Oleh : Ari Budiawan
Minat Baca yang Rendah di Indonesia
“Jangan internetan saja, ayo belajar!” adalah kalimat yang sering kita dengar dari seorang bapak atau ibu kepada anaknya yang sedang berinternet. Jika mendengar kalimat di atas, candu internet berkonotasi negatif. Internet dianggap sebagai penghambat belajar anak. Padahal teknologi dibuat untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Benarkah internet menjadi kambing hitam penyebab anak-anak malas belajar? Ataukah karena internet belum dimanfaatkan fiturnya secara optimal? Dalam hal ini tentu saja orangtua yang harus menggali lebih jauh manfaat internet untuk anaknya.Dengan mengakrabi anak dan internetnya, maka penggunaan internet akan terasa lebih bermanfaat.
Sudah menjadi keprihatinan sejak lama bahwa minat baca masyarakat Indonesia dikatakan rendah, terutama golongan anak-anak, bahkan paling rendah di kawasan Asia Tenggara. Fakta ini sesuai laporan dari Bank Duni tahun 1998 yang berjudul "Education in Indonesia-From Crisis to Recovery". Disana disebutkan, anak-anak kelas enam sekolah dasar di Indonesia tertinggal jauh dalam hal kemampuan membaca dibandingkan Filipina, Thailand, Singapura dan Hongkong.
Kemudian tahun 2000, International Education Achievement (IAE) menyebutkan minat baca siswa Sekolah Dasar di Indonesia menduduki peringkat 38 dan siswa Sekolah Menengah Pertama menduduki peringkat 34 dari 39 negara yang diteliti. Nilai tersebut diukur dari kemampuan membaca rata-rata. Masih mengenai minat baca, laporan UNDP 2003 menyebutkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-39 dari 41 negara yang diteliti. Tahun 2008/2009 UNDP kembali menyatakan bahwa minat baca masyarakat Indonesia berada pada peringkat 96 dari negara di seluruh dunia. Dapat dikatakan Indonesia sejajar dengan Bahrain, Malta dan Suriname, sedangkan di Asia Tenggara, Indonesia hanya berada di atas Kamboja dan Laos, yang berarti jauh tertinggal dengan negara Asia Tenggara lainnya. Indikasi rendahnya minat baca dapat dilihat dari tren pembaca surat kabar. Di negara maju, satu surat kabar dibaca oleh sepuluh orang (1:10). Tetapi di Indonesia satu surat kabar dibaca oleh 45 orang (1:45), kondisi ini lebih buruk dibandingkan di Filipina (1:30), dan di Sri Lanka (1:38).
Rendahnya minat baca masyarakat Indonesia telah menjadi masalah kronis selama berpuluh-puluh tahun. Berbagai faktor menjadi sumber permasalahan tersebut, antara lain sistem pendidikan yang bebannya berat namun belum mengarahkan siswa pada kebiasaan membaca, tingkat ekonomi yang rendah mengkondisikan daya beli masyarakat terhadap buku juga sangat rendah, terjadinya lompatan dari budaya lisan (bercerita dan mendengarkan cerita) ke budaya menonton (televisi, CD, DVD dan lain-lain) yang mana seharusnya di antara kedua budaya ini terdapat budaya membaca dan menulis, dan banyaknya hiburan seperti mal dan arena permainan yang lebih menyenangkan dibandingkan membaca. Membaca masih dianggap sebagai sesuatu hal yang memberatkan, anak-anak tidak mendapatkan kebebasan untuk membaca buku kesukaannya, mereka masih diarahkan untuk lebih membaca buku pelajaran sekolah.
Ebook, Cara Asyik Baca Buku
Ironis memang, di sisi lain minat anak-anak terhadap internet sangat tinggi, sementara keinginan untuk membaca buku masih kurang. Sebuah titik temu sebenarnya sudah terlihat, orangtua dapat mengoptimalkan penggunaan internet untuk meningkatkan minat baca anak. Saat ini, dimana layanan data sudah murah dan cepat, konten-konten yang berhubungan dengan baca-membaca dapat diunduh aplikasinya dengan mudah. Beberapa konten yang menarik bagi penggemar buku adalah e-book, e-reader, atau World Newspaper.
Membaca dengan cara yang menyenangkan dan jumlah bahan bacaan yang memadai tentu akan membuat anak-anak lebih tertarik untuk membaca. Apalagi saat ini pasar Indonesia tengah diramaikan oleh komputer tablet yang user friendly dan menarik untuk anak-anak. Komputer tablet dengan ukuran rata-rata 5, 7 dan 10 inci dapat menyajikan menu membaca sebagai penyeimbang konten-konten permainan. Industri e-book dan perangkat pembacanya e-reader tengah menggeliat setelah Apple merilis iPad, menyusul Amazon dengan Kindle dan Sony dengan e-reader. Vendor-vendor lainpun meluncurkan gadget yang dapat menerima konten e-book dan e-reader. Membaca dapat dilakukan di mana saja, kapan saja. Beragam vendor, termasuk produk lokal pun mulai memasarkan produk komputer tablet dengan fasilitas koneksi jaringan seluler. E-reader sendiri berukuran kecil dan dapat mengakses teks buku dan koran yang diunduh langsung dari internet, selama ditunjang dengan koneksi WiFii, pembaca dimanjakan dengan ukuran layar besar sehingga tulisan yang kecil dapat diperjelas. Bagaikan membawa satu buku tipis, padahal sebenarnya didalam benda kecil itu terdapat rak-rak buku yang koleksi bukunya ratusan. Menyatukan ratusan buku dalam satu gadget bukanlah impian belaka.
