Mohon tunggu...
Ari Widodo
Ari Widodo Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Apapun yang kau kerjakan, keteguhan dalam berproses membuahkan hasil yang indah, percayalah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dinamika CSR (Corporate Social Responsibility) dan Polemik Agen Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia

18 Desember 2021   10:00 Diperbarui: 18 Desember 2021   10:09 1192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Latar Belakang Masalah

Indonesia menjadi salah satu negara berkembang yang orientasinya masih terdapat banyak pengembangan sumber daya alam. Konsep pengembangan sumber daya alam tidak terlepas dari peran-peran sosial manusia dalam dinamika kehidupan. Dinamika tersebut merupakan sebagai sebuah perubahan yang akan terus berjalan. Keterlibatannya berada pada setiap aspek masyarakat, salah satunya melalui lembaga atau perusahaan. Konsepsi perusahaan sebagai pengembang dan tanggung jawabnya dalam aspek sosial merupakan konsekuensi dan hubungan timbal balik yang tetap harus dijalankan. Namun pada kenyataannya, problematika atau permasalahan dalam aspek sosial tidak terlepas dari lingkungan yang meliputi kawasan perusahaan tersebut. Permasalahan lingkungan dan penduduk dalam pembangunan kawasan perusahaan atau industri tidak menyelesaikan ujung. Setiap pembangunan perusahaan baik yang sifatnya langsung ataupun tidak langsung masih menyisakan polemik baik sebelum perusahaan tersebut berdiri maupun setelah perusahaan tersebut berdiri.

Dalam konteks pandemi Covid-19 saat ini, dilansir dari smeru.or.id (26/07/21), terkait krisis ekonomi, salah satu indikatornya adalah angka pertumbuhan ekonomi. Pada 5 Mei 2021, Badan Pusat Statisitik (BPS) merilis laporan bahwa perekonomian Indonesia tumbuh sebesar -0,74% pada triwulan pertama 2021. Kondisi perekonomian pada triwulan pertama 2021 tersebut jauh lebih rendah dibandingkan kondisi sebelum pandemi meski menunjukkan perbaikan bila dibandingkan dengan kondisi pada 2020. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia masih berada di bawah laju kondisi normal sebelum terjadi pandemi. Pada saat yang sama, laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita (ukuran kesejahteraan rata-rata nasional) juga turun sebesar 3,15% pada 2020. Artinya, terjadi penurunan tingkat kesejahteraan rumah tangga Indonesia selama 2020 dibandingkan 2019.

Perhatian terhadap masalah alam sekitar, sosial-ekonomi (kemiskinan) dan adanya tekanan dari masyarakat yang dituangkan melalui peraturan perundang-undangan telah mengubah cara masyarakat dalam menjalankan bisnis. Keinginan untuk menjamin pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) membawa pada pembahasan yang luas mengenai konsep CSR. Pembangunan hakikatnya adalah sebagai sebuah proses perubahan yang berlangsung secara terencana, dikehendaki, sadar dan berkelanjutan. Atas dasar itu pembangunan merupakan tanggung jawab semua elemen mulai dari masyarakat, swasta dan pemerintah. Pembangunan yang berkelanjutan harus memperhatikan aspek adanya upaya cek dan keseimbangan dengan hal tersebut menunjukkan partisipasi masyarakat dalam hal mengawasi kebijakan pemerintah dan partisipasi pihak swasta atau perusahaan dalam memengaruhi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Di era saat ini pembangunan terus mengalami penyesuaiannya yang menjadikan perusahaan tidak hanya dihadapkan pada tanggung jawab untuk memperoleh hal ekonomis berupa keuntungan, profit, dan lain sebagainya, tetapi juga harus memperhatikan aspek-aspek sosial serta lingkungan.

Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan sebagai sebuah tanggung jawab sosial perusahaan yang dapat mensinergikan aspek dalam hal pembangunan berkelanjutan dalam kehidupan bermasyarakat. CSR tersebut sudah termasuk kedalam standar internasional yang merupakan kewajiban tiap perusahaan untuk dapat menjalankan kewajibannya saat memiliki sertifikasi ISO 26000. Namun permasalahannya adalah peraturan hukum mengenai pelaksanaan CSR tersebut dinilai tidak jelas dan masih memiliki penjelasan yang minim sehingga mengakibatkan para pelaku usaha salah kaprah. Hal tersebut dilansir dari Investor.id (19/07/20) sesuai yang dinyatakan oleh Dewi Novirianti Managing Partner Law Firm bahwa pengaturan atau regulasi mengenai CSR masih kurang jelas walau sudah ada UU namun belum ada PP (Peraturan Pemerintah).

Kurang jelasnya regulasi mengenai CSR di Indonesia sebagai sebuah konsekuensi problematika dalam masalah sosial dan lingkungan hidup, masih terdapat perusahaan-perusahaan nakal yang tidak memperhatikan SOP atau standar-standar yang sudah ditetapkan. Dilansir dari posberitanasional.com (30/11/21), kasus pembuangan limbah di Gunung Putri tak luput dari kurang tegasnya Dinas Lingkungan Hidup, warga mengeluhkan pembuangan limbah ke aliran kali Cileungsi, Situ yang disaksikan oleh warga.

Analisis

Pemahaman CSR didasarkan oleh pemikiran bahwa bukan hanya Pemerintah melalui penetapan kebijakan publik (public policy), tetapi juga perusahaan harus bertanggungjawab terhadap masalah-masalah sosial. Bisnis didorong untuk mengambil pendekatan pro aktif terhadap pembangunan berkelanjutan. Konsep CSR juga dilandasi oleh argumentasi moral. Tidak ada satu perusahaan pun yang hidup di dalam suatu ruang hampa dan hidup terisolasi. Perusahaan hidup di dalam dan bersama suatu lingkungan. Perusahaan dapat hidup dan dapat tumbuh berkat masyarakat dimana perusahaan itu hidup, menyediakan berbagai infrastruktur umum bagi kehidupan perusahaan tersebut, antara lain dalam bentuk jalan, transportasi, listrik, pemadaman kebakaran, hukum dan penegakannya oleh para penegak hukum (polisi, jaksa dan hakim).

Tumbuhnya tingkat kepedulian kualitas kehidupan, lingkungan, dan harmonisasi sosial dapat mempengaruhi aktivitas dunia bisnis dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Atas dasar hal tersebut, lahirlah tuntutan terhadap peran perusahaan agar mempunyai CSR melalui peraturan perundangundangan yang ada. Namun, yang menjadi pertanyaannya adalah, apakah konteks pelaksanaan CSR yang telah digariskan oleh undang-undang ini telah berjalan sebagaimana mestinya, ataukah kegiatan CSR menjadi menu wajib bagi perusahaan untuk dilaksanakan berdasarkan kesadaran (di luar kewajiban yang digariskan undang-undang). Kenyataannya, tidak sedikit pelaksanaan CSR masih terkesan asal-asalan serta belum menyentuh kepentingan masyarakat secara optimal.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dijelaskan bahwa CSR adalah komitmen perusahaan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perusahaan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 telah mengubah paradigma mengenai CSR, yang awalnya bersifat sukarela (voluntary) berdasarkan pertimbangan moral dari perusahaan menjadi kewajiban (mandatory) hukum yang wajib dilaksanakan oleh perusahaan.

Pembangunan ekonomi juga dipengaruhi oleh fondasi sosial bagi kehidupan, seperti pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan, perdamaian dan keadilan, hak berpolitik, kesetaraan sosial, kesetaraan gender, pemukiman, energi, air dan jejaring sosial. Terdapat landasan sosial di atas mana peri kehidupan manusia berlangsung dan menentukan kualitas hidup. Sehingga K. Raworth dalam bukunya Doughnut Economics (Oxfam International, 2012) mengumpamakan bahwa “the safe and just space for humanity” terletak antara ecological ceiling dan social foundation — bagaikan roti donat yang terdiri dari dua belah roti yang menghimpit daging.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun