If the whole world was a country, Istanbul would be its capital
(Napoleon Bonaparte)
Quote di atas sepertinya cukup menggambarkan betapa terpikatnya Napoleon dengan Istanbul. Walaupun saya tidak tahu pasti apakah Napoleon berkata seperti itu karena kecantikan Istanbul, atau karena lokasinya yang merupakan pertemuan dua benua yaitu Eropa dan Asia sehingga menjadikannya sangat strategis, atau karena sejarah panjang kota Istanbul sebagai ibukota berbagai peradaban.
Jujur, sampai beberapa waktu yang lalu, Turki bukanlah negara impian saya. Turki kalah tenar dengan negara-negara yang memenuhi imajinasi dan impian saya yang sepertinya sangat dipengaruhi bacaan-bacaan di masa kecil. Membaca Heidi membuat saya bermimpi suatu saat bisa mengunjungi Swiss dan pegunungan Alpennya. Membaca Malory Towers, Lima Sekawan dan buku-buku Enid Blyton lainnya membuat saya ingin pergi ke Inggris agar bisa merasakan sekolah-sekolah asrama dan suasana countryside di sana. Atau dulu sewaktu SD saya suka melihat buku atlas dunia yang ada gambar 7 keajaiban dunia seperti menara Pisa dan menara Eiffel, membuat saya juga bermimpi bisa pergi ke Prancis dan Italia. Ketika kuliah dan mulai sedikit belajar tentang Islam, saya bermimpi bisa sholat di depan Ka’bah (semoga Allah mengizinkan, aamiin) dan Cordoba di Spanyol untuk melihat peninggalan masa keemasan Islam. Sedangkan Turki? Sampai dua tahun yang lalu sih bukan menjadi wish list tujuan yang ingin saya kunjungi hehehe. Keinginan pergi ke Turki baru muncul setelah mendengar keindahannya dari cerita teman-teman yang pernah berkunjung ke sana.
Alhamdulillah minggu lalu akhirnya saya sampai juga di Istanbul. Walaupun ide pergi ke sana cukup mendadak sehingga persiapannya pun mepet (kurang dari sebulan) untuk booking tiket, hotel, menyusun itinerary dan mengurus visa. Tapi untungnya mengurus visa Turki cukup mudah karena Turki menggunakane-visa. Kita tinggal mengisi form yang ada di website https://www.evisa.gov.tr , membayar visa fee menggunakan credit/debit card ($45/orang), dan beberapa saat kemudian kita sudah bisa mendapatkan visa yang dikirim lewat email kita. Menyusun itinerary perjalanan adalah hal yang paling memusingkan. Bagaimana tidak pusing jika dana yang tersedia sangat terbatas sedangkan tempat-tempat yang ingin dikunjungi sangat banyak hehehe. Istanbul dengan pusat sejarah Islamnya, Cappadocia yang terkenal dengan wisata balon udaranya, Pamukkale dengan kolam terasnya yang seperti kapas, atau pantai-pantai yang indah di Antalya dan masih banyak lagi tempat-tempat indah lainnya di Turki. Namun setelah melalui pertimbangan yang panjaaang sekali (sambil bolak-balik buka dompet hihihi) , diputuskan tujuan kali ini cukup berkeliling Istanbul saja hahaha.
Istanbul atau Constantinopel yang didirikan sejak tahun 660 sebelum Masehi telah menjadi ibukota empat zaman kekaisaran, yaitu ibukota kekaisaran Romawi, kekaisaran Byzantium, kekaisaran Romania, dan terakhir kekaisaran Ottoman. Dinasti Ottoman yang beragama Islam ini berkuasa sejak abad 15 sampai awal abad 20 dan pernah menjadi salah satu kerajaan yang paling berpengaruh di dunia. Baru pada tahun 1923, kerajaan Ottoman ini kemudian diganti menjadi negara Republik Turki oleh Mustafa Kemal Pasha. Sampai tahun 1920an tersebut, banyak negara Eropa yang menyebut Istanbul dengan Constantinopel, sehingga Mustafa Kemal Pasha kemudian menyurati negara-negara di seluruh dunia untuk mengumumkan bahwa Istanbul resmi menggantikan nama Constantinopel. (Setelah sekian lama penasaran Constantinopel itu dimana, saya baru tahu kalau Constantinopel itu ternyata Istanbul hahaha parah deh gue).
Salah satu yang saya kagumi dari Istanbul adalah peninggalan dari masing-masing zaman kekaisaran tersebut yang masih terawat dengan baik. Tidak heran jika sebagian area di Istanbul ditetapkan sebagai World Heritage Site oleh UNESCO. Tempat-tempat bersejarah tersebut seperti Blue Mosque, Hagia Sophia, Topkapi Palace, Hipodrome, atau Basilica Cistern yang letaknya saling berdekatan,menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat tujuan para wisatawan. Di sepanjang area tersebut ribuan turis dari berbagai negara bercampur baur.Pemerintah kota Istanbul rupanya merawat dengan baik kawasan tersebut, sehingga walaupun dikunjungi puluhan ribu turis setiap harinya, suasana di sekitar tempat itu cukup bersih dan rapi. Taman yang memisahkan Blue Mosque dan Hagia Sophia juga ditata cukup cantik. Jika udara tidak terlalu panas seperti saat itu, sepertinya saya betah menghabiskan sore dengan hanya duduk-duduk di taman itu, mengagumi kemegahan Blue Mosque dan Hagia Sophia sambil menikmati hangatnya jagung rebus atau bakar yang banyak dijajakan di sekitar taman itu.
[caption id="attachment_340047" align="alignleft" width="300" caption="Blue Mosque"][/caption]
[caption id="attachment_340048" align="alignleft" width="300" caption="Hagia Sophia"]
Di belakang Hagia Sophia kita bisa menemukan komplek Topkapi Palace. Topkapi Palace ini dulu merupakan tempat tinggal resmi para Sultan Ottoman dan saat ini diubah fungsinya menjadi museum.
Sebenarnya saya lebih suka menggunakan jasa tur jika berjalan-jalan di tempat baru, apalagi tempat yang penuh sejarah seperti Istanbul, karena kita bisa mendapatkan cerita tentang masing-masing tempat bersejarah tersebut. Tetapi karena ternyata harga jasa tur mengelilingi Istanbul sangat mahal, (bisa mencapai 800 ribu rupiah per orang hiks) maka dengan terpaksa kali ini kami jalan-jalan sendiri saja, tanpa tur. Ngga mau keluar duit berarti harus mau keluar tenaga dong, sehingga sebelum pergi, saya terpaksa menyibukkan diri mencari info dari mbah Google dan mbak Wiki tentang sejarah berbagai tempat atraksi utama di Istanbul hehehe. Dari sanalah saya tahu bahwa Topkapi Palace ini ternyata menyimpan benda-benda yang sangat bersejarah, seperti tongkat nabi Musa, pedang nabi Daud, pedang nabi Muhammad dan para sahabat, dan masih banyak benda bersejarah lainnya sehingga Topkapi Palace menjadi salah satu tujuan utama kami di Istanbul.
Istanbul adalah kota perbukitan yang dibelah oleh selat Bosphorus sehingga membuat Istanbul menjadi satu-satunya kota yang berada di dua benua yaitu Eropa dan Asia. Jika kita sempat mengelilingi kota Istanbul, hampir sepanjang jalan kita bisa melihat hamparan laut dan pemandangan sisi lain kota Istanbul. Indah sekali… Apalagi banyak taman-taman dan ruang publik yang terawat baik di sepanjang pinggir pantai. Kita juga bisa menikmati indahnya Istanbul dari Selat Bosphorus. Dengan naik kapal feri yang cukup banyak beroperasi di sana, maka kita dapat melihat dua sisi Istanbul sekaligus, sisi Eropa dan sisi Asia. Tapi jika anda adalah orang yang mudah mabuk laut (seperti saya hehehe), sepertinya naik feri ini bukan merupakan pilihan yang baik. Air laut yang cukup kuat ombaknya membuat feri yang saya naiki sering bergoyang-goyang. Alhasil saya lebih sering memejamkan mata untuk menghindari mabuk laut daripada menikmati pemandangan . Ngga keren banget kan kalau sampai muntah di atas feri hahaha.
Alternatif untuk menikmati keindahan kota Istanbul adalah dengan mengikuti tur bus sightseeing yang mengelilingi kota Istanbul. Selain bisa melihat dan mendengar cerita berbagai tempat bersejarah, kita juga berkesempatan melewati jembatan Bosphorus yang megah. Percayalah, pemandangan kota Istanbul dari atas jembatan Bosphorus sangat indah.
Dan sayapun jatuh cinta dengan Istanbul… (lebay hahaha)
[caption id="attachment_340050" align="alignleft" width="300" caption="Selat Bosphorus"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H