Tak bisa tidak menitikkan air mata haru dan kagum akan pribadi beliau, Raden Ajeng Kartini. Hari ini diperingati sebagai Hari Kartini. Wanita Indonesia yang penuh dengan pandangan ke depan dan sangat haus akan ilmu pengetahuan.Â
Dari tahun ke tahun, saya juga selalu menceritakan kisah hidupnya pada siswa-siswi yang ada di kelas saya. Di sekolah manapun saya mengajar, selalu saya akan ceritakan kish Ibu Kita Kartini.Â
Saya meminta murid-murid saya melihat sekeliling di kelas. Ada murid laki-laki dan murid-murid perempuan bisa belajar bersama berdampingan dalam satu kelas. Saya memulai kisah hidup RA. Kartini dengan membukakan fakta, bahwa mereka bisa belajar di sekolah, tanpa pandang bulu, laki-laki dan perempuan, salah satunya adalah jasa Beliau.Â
Bagaimana kehidupan di masa lalu bangsa Indonesia, menjadi seorang wanita sangat dibedakan haknya dalam hal pendidikan dengan pria. Saya minta murid-murid membayangkan, seandainya mereka tidak diijinkan sekolah, dan harus rela melakukan pekerjaan sehari-hari rumah tangga saja, memasak di dapur tanpa ada kesempatan sekedar belajar membaca, apalagi bersekolah di sekolah resmi.Â
Sebagaian besar akan merasa sedih dan tidak suka. Kesempatan belajar di masa kini untuk para wanita adalah suatu berkat luar biasa. Lahir pada masa-masa kini, saat perjuangan emansipasi wanita sudah berjalan, adalah salah satu yang patut disyukuri lebih lagi.Â
Kembali ke RA. Kartini, saat saya menulis artikel ini, saya sedang menonton film di salah satu televisi lokal, tentang kisah Ibu Kita Kartini. Bagaimana usahanya memajukan hasil karya budaya ukiran di Jepara sampai di kenal di Belanda. Mereka, para pengrajin ukiran di Jepara yang sedang mengalami sepi pesanan ukiran, akhirnya kembali dibanjiri pesanan.Â
Bahkan dikisahkan sebagai ucapan terimakasih, ada gadis-gadis kecil menunggu RA Kartini, berjalan jauh dari gunung, demi memberikan hasil bumi, untuk ucapan terimakasih karena berkat Kartini, orang tua mereka dapat uang lagi karena pesanan ukiran melonjak lagi.
Tidak berhenti di sini, RA Kartini juga dikisahkan, sangat haus akan ilmu. Beliau belajar bahasa Belanda. Dengan lancar berbicara dengan orang-orang Belanda yang ada di sekitar ayahnya. Bahkan mereka sangat terkesan dengan kemampuan RA. Kartini. Bahkan Beliau pun sempat melakukan semacam riset (berupa tanya jawab) di lingkungan tempat tinggalnya.Â
Para wanita muda masa itu, bahkan usia 12 tahun sudah dinikahkan. Tidak perduli sebagai isteri ke berapa, yang penting menikah dan melakukan tugas rumah tangga. Dan dalam kesedihan dia mengatakan pada dirinya sendiri, yang dibutuhkan untuk mengubah paradigma itu adalah pendidikan.
Bahkan, pada akhirnya, ketika beliau harus menikah, menerima pinangan Bupati Rembang, dengan berat hati Beliau menerimanya dengan syarat-syarat. Beliau melakukannya demi baktinya pada keluarga. Salah satu syarat adalah agar Bupati Rembang calon suaminya, bersedia membantunya menjalankan visinya, membuat sekolah untuk perempuan dan orang-orang miskin. Akhirnya, singkat cerita, beliau bisa mewujudkan impiannya membangun sekolah untuk orang miskin dan perempuan.Â
Bahkan surat-surat beliau dengan temannya orang Belanda, dikumpulkan dan diterbitkan menjadi buku yang menginspirasi para wanita hingga masa kini. Sungguh beliau seorang Wanita visioner yang haus ilmu.Â