Membaca adalah kegiatan menutrisi pikiran dan hati. Siapa yang menyangkal statemen ini ? Anda yang tidak setuju…agaknya Anda belum pernah punya pengalaman membaca komprehensif atau gak pernah serius mencerna yang Anda baca. Anda yang setuju akan manggut-manggut sambil memijit dagu. Hehehe...Apapun respons Anda, saya mengucapkan terima kasih.
Nutrisi (sumber Wikipedia) dijabarkan sebagai substansi organik yang dibutuhkan organisme untuk fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan. Sumbernya dari makanan, minuman , dan pola hidup kita. Orang yang malnutrisi merujuk pada kondisi medis mereka yang tidak prima yang disebabkan oleh diet yang tak tepat ,kurangnya konsumsi, buruknya absorpsi, atau kehilangan besar nutrisi . Malnutrisi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan kelaparan,penyakit, dan infeksi.
Efek malnutrisi pada kecerdasan otak akan memengaruhi status mental : jadi apatis, mudah terangsang, gampang depresi, mudah galau, dan menurunnya kemampuan kognitif alias inteletual menurun; dampak pada sistem imun : produksi sel darah putih menurun jadi gampang terkena penyakit; dampak pada metabolisme : berkurangnya produksi glukosa dan asam amino, mengurangi sintesa protein, gangguan alat gerak tubuh. Wow…luar biasa ya kerja otak kita! “Dia” mengendalikan semua sistem di tubuh kita.
[caption id="attachment_307302" align="aligncenter" width="881" caption="dokumen pribadi"][/caption]
Dari beberapa situs di internet, penulis mendapatkan fakta mengenai rendahnya minat baca pelajar kita. Sumber datanya beragam mulai dari: blog pustakawan, pendidik, peneliti,bahkan dari beberapa skripsi. Pantaslah muncul aneka kenakalan remaja kita yang secara kuantitas dan kualitas semakin meningkat di era milenium ini. Penyebabnya sudah bisa kita telusuri…( salah satunya)menurunnya minat baca mereka. Otak dan hati mereka menjadi malnutrisi sehingga mudah dipengaruhi, impersisten, disintegratif, destruktif,dan penyakit sosial lainnya.
Dari deskripsi paragraf terakhir , kita mendapat ide menyelesaikan permasalahan sosial-kenakalan remaja – dengan meningkatkan minat baca mereka. Apakah mudah dalam merealisasikannya? Hem…kita – orang tua, pendidik, masyarakat,pemerintah- harus memeras otak.
Bila bahan bacaan ,kita metaforakan sebagai makanan , maka perlu pertimbangan dalam hal komposisi gizi, proses pengolahan dan cara penyajian. Seringkali cara penyajianlah yang menuntun kita untuk memutuskan : santap atau leave it. Mudah kok membuktikannya, lihat saja foodcourt di mal-mal kota kita…resto fastfood kian menjamur, masyarakat tergiur menyantap karena cara penyajiannya yang menerbitkan air liur. Konsep fastfood inilah yang perlu kita pelajari dalam menyusun bahan ajar, mengemas informasi dan ilmu pengetahuan dll. Untuk apa ? Untuk menerbitkan selera membaca remaja kita, tentunya.
Di dunia kepustakaan kita, konsep mengemas buku teks semenarik komik atau bentuk fiksi lainnya bukanlah brand new idea. Beberapa penulis dan penerbit sudah melakukannya. Yang belum maksimal adalah promosinya. Siapa yang mempromosikan? Kita : orang tua, pendidik, masyarakat, dan pemerintah. Apa media promosinya? Internet, radio, televisi, koran , dan sinema.Yang tak kalah penting : bintang iklannya. Lihatlah resto waralaba Mc.Donald,Pizza Hut, Pancious dan lain-lain. Mereka besar karena promosi gencar.
Terbitkan selera membaca dengan penyajian dulu, mengenai kandungan nutrisinya serahkan kepada penulis karena pembaca intermediate dan advanced secara alami akan meningkat seleranya pada konten dan mutu bahan yang dibacanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H