Saya membaca satu artikel milik Kompasianer panutan dan teladan di Kompasiana. Beliau adalah  Bapak Tjiptadinata Effendi, sungguh sangat menginspirasi. Kisah Beliau sungguh menggugah hati, memotivasi diri untuk terus berkarya. Sekalian juga saya jadi diingatkan lagi kalau hari ini, Kamis 23 April 2020 diperingati sebagai World Book Day and Copyright Day.
Kapan sebenarnya pertama kali peringatan World Book Day itu? Ternyata World Book Da yang juga disebut World Book Day and Copyright Day ini pertama kali diperingati pada 23 April 1995. Berarti sudah berjalan 25 tahun di tahun 2020. World Book Day ini juga dikenal sebagai International Day of The Book. Ini juga menjadi acara tahunan UNESCO untuk mengembangkan minat baca, menerbitkan karya hingga mendapatkan copyright buku.
Itu sekilas mengenai World Book Day yang diperingati sedunia pada hari ini. Pertanyaannya, "Apakah Anda membaca buku hari ini?" Semoga Anda sudah membaca buku ya. Saya, sudah dong. Saya sedang membaca-baca buku lama yang menjadi buku kesukaan. Judulnya: "Lebih Dari Pemenang" sebuah interpretasi kitab Wahyu, karya William Hendriksen. Tapi saya tidak hendak menulis resume buku yang say abaca. Saya ingin berbagi kisah saya dengan buku.
Almarhum Bapak saya sangat gemar membaca buku. Karya sastra, sejarah, budaya, biografi dan berita aktual adalah pilihan seru bacaan Bapak. Sementara Ibu saya sangat gemar membaca buku sastra seperti novel, buku puisi, dan juga buku-buku rohani.Â
Salah satu jembatan keledai yang Ibu saya buat untuk menghapal tiga puisi karya Chairil Anwar adalah Kedeme. Kedeme itu kepanjangan  Kerikil Tajam, Deru Campur Debu, dan Tiga Menguak Takdir.Â
Apakah Anda tahu ketiga puisi tersebut? Jujur saya tahu juga dari Ibu saya. Kerikil Tajam karya Chairil Anwar ini ditulis sekitar tahun 1942-1943. Deru Campur Debu, puisi ini pertama kali terbit tahun 1949, bertepatan dengan tahun kematian Chairil Anwar. Sementara Tiga Menguak Takdir ditulis oleh Chairil Anwar bersama Rival Apin dan Asrul Sani. Betul, puisi-puisi tersebut ada dalam buku kumpulan Puisi karya Chairil Anwar. Saya pernah membacanya saat berkeliling di toko buku.
Itulah mengapa saya juga ternyata sangat menggemari puisi dan menulis puisi menjadi seperti jiwa saya. Saya melihat teladan dari kedua orang tua saya. Bapak dan Ibu saya suka karya sastra. Lalu bagaimana dengan kumpulan buku puisi?
Bagiamana dengan buku-buku lainnya? Saya bukan berasal dari keluarga mampu sehingga bisa mempunyai koleksi buku sejak kecil. Tidak. Kami hidup sangat pas-pasan di masa kecil saya. Buku-buku saya baca dari perpustakaan dan pinjam tetangga saya. Tetangga saya punya perpustakaan pribadi dan suka meminjamkan koleski bukunya pada saya. Kisah-kisah klasik karya Hans Christian Andersen menjadi bacaan saya di masa kecil. The Adventure of Tintin, all series, Asterix and Obelix semua saya baca dari perpustakaan teman saya.
Masa remaja dan dewasa saya pun tak pernah jauh-jauh dari perpustakaan. Waktu saya di bangku SMP, bacaan saya berkisar tentang petualangan anak remaja, mulai dari serial Trio Detektif, Lima Sekawan, dan masih banyak judul lain. Saya pernah juga menaruh satu bacaan ini dibalik buku pelajaran saya di kamar. Jadi saya dikira sedang belajar pelajaran, ternyata baca buku lima sekawan yang saya pinjam dari teman. Buku pelajaran yang saya suka baca adalah buku sejarah. Saya seolah membaca cerita menarik dalam kisah sejarah bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa di dunia.
Sejak saya di bangku SMA, mulailah rajin membaca buku-buku biografi. Semua buku saya pinjam di perpustakaan di depan SMA saya. Jangan tanyakan koleksi buku saya. Tidak punya. Semua saya baca dari perpustakaan atau pinjam teman. Tapi saat SMA inilah saya mulai dapat hadiah buku bacaan dari teman-teman SMA saya. Mereka juga suka membaca dan tahu kegemaran saya. Kalaupun saya punya buku, itu hadiah teman, bukan beli sendiri. Uang saya pas-pasan untuk makan saja.