Mohon tunggu...
hasan saropi
hasan saropi Mohon Tunggu... pansiunan -

Berbagi pengetahuan dan pengalaman.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Negara aneh

7 Januari 2011   23:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:51 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengikuti perkembangan situasi Negara sekarang jadi bingung. Negara apa ini? Program pemberantasan korupsi gencar diteriakkan dimana-mana.  Politikus menjadikannya jargon untuk menarik simpati dan dukungan rakyat. Presiden berjanji akan memimpin sendiri pemberantasan korupsi sejak dari kampanye pemilihan Presiden.  Anggota DPR membuat  gaduh mau membongkar kasus korupsi disamping ada yang diam-diam melakukan korupsi. Media massa terutama TV One menggelar berbagai program dengan topik masalah korupsi. KPK yang dibentuk karena merasa institusi yang ada mandul memberantas korupsi, melakukan berbagai upaya penindakan maupun pencegahan masalah korupsi. Para pengamat, LSM , Tokoh yang merasa bersih berbicara gencar menyoroti masalah korupsi. Berbagai pejabat atau mantan pejabat digeret ke sidang pengadilan korupsi.  Semua tujuannya ingin menggambarkan korupsi tidak disukai, perlu diberantas , perlu dilenyapkan dan menjadi tindakan haram dalam mengelola Negara. Namun apa yang diperaktekkan oleh Pemerintah dan sebagian rakyat? Mari kita simak siluet drama kehidupan yang nampak, boleh juga tambahkan sendiri yang serba tidak tampak atau yang ditutupi agar tidak tampak atau pun tidak tercium baunya.

Terkabarkan bahwa pasangan Walikota Tomohon Sulawesi Utara dilantik untuk priode kedua  sementara sedang menjalani persidangan selaku terdakwa korupsi.  Korupsi yang didakwakan sebesar 19,8 milyar rupiah terhadap APBD th 2006- 2008. Kasusnya  telah  diusut atau disidik sejak tahun 2009. Sekarang mulai disidangkan sejak 3 Januari 2011 . Aneh orang sedang disidik kok bisa ikut calon lagi dan menang pula dalam pemilihan oleh rakyat.   Dan lebih aneh lagi Pengadilan mengizinkan untuk dilaksanakan pelantikan. Bahkan lebih aneh lagi kabarnya KPK memberi izin, dan katanya siap untuk mengawal. Jika dikaitkan dengan aturan umum bilamana  pegawai negeri dilakukan penyidikan, maka dikenakan schorsing dengan gaji 2/3. Kemudian setelah menjadi terdakwa dan menjalani hukuman gaji 1/2. Bahkan sampai mendapat pemecatan.  Apa aturan umum ini sudah berubah? Bagaimana mungkin, dimana logikanya,  seorang pejabat sedang  menjalani proses Pengadilan masih memegang dan berkuasa mengambil keputusan penting,  termasuk otorisasi keuangan negara.  Atau mungkin menurut logika era reformasi justru itu yang benar. Bagi yang tidak sepaham dengan itu  adalah kuno. Itu pemikiran orde Baru atau orde Lama ataupun itu teori lama, beda dengan  di era dunia serba maya ?

Katanya Pemerintah komitmen untuk memberantas korupsi. Biaya milyaran untuk membentuk KPK bahkan untuk memilih seorang ketua KPK saja harus biayanya  milyaran serta hiruk pikuk silang pendapat siapa yang cocok tampil . Silang pendapat dimassmedia, di DPR bahkan di warung kopi. Maksudnya tentu agar pemberantasan korupsi  bisa maksimal seperti yang diharapkan.
Katanya juga penghukuman harus memngandung efek jera. Jera agar yang bersangkutan tidak berbuat lagi dan bagi yang lain tidak berbuat hal yang sama.  Bagaimana bisa mengandung efek jera. Lha jelas-jelas disidik dan didakwa sebagai pelaku korupsi masih bisa menjabat ditempat dan posisi yang sama.  Selain itu orang yang selama ini selesai menjalani hukuman sebagai pelaku korupsi tanpa malu dan segan masih bercokol memegang jabatan  yang selalu tampil didepan publik.  Pendukung dan yang bersangkutan tanpa risi masih berkoar dihadapan publik. Lihat saja Ketua PSSI , segencar yang menyerangnya segencar itu juga pendukungnya bereaksi. Dan yang bersangkutan tetap ingin tampil seperti orang hebat tanpa ada rasa sungkan. Menyalami Presiden lagi di depan publik yang katanya  sebagai Presiden akan memimpin sendiri pemberantasan korupsi.

Siluet lain dimainkan pelaku korupsi yang bikin heboh dunia perpajakan seorang bernama Gayus yang banyak memakan korban terseret-seret kasusnya. Ada Polwan, ada pamen, Jendral, Hakim dan mungkin juga Jaksa. Termasuk Susno Duaji  sang Jendral bintang tiga yang meneriakkan adanya kasus gak bener , terseret juga  sebagai terdakwa kasus korupsi. Orang yang sudah bikin heboh, tambah heboh lagi bisa jalan-jalan ke Bali dan sekarang terungkap jalan-jalan keluar negri. Bisa bikin paspor baru . Kan aneh, orang dalam setatus kurungan dijaga ketat  oleh petugas pilihan masih  bisa berbuat yang orang  bebas merdeka  saja gak banyak yang bisa melakoninya. Lha, Gayus bisa lenggang kangkung melewati pintu-pintu cek poin pemeriksaan. Apa mungkin pake ilmu tuyul dan sirep ?

Sebelumnya juga dikagetkan  dengan pernyataan KPK yang menetapkan Gubernur Sumatera  Utara dijadikan tersangka pelaku korupsi ketika menjabat Bupati.  Juga KPK menetapkan 25 Anggota DPR /mantan Anggota DPR dijadikan tersangka penerima suap  pemilihan Deputi Gubernur menyusul kawan-kawannya yang telah dihukum. Termasuk juga orang yang suka bersuara lantang. Agar tidak malu dan menunjukkan merasa bersih berbalik menggugat bahkan menuduh Hakim berbuat salah. Kawan-kawan pun melakukan pembelaan, ini bukan kasus prioritas yang prioritas bongkar dulu kasus Century. Bahkan ada yang melempar issu yang diusut hanya dari kelompok diluar Partai berkuasa. Partai berkuasa bebas adem ayem , bahkan dituduh sebagai bunker para pelaku koruptor.

Belum cukup keanehan di  republik tergelar , muncul lagi orang pelaku korupsi/ penyelewangan pupuk bisa gak menjalani hukuman. Orang lain yang gak ada sangkut pautnya yang masuk penjara  secara sukarela karena dibayar. Peraktek yang aneh dimainkan oleh orang-orang punya kuasa membunyikan pasal-pasal hukum .  Saya rasa gak  ada dalam teori hukuman maupun teori hukum. Mungkin hanya  saya saja yang belum baca teori tersebut , maklum hanya "the man on the street".  Penonton yang merasa lebih pintar dari yang bermain. Bukankah sudah terbit teori baru di era reformasi ?

Kalau pernik-pernik masalah korupsi seperti tersebut diatas menjadi fenomena Kenegaraan ,  jangan harap pemberantasan korupsi akan berhasil. Bahkan mungkin yang terjadi orang akan berpikir  lebih baik korupsi sebanyak-banyaknya , lalu dengan uang itu semua bisa ditutupi bahkan bisa  membeli suara dukungan. Percuma KPK menjalankan penyidikan dan penuntutan ditambah  program pencegahan dengan melarang menerima  parcel, penerimaan tiket gratis, pemeriksaan uang gentong pejabat melaksanakan hajatan perkawinan .  Dan macam-macam  program yang kelihatannya bagus , namun tidak ada guna dan hasilnya kalau masalah korupsi tidak berkurang dan tidak ada efek jera.  Lalu mau diapakan Republik ini, oleh siapa dan bagaimana  melakukannya agar kegaduhan seperti itu bisa tidak terjadi lagi ? Atau kita biarkan saja sampai berevolusi sendiri .

Januari 2011, Aria 8.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun