Pemerintah punya rasionalisasi tersendiri terkait kebijakan yang diambil. Kedengarannya selalu ideal. Tujuan utamanya pun sangat mulia. Misalnya kenaikan STNK yang sampai 100%, bahkan lebih. Selain karena penyesuaian harga blanko STNK yang dianggap sudah tidak relevan, memakai standar harga 6 tahun yang lalu, pemerintah juga akan mengalokasian budget tersebut untuk meningkatkan pelayanan. Menurut saya, pelayan memang seharusnya totalitas (prima) kepada publik tanpa menunggu tambahan budget dari “memeras” uang rakyat. Pertanyaannya kemudian, apakah ada jaminan pelayan akan semakin prima, efektif dan efisien setelah adanya tambahan budget? Tentu tidak ada jaminan.
Poin penting yang ingin saya sampaikan melalui tulisan ini adalah pemerintah jangan hanya membuat regulasi tanpa diikuti dengan kontrol dan evaluasi sampai tataran praktis di lapangan. Mereka seharusnya datang menemui masyarakat sebagai objek dari regulasi tersebut. Dengarkan keluhan mereka. Dengarkan tangisan mereka. Jangan “gengsi” untuk menarik kembali kebijakan tersebut, jika hanya akan menimbulkan korban. Kaji kembali aturan tersebut, jika hanya membuat rakyat menangis. Mungkin tangisan mereka tak terdengar dari istana, tetapi coba dekatkan telinga ke hati, barangkakali di sana tangisan itu terdengar lebih keras disertai rintihan.
* Soni Ariawan (Mahasiswa S2 University of Adelaide, Australia / Founder Gelora Education Centre)
*Dimuat di koran Lombok Post edisi 24 Januari 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H