Pertarungan politik itu sangat menarik. Pada pertarungan politik kita tidak akan mudah menemukan pemenang. Karena para pendukung politik akan memiliki sudut pandang berbeda dan menciptakan keadaan di mana sudut pandang berbeda tidak mampu dipertemukan. Perdebatan sendiri tidak akan menyelesaikan masalah. Hal ini karena kita tidak berbicara tentang ilmu alam yang lebih pasti. Kita berbicara tentang ilmu humanis di mana teorinya bisa sebanyak manusia itu sendiri. Sebab ilmu sosial dibuat dengan memakai subjektivitas bukan dengan objektivitas. Hal ini terjadi karena manusia sendiri tidak bisa mengamati fenomena seperti alam yang jika melihat matahari terbit maka arahnya selalu sama dan tidak akan berbeda. Ketika meneliti tentang manusia maka peneliti dari Indonesia bisa memiliki sudut pandang yang berbeda dengan peneliti dari Eropa dan begitu juga dari Amerika. Mereka meneliti berangkat dari sudut pandang yang diciptakan dari lingkungan mereka.
Menjadi tidak menarik ketika pertarungan politik dibawa ke agama. Lebih membuat jadi masalah bahkan dibawa ke mesjid pada kutbah Jumat. Ini menjadi masalah karena ketika pada Shalat Jumat orang tidak bisa pergi sebagai makmum. Dia harus berada di situ dan  mendengarkan tanpa diperbolehkan membantah. Pada sisi ini setiap umat yang berada di sana harus diam dan mendengarkan baik mereka setuju ataupun tidak. Pada saat ini ada pemaksaan pendapat yang membuat umat yang berada di sana menjadi tidak nyaman dan jadi harus membantah di dalam hati dan tidak mendengarkan ceramah secara khusuk. Pada sisi ini pemberi kutbah menjadi membawa perdebatan antar manusia pada sisi urusan kepada Tuhan. Tambahan lagi dengan ceramah yang membawa kebencian politik ini akan berbahaya mempengaruhi anak-anak remaja yang belum matang akal serta dalam masa pemberontakan..
Tentu saja yang menjadi tambah masalah adalah kritikan itu terus menerus diberikan kepada pemerintah. Seakan pemerintah saat ini tidak ada ulama yang mendukung. Seakan semua orang yang berada dan setuju pada penguasa merupakan bagian dari orang yang mungkar. Ini menjadi suatu perdebatan yang tidak nyaman dan sumber perpecahan dalam agama. Perpecahan yang didasarkan atas pilihan politik menjadi perpecahan atas pilihan ulama dengan ajaran agama siapa yang benar. Apakah ada di antara mereka yang pasti benar? Apakah manusia ada yang pasti benar dan paling tahu pilihan sang Pencipta?
Ketika politik dibawa kepada tingkat agama maka otomatis pihak yang diprotes akan tidak tinggal diam. Ketika ini terjadi maka penguasa akan ikut mengurusi agama karena pihak penguasa juga manusia yang tentu saja tidak suka terus menerus dihina dan dianggap tidak beragama. Tetapi ketika itu terjadi maka para politisi yang menggunakan agama ini akan protes dan berkata bahwa manusia berusaha mengatur urusan manusia dengan Tuhan. Lha, siapa yang lebih dulu memulai ? Kenapa ketika dibawa ke sana dibilang bahwa ini merupakan tindakan mungkar penguasa terhadap ulama? Tetapi ketika politikus sekalian mengaku ulama telah membawa haluan politiknya dengan mengandalkan agama maka otomatis akan mengundang pihak penguasa membawa kekuasaan ke ranah agama untuk dicampuri juga. Jadinya kok duluan merusak tatanan agama lalu balik menuduh pihak lain sebagai perusak agama. Setelah itu bukankah ini membawa agama jadi politik membawa perpecahan karena Indonesia bukan hanya memiliki satu agama dan bahkan memiliki banyak cara yang berbeda dalam menerapkan ibadah mereka sebagai umat Islam sendiri?
Politik itu adalah soal kekuasaan. Ketika agama telah merambah ke politik pada demokrasi maka ini menjadi masalah. Terutama di jaman modern ini di mana para umat Islam sendiri dengan mudah dipecah belah. Perpecahan yang terjadi pada banyak negara Muslim karena para politikus membawa urusan agama kepada politik. Perpecahan yang terjadi diaman sesama umat Islam saling bunuh sesamanya yang seharusnya saling menganggap saudara. Pemimpin umat Islam di negara dalam perang ini yang mendorong saling membunuh dengan mengatakan bahwa mereka adalah kebenaran. Bertindak seakan wakil dari kebenaran untuk membasmi pihak lawan sebagai si mungkar. Pernyataan yang menunjukkan seakan mereka telah setara Rasulullah yang mendapatkan wahyu sehingga mampu memutuskan bahwa Beliau adalah kebenaran. Namun, apakah tindakan ini bukan merupakan pernyataan yang menghina Rasulullah apalagi ketika membunuh sesama muslim merupakan hal yang membuat Beliau menangis?
Lebih menyesakkan adalah korban merupakan rakyat. Banyak anak yang diperjual belikan begitu juga para wanita muslim korban peperangan. Tidak terhitung yang terlunta-lunta dan dicurigai serta diperlakukan semena-mena dalam perjalanan mencari tempat damai. Sementara para pemimpin yang mengaku membawa kemakmuran dalam janjinya itu melalui perang tidak akan terpengaruh baik menang maupun kalah. Ketika menang maka mereka lalu terpecah lagi dan berperang untuk mendapatkan kekuasaan sendiri. Ketika kalah maka dengan gampang mereka kabur ke luar negeri dan mendapatkan bantuan dari negara yang menjadi pendananya untuk membuat kerusuhan. Ketika perang tidak memberikan manfaat maka apakah benar bagi kita untuk mendukung para orang haus kekuasaan yang hanya menggunakan agama sebagai tunggangan mencari kekuasaan? Jika tidak peduli akan diri kita apakah juga tidak peduli akan nasib anak cucu dan saudara wanita kita? Apakah dengan kekerasan dan peperangan di jaman modern ini ada buktinya bisa mencapai negara makmur dan sentosa? Apakah ini tidak membuat politikus mengaku ulama ini lebih berbahaya dan perlu di urus daripada orang yang tinggal di luar negeri yang berusaha mencari nama dengan membuat pernyataan tidak memiliki substantif? Apakah kegiatan para orang yang mengaku pembela negara ini yang terus menerus mempopulerkan si Wenda yang tadinya tidak perlu diperhatikan menjadi makin terkenal? Lalu siapakah penghianat yang lebih menakutkan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H