Mohon tunggu...
Arijanto Johanes
Arijanto Johanes Mohon Tunggu... -

Mari kita jaga bumi ini.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perjalanan Mendaki Rinjani Dalam Sehari

15 Desember 2011   12:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:13 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_150022" align="alignleft" width="300" caption="Danau Segara Anak dan Gunung Barujari"][/caption] Gunung Rinjani merupakan salah satu primadona wisata pulau Lombok. Pesona gunung ini terdapat pada Danau Segara Anak, yang sebenarnya merupakan kaldera dari gunung Rinjani. Di tengah danau tersebut, terdapat Gunung Barujari -sering disebut anak Rinjani-, gunung berapi kecil yang terbentuk dari dasar danau. Dengan ketinggian3726 mdpl menjadikan Rinjani sebagai gunung berapi tertinggi ke dua di Indonesia setelah Kerinci.

Beberapa biro wisata menawarkan paket pendakian lengkap, dimulai dari penjemputan di bandara, akomodasi selama pendakian ke puncak hingga pengantaran kembali ke bandara. Jalur pendakian yang umum adalah dari desa Senaru dan Sembalun Lawang. Untuk mencapai kedua desa tersebut, pendaki lebih baik menyewa mobil, karena tidak ada angkutan dari Mataram yang langsung melewati kedua desa tersebut. Dari Mataram sampai Sembalun dengan waktu tempuh 5-6 jam, harga sewa mobil sekitar Rp 350 ribuan bersih.

Pos masuk Senaru berada di ketinggian 600 mdpl, sedang pos masuk Sembalun Lawang 1155 mdpl. Hal ini membuat Jalur Senaru lebih panjang dibanding Sembalun, tetapi pemandangannya lebih bagus dan tidak membosankan karena banyak melewati hutan. Kedua jalur ini bertemu di sekitar Plawangan Sembalun. Saat itu anak Rinjani sedang aktif, tetapi belum masuk fase bahaya sehingga pendakian masih diijinkan. Tentunya hal ini akan menjadi bonus pemandangan yang langka dan tak terlupakan.

Tidak seperti umumnya pendakian yang berkemah dalam perjalanan, kali ini penulis bersama beberapa teman mencoba untuk mencapai puncak dalam sehari perjalanan bolak balik lewat jalur Sembalun. Ransel cukup diisi air minum 3 liter, 2 bungkus nasi, 2 buah roti, kismis, jas hujan dan kaus ganti. Berikut ini kisah pendakian yang dilakukan pada bulan Mei 2010.

Subuh itu cuaca cerah sekali. Waktu menunjukkan pukul 04.12 saat pendakian dimulai dari pos perijinan yang terletak persis di tepi jalan raya. Suasana begitu senyap, angin dingin berhembus sepoi-sepoi, bintang bertaburan menghiasi langit yang masih gelap pekat. Beberapa penginapan terdapat di sepanjang jalan ini. Semakin jauh jalan semakin rusak, dengan lahan sayuran penduduk di kedua sisinya. Sorot lampu senter di kepala sangat membantu dalam menghindari lubang di jalanan yang gelap gulita. Selepas ladang, jalanan kemudian menyempit menjadi jalan setapak dengan semak-semak di kedua sisinya.

Jalur mulai memasuki medan terbuka saat matahari bersiap untuk terbit. Sejauh mata memandang tampak kilauan warna kuning ilalang menghampar di lembah nan luas. Gunung Rinjani tampak begitu tegar mempesona di depan mata. Sepertinya terlihat dekat, tetapi kenyataannya masih dibutuhkan waktu berjam jam lagi untuk mencapai puncaknya. Jalur relatif landai, beberapa kali melewati perbukitan dan jembatan beton diatas jurang. Jam 06.31 sampailah di Pos 1 Pemantauan yang terletak di tengah-tengah padang ilalang. Luasnya padang ilalang ini membuat jalur terasa membosankan seperti tak berujung. Pemandangan yang sama masih akan terus ditemui hingga pos 2 Trengengean. Mendekati pos 3 Padabalong barulah dijumpai beberapa pohon dan bebatuan serta sungai bekas aliran lava yang telah membatu. Sampai dengan pos 3 jalur masih menanjak ringan. Waktu menunjukkan pukul 07.35 saat sampai di pos 3. Pos pos tersebut hanyalah bangunan sederhana beratap seng tanpa dinding. [caption id="attachment_149678" align="alignleft" width="300" caption="Padang Ilalang di Awal Pendakian"][/caption] [caption id="attachment_149679" align="alignright" width="300" caption="Pos 1 dengan Latar Belakang Gunung Rinjani "][/caption] Setelah pos 3, jalur langsung menanjak terjal cukup panjang. Jalur berbukit-bukit ini seolah tak ada habisnya, sehingga jalur ini dijuluki bukit penyiksaan. Ada satu jalur lagi yang lebih memutar sehingga tidak terlalu terasa tajam tanjakannya. Jalur ini dinamai jalur penyesalan. Tidak ada yang tahu pasti sejarah penamaan kedua jalur tersebut. Benar benar menguras tenaga untuk melewati jalur berbukit yang berujung di Plawangan Sembalun ini. Tipisnya oksigen mulai terasa saat mendekati Plawangan. Plawangan berasal dari kata lawang yang artinya pintu. Jadi bisa diartikan sebagai pintu menuju puncak. Sepanjang perjalanan sering ditemui portir-portir memikul barang-barang pendaki. Badan mereka kurus kurus namun fisiknya sangat kuat. Beberapa diantaranya bertelanjang dada dan hanya memakai sandal jepit, langkah mereka begitu ringan menerabas jalur.

