Mohon tunggu...
Ariana Maharani
Ariana Maharani Mohon Tunggu... Dokter - MD

Pediatric resident and postgraduate student of clinical medical science at Universitas Gadjah Mada, Instagram: @arianamaharani

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Informed Refusal di Mata Seorang Dokter

20 Oktober 2022   23:13 Diperbarui: 22 Oktober 2022   16:45 1317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang dokter memberikan edukasi kepada pasien. Sumber: Pexels/Thirdman via Kompas.com

Penolakan tindakan medis ini merupakan hak pasien yang berarti suatu penolakan yang dilakukan pasien setelah mendapatkan informasi yang lengkap oleh dokter. Penolakan tindakan medis adalah hak asasi dari seseorang untuk menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap dirinya sendiri. 

Undang-Undang Praktik Kedokteran atau UUPK Nomor 29 Tahun 2004 pada pasal 51 mengatur kewajiban dokter, yakni memberikan pelayanan medis yang sesuai dengan standar profesi maupun standar operasional prosedur dan juga kebutuhan medis pasien. 

Kewajiban dokter yang berhubungan dengan hak pasien terdapat dalam ketentuan pasal 53 ayat (2) Undang-Undang No. 23 tahun 1992 menyebutkan bahwa menghormati hak yang dimiliki oleh pasiennya serta memberi kesempatan pasien untuk melaksanakan haknya itu adalah kewajiban seorang dokter. 

Apabila dokter telah menjalankan kewajibannya dan pasien dalam menggunakan haknya memilih untuk menolak tindakan medik maka dokter terlepas dari segala akibat hukum yang timbul setelah penolakan tersebut.  

Secara teori, seharusnya saya akan sudah merasa lega saat pasien menandatangani surat penolakan rujukan tersebut. Jika ada suatu hal terjadi di masa depan, saya tentu saja sudah terlepas dari segala akibat hukum yang timbul dengan penolakan tersebut.

Namun, sebagai seorang dokter yang mengetahui jelas bagaimana prognosis pasien dan janin yang dikandung di dalamnya jika tak segera dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan, saya tak sedikitpun merasa lega. 

Tepat setelah keluarga pasien menandatangani surat tersebut, saya tetap mengedukasi secara perlahan kepada anggota keluarga lain yang sebenarnya tak dominan dalam pengambilan keputusan agar memahami kondisi pasien dan mau berembuk kembali, tak lain hanya untuk keselamatan pasien. 

Akhirnya, keluarga pasien berubah pikiran dan bersedia untuk dirujuk serta membatalkan surat penolakan rujukan yang sebelumnya sudah mereka tandatangani.

Saya bersyukur saya diberikan kesempatan mengenyam pendiidkan kedokteran dan kemudian menjadi seorang dokter. 

Saya bertemu dan memberikan edukasi kepada banyak orang dengan berbagai latar belakang pendidikan, sosial ekonomi, budaya, dan lain sebagainya yang tak semudah seperti yang awalnya saya kira. 

Saya bersyukur dengan menjadi seorang dokter tak membuat saya berhenti untuk terus memikirkan kondisi pasien bahkan saat saya seharusnya sudah lega terbebas dari segala akibat hukum yang ditimbulkan karena tindakan penolakan medis/rujukan yang dinyatakan oleh pasien. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun