Siapa dia? Kemarin aku hanya mendengar alunan biolanya. Di sudut taman kota. Tempat aku terbiasa menghabiskan waktuku menjelang sepi di senja hari. Saat udara cerah tanpa hujan menemani.Â
Sudah lebih dari satu bulan ini aku dapat musik indah menemani waktu-waktuku membaca di sudut taman. Aku menikmati musiknya, namun aku tak pernah ingin tahu siapa dia. Aku pikir hanya seseorang lainnya yang ingin menghabiskan waktu sepertiku. Aku lebih hanyut pada buku-buku yang kubaca.Â
Tapi hari ini terasa beda. Musik itu mengalun lagi tapi sangat mendayu memberi sendu. Lagu itu, selalu dibawakan instumental saja. Aku tidak asing dengan alunan yang satu ini. Tentu saja berhasil membuatku terdiam dan terhenti waktu bacaku. Aku termenung tak tahu harus apa. Ingin segera berdiri menuju alunan musik tadi.Â
Serenade yang digubah oleh Franz Schubert adalah lagu yang dimankannya baru saja. Franz Schubert, salah satu musisi dunia yang sangat kukagumi berasal dari Austria. Karya-karyanya abadi di hatiku dan satu paling kusuka adalah Serenade.Â
Franz Schubert meninggal pada usia 31 tahun, tetapi ia sudah menghasilkan hampir 1.000 karya musik. Usia yang sangat muda bagi seorang berbakat sepertinya. Itu hanya sekilas kisah singkat komposer kesukaanku. Aku bahkan punya buku tentang kumpulan kisah hidup para musisi klasik dunia. Hanya sekadar asal tahu saja.Â
Serenade. Alunan lagu itu menggugah hatiku lagi. Pernah menjadi lagu aku dan seseorang yang istimewa selama beberapa tahun. Namun garis kehidupan berkata lain. Penyakit telah merenggut seseorang itu dari sisiku selamanya. Hatiku seolah sudah tergembok pada cinta itu saja.
Kubilang aku ingin melalui hari-hariku sendiri untuk sementara. Namun nyatanya sudah bertahun-tahun aku masih tak kunjung bisa membuka hatiku untuk yanv lainnya. Aku seperti menjalani hidup dengan nyaman meski seorang diri.Â
Berbagai pikiran berkecamuk di kepalaku sehingga tanpa sadar langkahku sudah terhenti di hadapan pemain biola itu. Menatap sendu wajahnya yang memainkan lagu ini dengan penuh perasaaan. Dia menutup matanya saat mengalunkan nada-nada yang keluar indah merdu dari gesekan biolanya. Aku terpaku menatapnya. Hingga..Â
Saat ia mengakhiri alunan musik itu dan dia membuka matanya. Kami bertatap mata. Tepuk tangan kuberikan untuknya. Dia beri senyuman manisnya menganggukan kepalanya santun dan berucap. "Terimakasih"
Lalu dia membereskan peralatan musiknya, biolanya masuk dengan pas ke dalam tempatnya. Semcam tas yang bisa dibawa kemana-mana. Tanpa kata-kata lainnya, dia beranjak pergi melewatiku. Sesaat dia menganggukan lagi kepalanya berpamitan. Kekuatan dalam lagu itu membuatku terpesona tak henti hingga lubiarkan dia pergi.Â
"Laras?" sebuah sapaan dari samping membuyarkan lamunanku. "Dika?" Â Balasku, setelah akhirnya mengenali pria yang menyapaku baru saja. Sementara pemain biola itu, sudah beranjak menjauh tanpa kutahu siapa. "Astaga, tak kuduga bisa bertemu di sini. Sedang apa kau Laras?"