Menyambut 3 tahun pemerintahan Jokowi-JK, Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menggelar aksi demonstrasi di depan Istana Negara pada Jumat (20/10).Â
Aksi yang dihadiri oleh ribuan mahasiswa dari berbagai kampus tersebut, digelar mulai siang sehabis sholat Jumat hingga tengah malam.Â
Dalam aksi tersebut, massa aksi menutup ruas jalan Medan Merdeka Barat hingga menyebabkan kemacetan yang luar biasa di sekitar wilayah tersebut. Hal itu terbukti mengganggu warga yang hendak berpergian.Â
Demonstrasi pada dasarnya merupakan hak setiap warga negara. Hal tersebut dijamin oleh konstitusi dan UU. Namun, dalam menyampaikan pendapat di muka umum, terdapat aturan yang harus ditaati, seperti batas waktu aksi demonstrasi hingga pukul 18.00.Â
Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh mahasiswa saat berdemonstrasi hingga tengah malam dan menutup jalan itu sebenarnya melanggar aturan hukum. Padahal mahasiswa bukanlah warga negara yang kebal hukum.Â
Oleh karena itu, kemudian pihak kepolisian bertindak tegas untuk membubarkan aksi dan membuka jalan. Selain itu, polisi juga mengamankan beberapa mahasiswa yang diduga menjadi provokator. Hal itu bukan untuk membatasi demokrasi, tetapi demi melindungi kepentingan masyarakat yang lebih luas.Â
Bila mahasiswa benar-benar membela dan pro pada rakyat, seharusnya memahami aturan dan tidak merugikan kepentingan orang lain. Mereka juga harusnya tidak membenturkan diri dengan kepentingan yang lebih luas.
Anehnya, justru saat ini mahasiswa menempatkan dirinya sebagai korban represi aparat keamanan. Tentu, pemberitaan yang menempatkan mahasiswa sebagai korban merupakan langkah yang sangat politis.Â
Hal itu digunakan untuk mencitrakan bahwa pemerintah saat ini otoriter dan anti-demokrasi. Tentu, itu sangat rentan digunakan sebagai bahan 'gorengan' untuk pihak yang berseberangan dengan pemerintah.
Mahasiswa seharusnya dapat berkontribusi positif pada bangsa dan negara. Tapi apa yang dilakukannya pada aksi demonstrasi 20 Oktober kemarin, justru tidak memcerminkan sikap intelektual muda. Alih-alih malah bersikap arogan yang merugikan kepentingan rakyat luas.
Dan sekarang upaya memutarbalikan fakta dengan framming yang seolah-olah menjadi korban sangat menjijikan. Juga itu bisa berpotensi memecah belah persatuan rakyat dengan adu domba yang tak bertanggung jawab.Â