Sindrom Burnout pertama kali dikenal melalui jurnal psikologi Herbert Freudenberger pada 1973. Sejak saat itu, Burnout semakin ramai diperbincangkan. Menurut Maslach, Burnout merupakan keadaan ketika seseorang mengalami stres dengan intensitas yang tinggi dalam jangka panjang, sehingga menyebabkan kelelahan secara fisik maupun mental. Dapat disimpulkan bahwa Academic Burnout adalah kelelahan secara fisik dan mental yang disebabkan oleh stres dalam belajar sehingga minat akan aktivitas yang dijalani pun berkurang. Ini nantinya berdampak terhadap produktivitas ataupun kinerja seorang pelajar. Motivasi menurun dan persentase untuk di drop out menjadi lebih besar. Tak heran Academic Burnout menjadi monster yang ditakuti para pelajar saat ini.
Dikutip dari (Christiana, 2020) Faktor-faktor yang menyebabkan Burnout, yaitu:
- Lack of Social Support (Kurangnya dukungan sosial). Sebagai makhluk sosial, tentunya manusia membutuhkan dukungan sosial. Dukungan ini dapat berupa dukungan emosional. Setiap manusia ingin merasa dihormati, dihargai, didengar, serta diperhatikan. Bagi pelajar, dukungan ini didapat dari orangtua, teman, ataupun tenaga pendidik. Maka, ketika dukungan ini berkurang, pelajar cenderung putus asa dan berakhir burnout.
- Self-Concept (Konsep diri). Menurut studi, seseorang dengan konsep diri yang tinggi terhadap stres, lebih mungkin mempertahankan prestasinya dibawah tekanan. Namun, jika seseorang memiliki kecenderungan perfeksionis dan tidak tahan terhadap stres dapat menjadi bencana dan menimbulkan burnout.
- Role Conflict and Role Ambiguity (Peran konflik dan peran ambiguitas). Peran konflik terjadi ketika peran dan tuntutan yang tidak pantas dan tidak konsisten dibebankan kepada sesorang. Sedangkan peran ambiguitas terjadi ketika seseorang tidak memiliki informasi yang jelas dan konsisten mengenai tujuan, hak, tanggung jawab, dan kewajibannya.
- Isolation (Isolasi). Kurangnya waktu untuk beristirahat dan bersosialisasi menyebabkan seseorang merasa kesepian dan isolasi.
- Kelebihan beban kerja. Beban kerja seorang pelajar adalah belajar, sehingga mendapatkan hasil yang maksimal, salah satunya prestasi. Untuk mendapatkan hasil tersebut, banyak waktu dan tenaga yang akan dihabiskan. Buruknya, tenaga dan waktu yang manusia miliki terbatas. Belum lagi tuntutan orangtua yang menginginkan anaknya berprestasi atau melihat teman yang berprestasi di media sosial. Akibatnya, mau tidak mau pelajar seringkali mendapatkan beban dan tekanan yang melebihi kapasitasnya.
- Kurangnya kontrol. Semakin banyaknya beban tugas yang harus dikerjakan, semakin sulit bagi seorang pelajar dalam menentukan prioritasnya. Tingkat kepentingan ataupun urgensi yang sama tingginya menyebabkan seseorang berpikir semua tugas yang dibebankan menjadi prioritas. Selanjutnya, pelajar mulai kelelahan dan mengalami burnout.
- Sistem imbalan yang tidak memadai. Kurangnya penghargaan atas hasil yang baik dapat menyebabkan seseorang mengalami burnout. Apalagi ketika harus melakukan aktivitas yang menoton secara terus-menerus.
- Terganggunya sistem komunitas dalam pekerjaan. Perasaan tidak nyaman akan timbul apabila sistemnya bersifat kompetitif, individual, serta mengutamakan prestasi. Konflik-konflik pun akan sering terjadi sehingga tenaga yang dihabiskan semakin besar.
Bagaimana gejalanya dan ciri cirinya?
Perlu untuk diingat bahwa pada setiap pelajar, gejala Academic Burnout akan terlihat berbeda. Beberapa akan mengalami semua gejala, ataupun hanya satu gejala saja.
- Merasa lelah setiap saat.
- Hilangnya semangat, minat serta motivasi menjalani aktivitas.
- Mulai membenci aktivitas yang dijalani.
- Sering menunda dan menghindari tanggung jawab.
- Frustasi dan stres sehingga sulit untuk berkonsentrasi.
- Performa dan produktivitas yang menurun.
- Menjadi mudah marah dan sensitif.
- Menarik diri dari lingkungan sosial.
- Sistem kekebalan tubuh menurun sehingga menjadi mudah sakit. Seperti sakit kepala, pegal, darah tinggi, penyakit jantung, diabetes, cemas dan depresi.
Setelah mengetahui penyebab serta gejalanya, Academic Burnout bukanlah sesuatu yang bisa dianggap sepele. Itu dapat menyebabkan kesehatan mental terganggu. Oleh karena itu, penting bagi seorang pelajar untuk mengetahui bagaimana penanganan yang tepat terhadapnya.
- Belajar membuat skala daftar prioritas.
- Cerita dengan orang yang menurutmu tepat.
- Kurangi ekspektasi. Kita boleh untuk berupaya lebih, tapi jangan sampai merasa terbebani. Dan jangan lupa untuk mengapresiasi dirimu setelah selesai mengerjakan tugas dengan baik.
- Jaga keseimbangan hidup. Jangan lupa untuk bersantai demi dirimu sendiri (healing) misal dengan melakukan hobi, olahraga, traveling, ataupun tidur yang berkualitas.
- Ubah gaya hidup semakin sehat dan mudah fokus.
- Minta bantuan psikolog jika keadaan mulai tidak terkendali.
DAFTAR PUSTAKA
Christiana, E. (2020). Burnout akademik selama pandemi covid 19. Universitas Negeri Surabaya, 11-13. http://conference.um.ac.id/index.php/bk2/article/view/74/77.
Khoirin, N. (2017). Effect student burnout sebagai faktor yang menjembatani pengaruh beban belajar dan dukungan sosial terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran kewirausahaan kelas xi smk prawira marta kartasura tahun ajaran 2016/2017 [Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta]. http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/54313.
Lin, S. H., & Huang, Y. C. (2013). Life stress and academic burnout. Sage Journals, 15(1), 78. https://doi.org/10.1177/1469787413514651.
Trisnawati, F. (2020). Gambaran perilaku burnout di smp negeri 2 pedamaran. JUANG : Jurnal Wahana Konseling, 3(1), 52-54. https://pdfs.semanticscholar.org/c36f/29f1a2761d239d98d4ecb5e14d47ab3771a4.pdf