Mohon tunggu...
Ariana Maharani
Ariana Maharani Mohon Tunggu... Dokter - MD

Pediatric resident and postgraduate student of clinical medical science at Universitas Gadjah Mada, Instagram: @arianamaharani

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Memperkuat Puskesmas Demi Menurunkan Angka Rujukan

24 Agustus 2023   10:48 Diperbarui: 24 Agustus 2023   17:38 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi puskesmas (KOMPAS.COM/DANI JULIUS) 

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau disebut sebagai BPJS Kesehatan menerapkan suatu skema rujukan bertingkat dalam pelaksanaan program jaminan kesehatan, yang disesuaikan dengan peran dan tanggung jawab setiap penyedia layanan medis. pada setiap levelnya. 

Di dalam skema tersebut terdapat sebuah sistem yang dapat dipergunakan oleh penyedia layanan medis atau tenaga kesehatan pada suatu level untuk mencari bantuan dari fasilitas yang lebih komprehensif dan atau fasilitas yang memiliki sumber daya yang lebih lengkap, guna mengalihkan pengelolaan kasus pasien kepada pihak lain. 

Dalam Peraturan Bersama Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Direktur Utama BPJS Kesehatan Nomor 2 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen (KBK) Pelayanan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dikatakan bahwa target pemenuhan indikator komitmen pelayanan rasio rujukan rawat jalan non spesialistik sebesar kurang dari 5% atau dengan kata lain, pada kasus-kasus yang seharusnya menurut regulasi dapat diselesaikan di tingkat primer, tingkat rujukannya tidak boleh melebihi dari lima persen, jika tidak maka FKTP yang bersangkutan akan mendapat "punishment" berupa pemotongan dana kapitasi 10% pada periode selanjutnya. 

Penulis menilai bahwa peraturan bersama sesungguhnya memiliki tujuan yang baik untuk melihat seberapa besar pemenuhan komitmen dari masing-masing Puskesmas untuk dapat secara tegas menilai mana kasus yang perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan atau FKTL seperti RS dan mana kasus yang dapat diselesaikan di tingkat Puskesmas. 

Namun, bagaimanapun, kiranya kita pun harus sama-sama menelisik kembali mengapa angka rujukan non-spesialistik di beberapa Puskesmas masih tinggi hingga kini. Menurut Data BPJS,  terdapat rujukan kasus non spesialistik yakni sebanyak 714 ribu kasus sepanjang 2014 -- 2017. 

Penelitian oleh Syamira pada tahun 2020 menunjukkan bahwa Puskesmas dengan rujukan yang meningkat disebabkan oleh rendahnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, tidak adanya SOP, minimnya sarana dan prasarana yang lengkap dan memadai, indikasi medis yang diderita pasien diluar kemampuan puskesmas, ketidaklengkapan obat-obatan dan bahan medis serta kurangnya pemahaman pasien terhadap sistem rujukan. 

Minimnya sarana dan prasarana yang lengkap dan memadai serta ketidaklengkapan obat-obatan dan bahan medis kiranya patut digarisbawahi agar pemerintah menjadikan faktor-faktor tingginya angka rujukan di FKTP sebagai pekerjaan rumah yang harus ditindaklanjuti segera. 

Tak bijak rasanya jika pemerintah menuntut Puskesmas untuk berkomitmen memberikan layanan rujukan non-spesialistik kurang dari lima persen saat pemerintah di sisi lain tak menyediakan apa saja yang menjadi hak-hak Puskesmas

Penulis setuju bahwa FKTP di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) memanglah harus berperilaku efektif efisien dalam melayani pasien. Merujuk pasien sesuai indikasi merupakan salah satu upaya untuk mencapai hal tersebut. Pengoptimalan layanan primer akan berpotensi menghemat biaya BPJS Kesehatan sebesar 49,1 milyar rupiah per tahun. 

Bagaimanapun, untuk mencapai penghematan biaya kesehatan tersebut pemerintah harus menyadari bahwa hal tersebut akan terjadi jika rujukan non-spesialistik sesuai dengan target yang telah ditetapkan. 

Oleh karena itu, mengingat banyaknya kasus-kasus non-spesialistik yang dirujuk ke FKTL disebabkan oleh sarana prasarana yang belum memadai untuk melakukan diagnosis hingga tatalaksana atau pengobatan, pemerintah harus segera mengambil langkah tegas untuk membuat Puskesmas mampu menjadi fasilitas kesehatan berdaya yang tidak lagi harus berada di tengah-tengah dilema harus merujuk kasus saat memang kasus tersebut tidak dapat ditangani namun juga berada di bawah bayang-bayang pemotongan dana kapitasi karena tingginya angka rujukan non-spesialistik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun