Sebenarnya seminggu yang lalu, tepatnya dihari Sabtu, saya sudah berkunjung ke Alun-alun Selatan bersama Jogja Walking Tour yang dipandu oleh mas Erwin. Tapi di hari Jumat, minggu depannya, saya ingin mengulangi lagi dengan ritme yang lebih lambat. Mungkin istilahnya slow-traveling.
Saya juga berencana untuk mengambil ulang beberapa gambar yang menurut saya sudut pengambilannya tidak berapa bagus. Harus diakui, saya tidak pintar dalam hal fotografi.
Ketika masuk ke plataran Kamandungan, saya lihat tersedia 2 galon air minum berukuran besar dan beberapa gelas plastik yang ditumpuk. Saya langsung teringat kalau hari ini hari Jumat, mungkin ada kegiatan di bangsal ini.
Di depan regol Gadhing Mlati, seorang abdi dalem yang sedang duduk di bangsal pacaosan (bangsal penjaga) sambil mendengar alunan nada berbahasa Arab.
Mungkin untuk  orang India, orang Jawa itu unik. Memiliki nama Sanskerta yang kental dengan nuansa Hindu, tapi beragama Islam. Bahkan banyak yang memakai nama Dewa atau Dewi yang orang Hindu di India tidak bakal memakainya untuk nama anak. Sama halnya dengan orang Islam tidak bakal menamakan anaknya dengan salah satu dari 99 sifat Allah.
 Tidak bisa disangkal bahwa manusia dan budaya Jawa sekarang adalah hasil akulturasi budaya nenek moyang Hindu yang kemudian menganut Islam ketika Kerajaan Majapahit dan Singosari perlahan surut.
Setelah kulo nuwon dengan abdi dalem tersebut, saya langsung masuk ke plataran Magangan. Ambil foto dibeberapa spot, tapi setelah saya lihat, hasilnya tidak lebih bagus dari jepretan minggu lalu.
Lalu saya berjalan sampai Regol Magangan yang merupakan gerbang untuk masuk ke Kedaton yaitu bagian utama keraton yang dijaga oleh beberapa abdi dalem yang duduk santai sambil mengobrol. Selain mereka, saya lihat banyak juga abdi dalem yang datang dan masuk kedalam Kedaton.