[caption id="attachment_149683" align="alignright" width="300" caption="Anak Rinjani (Gunung Barujari) Sedang Meletus"][/caption]

Rasa lelah sejenak terlupakan saat menginjakkan kaki di Plawangan Sembalun jam 09.05. Danau Segara Anak yang sangat memikat terhampar di depan mata. Danau seluas sekitar 12 km persegi di ketinggian 2000 mdpl ini memang mengagumkan. Airnya yang biru jernih berkilau dengan gunung berapi kecil Barujari di tengahnya, berpadu dengan kontur tebing-tebing terjal, menghadirkan sebuah pemandangan komposisi alam yang sangat menawan. Gunung Barujari beberapa kali mengeluarkan letusan kecil dengan asap membubung yang cukup pekat. Pantas saja kalau turis-turis mancanegara rela bersusah payah mendaki medan terjal Rinjani untuk mendatanginya. Pemandangan indah ini hanya bisa disaksikan sebelum jam 9, karena setelah itu kabut mulai datang menutupi danau. Air danau tidak bisa diminum, tetapi bisa buat berendam. Di Plawangan Sembalun ini terdapat area camping ground yang cukup luas. Pendaki hendaknya mewaspadai monyet-monyet liar agresif yang suka mengambil perbekalan. Pendakian ke puncak (summit attack) biasanya dimulai pada pukul 2 dini hari.

[caption id="attachment_149684" align="alignleft" width="300" caption="Jalur Setelah Plawangan"][/caption] [caption id="attachment_149687" align="alignright" width="300" caption="Jalur Menuju Puncak"][/caption] Setelah beristirahat dan mengisi perut kurang lebih 1 jam, perjalanan dilanjutkan sekitar pukul 10. Menjelang puncak jalur berpasir cukup tebal. Langit sedikit mendung dan kabut tebal datang menyergap, menyebabkan jarak pandang hanya beberapa meter saja. Pasir yang tidak padat, saat diinjakmembuat kaki melorot beberapa kali, menjadikan langkah terasa berat dan menguras tenaga. Angin yang terkadang bertiup kencang dan tipisnya oksigen, menjadikan jalur ini tidak cuma sekedar menuntut ketangguhan fisik tetapi juga mental. Denyut jantung meningkat, beberapa langkah harus berhenti untuk mengatur nafas. Semakin mendekati puncak semakin sering berhenti untuk mengatur napas. Kabut tiba tiba menghilang dan langit mendadak cerah, memunculkan keindahan kontur dinding kawah dan danau. Pemandangan ini mampu mengalihkan perhatian dari kaki yang pegal dan napas yang tersengal. Pendaki dituntut kewaspadaannya, karena di beberapa tempat jalur agak menyempit berdekatan dengan jurang maupun dinding kawah yang menganga lebar. [caption id="attachment_149689" align="alignleft" width="300" caption="Jalur Berpasir Tebal Menuju Puncak"][/caption] [caption id="attachment_149691" align="alignright" width="300" caption="1 Jam Menjelang Puncak"][/caption] Jam menunjukkan pukul 12.23 saat perjalanan yang sangat melelahkan ini berakhir di puncak yang mulai berselimut kabut. Badan terasa begitu ringan saat melepas ransel. Tidak ada tanda apapun di puncak, hanya sebidang kecil tanah yang menyerupai huruf C. Siang hari mencapai puncak bukanlah saat yang tepat, karena sejauh mata memandang hanya kabut yang tampak. Sehingga keindahan danau Segara Anak tidak bisa dinikmati dari puncak. Menurut mereka yang pernah sampai puncak, jika cuaca cerah, garis pantai pulau Bali, Lombok dan Sumbawa bisa terlihat. Di sebelah barat, puncak Gunung Agung menyembul dari balik awan, sedang di timur, Gunung Tambora juga tak kalah eloknya. Sungguh akan menjadi sebuah pemandangan yang sangat luar biasa indah. Penulis hanya beberapa menit saja di puncak karena kabut semakin tebal. Turun dari puncak Rinjani merupakan keasyikan tersendiri. Dengan mengontrol keseimbangan, pendaki bisa berlari turun di jalur berpasir layaknya pemain ski. Jalur yang saat menanjak membutuhkan waktu lebih dari sejam, saat turun bisa ditempuh hanya dalam beberapa puluh menit saja. Waktu sudah menunjukkan pukul 14.13 saat sampai di Plawangan. Setelah istirahat 45 menit, perjalanan hendak diteruskan dengan berbelok turun menuju ke arah danau menuju Senaru. Atas pertimbangan waktu dan fisik, penulis membatalkan dan memutuskan lewat jalur berangkat. Kaki terasa berat melangkah meskipun jalanan menurun, sehingga harus beberapa kali berhenti sejenak. Menjelang sore gerimis turun sepanjang padang ilalang. Akhirnya jam 19.02 berakhirlah perjalanan ini di pos Sembalun dengan kondisi luar biasa lelah. Dari hasil pengukuran menggunakan GPS, panjang jalur dari Pos Sembalun sampai puncak tercatat sekitar 18,5 km. Saat itu penulis sempat berucap, tidak akan mau lagi mendaki Rinjani. Tetapi beberapa hari kemudian setelah rasa lelah hilang, mulai timbul kerinduan untuk kembali mendaki Rinjani di lain waktu. Tentunya tidak lagi dengan cara sehari bolak balik seperti ini, capainya bukan main, lebih baik menginap semalam di tepi danau. Rinjani memang sangat indah luar biasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun