Sering kali merasa sesak saat bernafas ? Cuaca tidak menentu? atau merasa kepanasan saat beraktivitas diluar ruangan? Ya, itu semua merupakan dampak yang ditimbulkan dari pelepasan emisi karbon ke atmosfer bumi kita. Emisi karbon adalah gas yang keluarkan dari hasil pembakaran senyawa -- senyawa yang mengandung karbon seberti karbon dioksida (CO2), bahan bakar seperti bensin, solar dan gas LPG dan bahan bakar lainnya. Karbon yang dilepaskan ke udara dapat memicu rusaknya atmosfer kita hingga mengakibatkan perubahan iklim seperti pemanasan suhu udara. Untuk menyiasati hal itu, maka tindakan pengurangan emisi harus dilakukan secara masif dengan memperhitungkan jejak karbon yang dihasilkan.
Jejak karbon merupakan jumlah emisi CO2 Â hingga zat -- zat rumah kaca yang berhubungan dengan segala jenis aktivitas manusia di muka bumi secara individual maupun kolektif.
Kebakaran hutan besar -- besaran di provinsi Quebec, Kanada adalah salah satu peristiwa pelepasan karbon besar -- besaran yang menurut beberapa pakar disebabkan karena adanya peubahan iklim yang terjadi. yang mana, dampak dari peristiwa ini tidak hanya terasa pada wilayah di Kanada saja, namun hingga ke negara tetangganya, Amerika Serikat.
Penampakan langit kota New York, Amerika Serikat yang tertutup asap tebal kemerahan akibat dari kebarakan hutan di provinsi Quebec, Kanada.
Dilansir dari voaindonesia.com, Mark Chocrane, pakar kebakaran hutan dari University of Maryland mengungkapkan bahwa kebakaran hutan saat ini paling cepat menyebar saat cuaca panas, kering dan berangin. Menurutnya saat ini suhu provinsi Quebec jauh lebih panas dari biasanya. Kondisi seperti ini menurutnya semakin sering terjadi karena adanya perubahan iklim.
Tidak hanya di Kanada, peristiwa -- pristiwa semacam itu saat ini makin banyak terjadi di belahan bumi kita. Bagaimana tidak? Pelepasan karbon yang dihasilkan dari aktivitas kita sehari - hari semakin tidak terkendali. Kurangnya kesadaran kita untuk melakukan langkah pengurangan emisi juga masih rendah. Peristiwa peristiwa seperti ini akan menimbulkan efek domino yang berketerusan oleh akibat dari jejak karbon yang dihasilkan.
Tak heran jika menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), sebuah badan PBB yang menganalisis ilmu pengetahuan seputar perubahan iklim, mengungkapkan fakta bahwa pemanasan ekstren hingga gelombang panas hampir telah  pasti semakin sering terjadi  sejak tahun 1950 hingga saat ini, sementara itu peristiwa peninginan semakin jarang terjadi. yang berakibat pada mencairnya glester secara global yang 90% dipengaruhi oleh pelepasan karbon pada kehidupan kita.
Menurut World Resource Institute, pada tahun 2018, Indonesia menempati posisi ke-8 sebagai negara dengan penghasil emisi karbon terbesar di dunia. Sebuah fakta yang ironi, sebagai salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia, nampaknya hal itu belum cukup untuk mendukung pengurangan emisi di Indonesia. Hal itu membuktikan bahwa fenomena emisi karbon di Indonesia tidak kalah tinggi dengan tingginya hutan  yang secara strategis berfungsi sebagai penyerap karbon.
Sementara itu, pemerintah Indonesa terus mengupayakan langkah -- langkah dalam pengurangan emisi karbon yang biasa disebut dengan net zero carbon pada tahun 2060. Dilansir dari cnbcindonesia.com, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian (ESDM) Dadan Kusdiana mengungkapkan upaya -- upaya tersebut diantaranya:
- Sektor transportasi, pemerintah terus berupaya pempercepat program konversi kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan bertenaga listrik dengan membangun segala infrastruktur pendukung hingga subsidi pembelian unit kendaraan listrik.
- Sektor bangunan gedung, usaha untuk menjalin komunikasi dengan para pemangku kepentingan dalam hal pengelolaan gedung untuk mempertimbangkan konsumsi energi dan pelepasan karbon tanpa menghilangkan aspek keamanan dan kenyamanan.
- Sektor rumah tangga, pemerintah melakukan standadisasi pada produksi peralatan rumah tangga berkaitan konsumsi energi dan karbon yang dilepaskan dari peralatan tersebut.
- Sektor Energi, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebagai penghasil energi listrik rendah karbon saat ini banyak dlakukan dalam skala besar maupun kecil.
- Pengelolaan sampah, besarnya jumlah sampah rumah tangga diupayaakan dengan pengolahan menjadi energi listrik, dan menekan jumlah produksi sampah dengan standardisasi bahan material produksi yang dapat didaur ulang.
Melalui upaya -- upaya diatas, Indonesia menargetkan pengurangan emisi karbon dapat berkurang sebanyak 400 juta ton pada tahun 2030. Namun target tersebut tentu akan sulit tercapai  tanpa dibarengi dengan usaha kita untuk  pengurangan emisi dalam kehidupan sehari -- hari. Langkah kecil yang kita lakukan akan sangan berarti bagi kehidupan di bumi di masa yang akan datang. Sebagai manusia yang peduli akan bumi kita, langkah -- langkah berikut ini bisa membantu bumi kita dan orang -- orang di masa depan agar terselamatkan dari 'kiamat iklim' :