya lebih susah menjangkau toko-toko secara langsung. Tentu saja pilihan saya jatuh pada pembelian barang secara online. Teman-teman saya banyak yang berbisnis dari luar kota sehingga mereka juga berjualan secara online. Apalagi menjelang hari raya Idul Fitri, yang saya kenal juga sebagai Lebaran. Sebuah tradisi yang saya kenal sejak kecil adalah membelikan baju baru saat Lebaran, pastinya akan membuat para penjual baju bisa mendapatkan penambahan orderan. Semoga ya.
Namun di tengah pandemi Covid 19 ini, ada banyak sekali penurunan daya beli masyarakat pada umumnya. Pendapatan yang tidak biasa, bahkan sangat berkurang hingga hampir tiada, akan membuat mereka pun berpikir ulang dalam membelanjakan uang mereka. Apakah membeli baju baru menjadi pilihan bijak jika kebutuhan lainnya juga tidak terpenuhi dengan baik?
Mungkin ada banyak kesedihan terpendam dalam hati bagi semua pihak. Di pihak pembeli, para orang tua yang terbiasa dengan tradisi membelikan baju baru, terpaksa menahan sedih di hati, tidak bisa membelikan baju seperti tahun-tahun sebelumnya. Anak-anak yang terbiasa mendapat baju baru saat Lebaran pun terpaksa menahan diri tidak memintanya pada orang tua.
Di sisi lain, kita melihat duka yang lainnya bagi para penjual baju baik secara online maupung offline. Mereka juga tentu sedih karena berkurang secara drastis pembelian baju menjelang Lebaran ini. Padahal mereka juga membutuhkan uang untuk keluarganya. Pandemi ini sungguh membawa kesedihan bagi banyak pihak, kalangan dan lapisan masyarakat.