Mohon tunggu...
Ari Budiyanti
Ari Budiyanti Mohon Tunggu... Guru - Lehrerin

Sudah menulis 2.953 artikel berbagai kategori (Fiksiana yang terbanyak) hingga 27-10-2024 dengan 2.345 highlights, 17 headlines, 111.175 poin, 1.120 followers, dan 1.301 following. Menulis di Kompasiana sejak 1 Desember 2018. Nomine Best in Fiction 2023. Masuk Kategori Kompasianer Teraktif di Kaleidoskop Kompasiana selama 4 periode: 2019, 2020, 2021, dan 2022. Salah satu tulisan masuk kategori Artikel Pilihan Terfavorit 2023. Salam literasi 💖 Just love writing 💖

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ketika Alam Marah

1 Desember 2018   11:32 Diperbarui: 16 September 2019   21:14 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sisa banjir di halaman depan rumah saya. Photo by Ari

Ketika Alam Marah

Naik-naik ke bukit menjulang semakin tinggi
Menggapai matahari dengan segala daya namun
Bertambah dinginlah sekelilingku kini
Tubuhku berusaha sesuaikan pula
Merasai hawa sejuknya yang menyusup kalbu
Meresap sampai ke sumsum tulangku
Bergetar gemetar oleh kedinginan itu
Saat itulah kuingat Siapa PENCIPTAnya

Atau ketika ku bermain di tepi pantai
Berlimpah pasir putih dan hitam juga
Bertabur kerang dan rumput laut
Hanyut kembali terbawa arus ke tengah laut
Bermain ombak menerjangnya
Berenang-renang di antara buih-buihnya
Cukup lama kuamati fenomena alami tiada cela

Aliran air sungai lain pula, meski tak sedahsyat laut
Namun ketika sungai itu marah dan tak tahan
Meluaplah air tampungannya sebagai hukuman
Pada setiap orang disekelilingnya

Atas tindak semena-mena mereka
Kesewenangan mereka dalam komunikasi
Alam pun menjadi bencana kini
Ketika dulu masih dapat bersahabat
Namun kini semua berakhir karna manusia
Tega menghianati kesetiaan alam
Dan alam pun tiada terima

Dengarkan teriakan alam saat marah:

" Kau rusak aku hai manusia
Kau biarkan segala kecemaran atasku
Kau tumpuk pula sampah dimana kau mau
Kau tebang pohon-pohonku tanpa ampun
Kau jadikan ku tempat tinggalmu seenakmu pula

Bangunan-bangunan kokohmu menyakitiku
Tak sejengkalpun kau sisakan padaku
Untuk menikmati kealamianku
Sudah muak aku padamu hai manusia
Sekarang nikmatilah kemarahanku

Banjir dimana-mana karna ulahmu
Juga kulongsorkan tanahku menimpamu
Supaya kau mengerti dan sadar
Tak dapat bermain-main denganku
Bila itu menyakitiku karna keegoisanmu
Penguasaku tak kan biarkan itu "
Mungkin tak terdengar oleh kita
Semua jerit dan teriak marah sang alam
Namun bila kita mau peka dan sedikit peduli
Kau dan akupun akan merasakannya

Pihak kitalah yang mesti berubah
Menjadi lebih ramah pada alam
Menghormati kealamian alam ini
Menjaganya tetap lestari dan asri
Sehingga meredakan kemarahan sang alam
Atas ijin PENGUASAnya juga

Jangan biarkan alam terus marah pada kita

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun