“Cukuplah cucuran air mata yang berkata ketika mulut sudah tak mampu mengungkapkannya.”
Kalimat di atas menyiratkan makna bahwa tangisan adalah ekspresi emosional yang biasanya menyentuh hati. Sebelum mulai mengelaborasi lebih jauh tentang tangisan misterius yang dimaksud pada judul tulisan ini, terlebih dahulu kita simak sebuah cerita fiktif yang pernah dimuat koran Kompas sekitar 6 tahun yang lalu. Cerita ini saya modifikasi dan kontekstualisasikan dalam situasi yang relevan. Berikut adalah ceritanya.
Pada suatu malam seorang anak muda mendengar sebuah tangisan aneh. Pemuda tersebut kemudian menanyakan darimana sumber tangisan itu kepada orang tuanya. Namuntak seorangpun di antara merekamendengartangisan itu. Keesokan malamnya, tangisan itu kembali muncul. Terkadang berupa rengekan, sesekali terdengar jeritan dengan nada yang tidak menentu. Tangisan itu sekarang terdengar juga oleh orang tua pemuda tersebut. Sudah satu keluarga yang mendengar tangisan misterius itu. Mereka kemudian melaporkan tangisan aneh itu ke ketua RT. Warga pun dikumpulkan oleh ketua RT setempat untuk dimintai keterangan apakah mereka mendengar tangisan tersebut atau tidak. Pada awalnya warga menjawab tidak mendengar tangisan tersebut, namun tepat di tengah malam, tangisan itu semakin kencang. Semua warga dihebohkan oleh tangisan misterius yang semakin kencang.
Ketua RT melaporkan kejadian itu kepada kepala desa. Kepala desa bergerak menuju kantor camat melanjutkan laporan tersebut. Ini masalah kita bersama, maka harus diselesaikan oleh pihak kecamatan, kata pak Kades. Tangisan itu sekarang semakin besar dan sudah terdengar oleh warga di satu kecamatan. Pak Camat pun panik dan melapor ke Bupati. Awalnya pak Bupati tidak menggubris laporan tersebut karena beliau tidak mendengar adanya tangisan. Bukti yang meyakinkan bapak Bupati tidak ada. Keesokan malamnya, tangisan itu sampai juga di telinga keluarga pak Bupati di pendopo. Pak Bupati pun panik dan merasa tangisan itu memang misterius. Keesokannya, Bupati menurunkan 10 kompi Pol PP untuk mencari sumber tangisan tersebut. Namun, usaha mereka sia-sia. Pak Bupati pun segera menghadap ke Gubernur. Seperti biasa, karena melalui jalur birokrasi yang bertele-tele, laporan baru diterima Gubernur dua hari kemudian. Sementara suara tangisan itu semakin kencang bahkan sampai di kantor Gubernur. Sepuluh kompi pasukan diperintahkan Gubernur ternyata tidak berbuah apa-apa. Sumber tangisan itu tidak ditemukan.
Tidak terasa, tangisan tersebut sudah meresahkan satu provinsi. Pak Gubernur segera terbang ke ibu kota untuk bertemu Presiden. Karena Presiden masihdalam agenda lawatan ke luar negeri,maka Gubernur harus menunggu 3 hari lagi. Tiga hari kemudian Presiden menemui Gubernur yang terlihat panik dan stress. Presiden tertawa setelah mendengar cerita dari gubernurnya. Bagi Presiden tangisan ini lucu dan aneh.Terdengar tidak logis.Beliau menyarankan untuk tenang saja, tidak usah didengarkan, teruskan program kerja dan selesaikan proyek-proyek.
Keesokan malamnya, tepat pada malam jumat kliwon istri Presiden mendengar suara tangisan. Anak dan menantunya pun mendengar tangisan tersebut. Sementara cucu pertamanya terus menangis mengikuti irama tangisan misterius itu. Tetapi Presiden santai saja, tidak logis baginya. Sambil menghabiskan segelas kopi hitamnya, presiden terhenti sejenak setelah mendengar tangisan itu. Ya, benar,ternyata ada tangisan aneh, gumam Presiden. Tangisan itu ternyata sudah diketahui oleh seluruh rakyat negara tersebut, terakhir sampai di telinga Presiden. Darimana sumber tangisan itu?. Ya, itulah yang menjadi teka-teki misterius, yang bagi para pejabat di negara itu sulit dipecahkan.
Ketahuilah, tangisan itu bersumber dari rakyat miskin yang kelaparan.Mereka yang menjerit karena harga sembako yang melambung,tarif listrik yang naik,anak-anak yang tidak bisa sekolah, rakyat yang sakit tak mampu berobatdanpara pengemis serta anak jalanan yang ditelantarkan oleh negerinya sendiri!
Dampak Kebijakan Pemerintah
Tangisan biasanya menjadi senjata ampuh anak kecil ketika meminta sesuatu ke orang tua. Hampir semua orang tua akan memberikan apapun yang anaknya minta jika sudah berujung pada tangisan. Tentunya selama keinginan tersebut mampu dipenuhi. Andai saja kita analogikan kesulitan yang dialamai rakyat miskin di negeri ini seperti sebuah tangisan, barangkali tangisannya sangat kencang. Banyak hal yang mereka butuhkan dari negeri ini, namun belum bisa terpenuhi. Bahkan, pemangku kebijakan di negeri ini “tega” menambah beban dan penderitaan rakyatnya dengan membuat kebijakan yang tidak beripihak kepada rakyat miskin, justru menambah beban mereka. Kebijakan menaikkan harga BBM, tarif listrik, STNK dan kebijakan lainnya justru berdampak pada kenaikan berbagai kebutuhan pokok. Dampak ini diperparah dengan permaianan para oknum yang menjadikan kebijakan pemerintah tersebut sebagai “pembenaran” untuk menaikkan harga produk tertentu. Ujung dari semua ini adalah bertambahnya kesengsaraan rakyat miskin. Tangisan mereka semakin kencang. Semakin sesak.
Mungkin pemerintah bermaksud baik untuk melakukan penyesuaian harga dan sebagai bentuk affirmative actionagar kebijakan lebih tepat sasaran, tetapi pada tataran akar rumput (praktis) tidak mungkin semulus itu. Seringkali kebijakan pemerintah tidak diikuti oleh tindak lanjut sampai ke ranah praktis dan tidak dibarengi dengan pengawasan yang intensif. Pada akhirnya, oknum-oknum “memanfaatkan” kebijakan tersebut untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya sehingga daya beli masyarakat menjadi semakin lemah. Sekali lagi, ujung dari semua ini adalah bertambahnya beban yang harus dipikul oleh masyarakat.
Saya bukan ahli ekonomi yang akan memaparkan data-data terkait dampak ekonomi kebijakan pemerintah. Saya lebih fokus kepada melihat realita yang terjadi di masyarakat sekitar. Seorang pedagang sayur eceran yang saya wawancarai di desa Gelora, Kecamatan Sikur, mengaku rugi. Pelanggan yang biasanya ramai membeli sayurannya, sekarang menjadi berkurang karena harga sayuran semakin naik. Mereka lebih memilih untuk mencari sayur mayur ke sawah. Sementara si pedagang “mau tidak mau” harus menjual dengan harga lebih mahal dari biasanya karena memang dari pasar harganya sudah naik. Ini salah satu contoh kerugian masyarakat yang merasakan dampak dari kebijakan pemerintah secara langsung. Tangisan-tangisan rakyat kecil seperti ini yang semestinya menjadi perhatian para pengambil kebijakan di negeri ini.