Mohon tunggu...
Ariana Maharani
Ariana Maharani Mohon Tunggu... Dokter - MD

Pediatric resident and postgraduate student of clinical medical science at Universitas Gadjah Mada, Instagram: @arianamaharani

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Refleksi Insiden Pengeroyokan Dokter

27 April 2023   10:35 Diperbarui: 27 April 2023   17:46 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Shutterstock via KOMPAS.com)

Beberapa waktu yang lalu terjadi sebuah insiden yang cukup memilukan. Insiden pengeroyokan terhadap dokter di Lampung Barat yang kabarnya sudah tersiar luas hingga memicu berbagai respons dari seluruh masyarakat.

Berawal dari masyarakat yang tak puas mengapa sakit perutnya tak kunjung hilang, berlanjut adu mulut, dan melakukan pengeroyokan terhadap seorang dokter yang sedang berjaga malam. Silakan membaca kronologi lebih lengkap di sini: "Kronologi Pasien Keroyok Dokter di Lampung, Tidak Terima Belum Sembuh hingga Cekik dan Banting Korban".

Hubungan pasien dan dokter adalah hubungan yang dilandasi oleh hubungan atau transaksi terapeutik. Objek yang diperjanjikan di antara keduanya adalah upaya untuk kesembuhan pasien, bukan kesembuhan pasien. Tidak serta merta saat dokter telah menentukan diagnosis beserta terapi lalu terapi tersebut diberikan dan kemudian pasien akan mencapai kesembuhan. Walau tetap saja para dokter sesungguhnya dalam hati kecilnya selalu berdoa, agar mereka yang mana berperan sebagai perantara tuhan dalam mengangkat penyakit seseorang, dapat melihat kesembuhan segera pada pasien-pasiennya.

Namun, wajib disadari bahwa terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pasien untuk mencapai kesembuhan. Bisa saja dokter berpraktik di tempat yang memiliki keterbatasan sumber daya (yang selanjutnya ditanggulangi dengan sebuah sistem bernama sistem rujukan), atau bisa saja sekalipun seorang dokter telah difasilitasi dengan sumber daya yang paling optimal, tak menutup kemungkinan pasien masih belum bisa mendapatkan kesembuhan karena respon pasien terhadap pengobatan pun dapat berbeda-beda, dan masih banyak lagi faktor lain yang berperan di lapangan dalam rangka mencapai kata kesembuhan.

Sehingga, penulis pribadi pun setuju jika beberapa waktu yang lalu dalam pembahasan RUU Kesehatan dalam Daftar Inventarisasi Masalah atau DIM di mana frasa awal yang diusulkan oleh DPR ialah, "Setiap orang berhak mendapatkan perawatan kesehatan hingga mendapatkan kesembuhan" berubah menjadi "Setiap orang berhak mendapatkan perawatan kesehatan sesuai standar pelayanan kesehatan."

Dalam rangka memahami bahwa transaksi terapeutik antara pasien dan dokter adalah sebuah upaya untuk kesembuhan, transaksi tersebut harus diiringi dengan komunikasi yang baik serta empati, dengan tujuan agar kedua pihak dapat saling mengerti. Tenaga kesehatan harus selalu memposisikan diri bagaimana rasanya sebagai pasien dan keluarga pasien.

Sebaliknya, pasien dan keluarga pasien pun seyogyanya dapat sebisa mungkin memposisikan diri sebagai tenaga kesehatan yang berada di dalam sebuah sistem yang masih jauh dari situasi ideal yang diharapkan.

Penting bagi tenaga kesehatan untuk selalu memposisikan diri sebagai pasien. Melihat dari perspektif para pasien adalah begitu penting. Pasien yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan, yang mana tentu saja datang dengan membawa keluhan akan penyakitnya, cenderung memiliki perasaan yang lebih sensitif daripada biasanya karena mereka khawatir akan keadaan yang dideritanya dan juga khawatir terhadap keluarga yang pikirannya terokupasi mengenai kemungkinan-kemungkinan terkait ke arah mana penyakitnya.

Dengan demikian, sudah seyogyanya tenaga kesehatan di fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan tak hanya memberikan pelayanan terhadap keluhan fisik maupun jiwa terkait penyakit yang diderita pasien, namun juga untuk turut menjaga perasaan pasien dan keluarga pasien yang mana pikirannya sedang bercabang.

Saya menyadari tak menutup kemungkinan munculnya ledakan-ledakan emosi dari pasien jika tenaga kesehatan pun tak berempati terhadap pasien dan tak memberikan edukasi yang baik, lengkap, dan dapat dipahami kepada para pasien dan keluarga pasien.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun