Penulis ingin memperlihatkan contoh tentang cerai ghaib yang nyatanya terjadi di kalangan masyarakat Indonesia, namun mari kita melihat dulu definisi dari pernikahan yang merupakan ikatan antara dua insan.
Pernikahan merupakan suatu proses kehidupan yang sangat sakral, maka dari itu sebelum kita melakukannya harus ada keyakinan yang kuat dalam hati karena pernikahan akan menyatukan dua kepala yang memiliki permikiran yang berbeda. Di dalam pernikahan nantinya akan menimbulkan hak dan kewajiban antara suami dan istri.
Menurut  Undang-Undang  Nomor  16  Tahun  2019 atas perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang  perkawinan, perkawinan bukan  hanya merupakan perbuatan hukum yang mempunyai akibat hukum, tetapi juga merupakan perbuatan agama, sehingga sah tidaknya perkawinan tergantung pada hukum agama dan keyakinan perkawinan masing-masing orang yang menikah.
Namun ada kalanya, pernikahan yang tidak harmonis berujung kepada perceraian. Ada salah satu bentuk perceraian yang dimana salah satu pihak menghilang tanpa kabar selama kurun waktu tertentu, itulah yang disebut sebagai cerai ghaib. Menurut Kompilasi Hukum Islam yang berhubungan dengan Cerai Ghaib diatur dalam Pasal 116 Point b yang menyatakan bahwa "Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa ada alasan yang sah atau karena ada hal yang lain diluar kemampuannya"
Penulis telah melakukan penelitian di kota Makassar, lebih tepatnya di pengadilan Agama kelas IA, dimana penulis ingin membuktikan adanya cerai ghaib dan bagaimanakah penanganan dari kasus cerai ghaib itu sendiri. Salah satu contoh kasus adalah pada tahun 2021, tentang hilangnya sang suami selama masa sidang perceraian, maka hakim memutuskan pereceraian tersebut sebagai bentuk cerai ghaib. Dalam kasus ini hakim memberikan putusan kepada tergugat atas gugatan penggugat yang didasari oleh fakta-fakta dan keterangan para saksi dalam persidangan pada Pengadilan Agama Makassar. Berdasarkan fakta pada persidangan menyatakan bahwa tergugat tidak pernah menghadiri persidangan, maka dari itu diputuskan kasus ini dikabulkan dengan verstek yaitu pihak tergugat tidak pernah menghadiri persidangan yang dianggap tergugat setuju dengan semua dalil-dalil yang diajukan oleh penggugat.
Contoh nyata, adanya kasus cerai ghaib, dapat menjadi salah satu momok yang tidak diinginkan oleh masyarakat, dikarenakan di setiap hubungan pernikahan, perlu adanya tanggung jawab dari kedua belah pihak. saat pernikahan tidak dapat lagi dipertahankan, perceraian menjadi jalan yang bisa dikatakan terbaik, namun tanggung jawab yang hadir selama ikatan pernikahan tentu saja tidak dapat dilalaikan begitu saja.
Penelitian ini dapat dibaca secara terperinci di Jurnal Al-Ishlah : https://jurnal.fh.umi.ac.id/index.php/ishlah/article/view/v27n2-17Â
Penulis : Aldifa Ananda Syam & Arianty Anggraeny Mangarengi
Editor : Arianty Anggraeny Mangarengi