Menurut Perpres RI Nomor 82 Tahun 2018 Bab II pasal 2, disebutkan bahwa Peserta Jaminan Kesehatan meliputi peserta PBI dan non-PBI. PBI atau Penerima Bantuan Iuran adalah fakir miskin dan  orang tidak mampu secara ekonomi, yang mendapatkan bantuan iuran dari pemerintah, sehingga dapat memperoleh jaminan kesehatan yang terjamin. PBI ditetapkan oleh Menteri Sosial.
PBI meliputi keluarga miskin yang terdaftar dalam Data Terpadu Program Perlindungan Sosial (DT-PSP), keluarga penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), keluarga penerima bantuan Program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), keluarga penerima bantuan Program Indonesia Pintar (PIP), peserta Jaminan Sosial Keluarga (JSK) yang memenuhi kriteria dan mendapatkan rekomendasi dari instansi terkait, serta peserta Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang memenuhi kriteria dan mendapatkan rekomendasi dari instansi terkait.
Peserta program PBI BPJS harus merupakan warga yang memang benar-benar membutuhkan bantuan, agar pemerintah dapat mencapai tujuannya untuk memberikan layanan kesehatan yang pantas bagi seluruh penduduk Indonesia dengan baik dan tepat. Sayangnya, faktanya, di lapangan, masih ditemukan beberapa keluhan dari masyarakat terkait banyaknya PBI tak tepat sasaran.
Penerima bantuan iuran yang tidak tepat sasaran tersebut dapat menyebabkan ketidakadilan dan kerugian bagi program JKN dan masyarakat. Hal ini dapat mengakibatkan beban anggaran yang semakin besar dan mengurangi manfaat yang seharusnya diterima oleh penerima bantuan iuran yang memang berhak.
Masih banyaknya PBI yang tidak tepat sasaran di Indonesia bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Beberapa faktor tersebut antara lain seperti ketidakakuratan data, keterbatasan sumber daya, serta penyalahgunaan sistem. Â
Pertama, data PBI tidak selalu akurat dan up-to-date, sehingga banyak orang yang seharusnya mendapatkan bantuan tidak terdaftar sebagai PBI atau sebaliknya.
Kedua, proses verifikasi dan validasi penerima bantuan yang tidak ketat atau kurang mendetail memungkinkan adanya kesalahan atau penyimpangan dalam penentuan penerima.Â
Ketiga, yang mana yang paling berbahaya, ialah manipulasi atau penyalahgunaan data oleh pihak-pihak tertentu untuk keuntungan pribadi atau kelompok, yang menyebabkan penerima bantuan tidak tepat sasaran.Â
Keempat, program PBI membutuhkan sumber daya yang cukup besar dari pemerintah, terutama dalam hal anggaran, sehingga tidak semua calon PBI dapat terakomodasi. Hal ini membuat banyak orang yang seharusnya memenuhi syarat untuk menjadi PBI tetapi tidak mendapat bantuan.
Kelima, terdapat kemungkinan terjadinya penyalahgunaan sistem oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dalam menentukan kelayakan terkait siapa yang berhak menjadi seorang PBI. Penyalahgunaan sistem ini dapat mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan dana atau penyalahgunaan kekuasaan yang berdampak pada penyalahgunaan hak-hak masyarakat yang membutuhkan.
Untuk mengatasi hal-hal tersebut, kiranya pemerintah harus terus memperbarui data kependudukan dan sosial ekonomi secara berkala sehingga data yang ada akan selalu akurat serta pemeriksaan secara rutin untuk memverifikasi data yang sudah ada agar terhindar dari kesalahan dalam memberikan bantuan, lalu memperkuat sistem pengawasan dan pemantauan, bahkan jika diperlukan dengan menyertakan pelibatan masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan program PBI baik dalam proses verifikasi data dan pemantauan penerima manfaat.