Masalah dengan Pengarang dan penerbit
Di California, Amerika Serikat, ketika penjualan buku format cetak terus menurun, penjualan e-book malah meningkat tahun ini hingga menjapai angka 192%, menurut data yang dikumpulkan dari 14 penerbit yang tergabung di Association of American Publisher (AAP). Di Indonesia belum ada data terkait, namun tren perkembangnya bisa diprediksi akan sama. Sedangkan di Jepang akan segera memulai uji coba buku elektronik di semua sekolah dasar yang ada di Jepang secara bertahap. Ini untuk meningkatkan peranan IT dalam kelas untuk menciptakan generasi digital yang lahir dari usia dini.
Keberadaan e-book kini semakin penting dalam industri penerbitan, memotivasi para retailer untuk membuat aplikasi e-reading ke sebanyak mungkin perangkat elektronik. Masalah yang timbul kemudian dengan berkembangnya e-book atau e-reader adalah menurunnya jumlah media cetak dan buku yang dibeli masyarakat. Di sisi penerbit masih terhambat pada legalitas penyebaran digital terutama bagi produk waralaba media asing. Sementara dari penerbit buku ada kekuatiran dari sisi pengarang yang tidak mau bekerjasama penjualan buku dalam format elektronik karena khawatir akan mengurangi minat terhadap buku cetak.Google telah meluncurkan Toko buku digital Google pada Juli 2010 dan seluruh konten buku digital yang ada dijamin sudah mendapatkan izin dari para pemegang hak cipta, termasuk pengarang dan penerbit.Buku digital yang dibeli dari Google dan mitranya akan dapat ditampilkan di perangkat apa saja yang memiliki kemampuan e-reader baik smartphone, e-bookreaders hingga personal computer.
Dari kalangan surat kabar dan majalah, penjualan media secara online bukan lagi hal baru. Hampir seluruh media cetak saat ini telah menerbitkan berita versi online. Sebagian tidak berbayar. Pembaca dapat membaca secara gratis. Penerbit mendapatkan keuntungan dari pemasangan iklan online. Sebagian lagi berbayar, pembaca diwajibkan membayar biaya langganan bulanan.Bagi pembaca, pilihan sangat beragam. Bahkan untuk yang berbayar sekalipun, biaya langganan jauh lebih ringan daripada langganan versi cetak. Ini menjadi daya tarik bagi pembaca, selain kemudahan-kemudahan lain yang didapatkan dengan membaca koran online, salah satunya adalahpraktis.
Penulis dan penerbit harus memahami betul sistem yang dikembangkan dalam pembelian media versi digital ini karena merupakan konsep baru yang mengadopsi keberhasilan jual beli di situs online di tanah air.Sistem pembelian dengan poin atau mirip pulsa, bisa top-up kapanpun. Harga dibandrol setengah dari harga versi cetak. Dengan format digital, biaya produksi dan distribusi bisa dihemat. Dengan pemahaman sistem kerjasama yang jelas antara penulis dan toko buku digital, maka kekuatiran-kekuatiran dari pihak penulis dapat diminimalisasi. Penulis dapat lebih produktif berkarya, dan buku-buku digital pun akan lebih ramai di pasaran yang secara langsung akan berpengaruh pada peningkatan minat baca generasi mudah dengan banyaknya pilihan-pilihan bacaan.
Satu aspek penting kelancaran masalah unggah dan unduh e-book ini adalah ketersediaan layanan data yang berkualitas dan murah dari operator serta dapat menjangkau seluruh pelosok negeri. Karena untuk mengunduh buku-buku online merupakan kegiatan yang haus data, maka koneksi ke layanan data operator menjadi mutlak. Operator selular harus memikirkan harga, kecepatan, jumlah bandwith yg ditawarkan dan sinyal yang kuat. Menjawab kebutuhan trafik data yang besar tersebut, dikembangkan teknologi akses wireless 4G. Ada 2 kiblat 4G yang sekarang ini menjadi perhatian yaitu WiMax (Worldwide Interoperability for Microwave Access) dan LTE (LongTerm Evolution). Konvergensi teknologi informasi dan telekomunikasi telah membawa keuntungan bagi pecinta baca pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Pada akhirnya, e-book dengan segenap aspek pendukungnya menjadi harapan baru untuk minat baca masyarakat Indonesia yang lebih baik.
Referensi :
Anwari, M. Fahri. 2009. Minat Membaca Masih Rendah, Kenapa?http://mfanwarie.webnode.com/news/minat-membaca-masih-rendah-kenapa
Faisal, Henry. 2010. Melahirkan Generasi Pembaca. http://herryfaisal.blogspot.com/2010/06/melahirkan-generasi-pembaca.html
Taufiqurrakhman, Ahmad. 2006. Tahun ini Penjualan Ebook Naik hingga 193persen. Okezone.com.
Prihadi, Susetyo Dwi. 2010. Jepang kembangkan buku digital sekolah. Okezone.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI