Mohon tunggu...
Argo Indriyo
Argo Indriyo Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi dan Orde Baru

13 April 2015   00:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:12 2478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Menilik perkembangan politik, ekonomi, dan keadaan sosial tahun pertama pemerintahan Presiden Jokowi saat ini, jika dibandingkan era kepemimpinan Presiden Soeharto (orde baru) sering muncul penilaian dari masyarakat khususnya masyarakat golongan bawah-menengah, bahwa era orde baru jauh lebih baik daripada ketika Indonesia dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sampai kepemimpinan Presiden Jokowi. Keluar dari tidak bebasnya pers di Indonesia, KKN yang dilakukan era kepemimpinan Presiden Soeharto, juga adanya dwifungsi abri yang memberikan ruang untuk kelanggengnya tahta Presiden Soeharto. Masyarakat menengah-kebawah merasakan keadaan Indonesia khususnya dalam hal ekonomi dan moral lebih terjamin ketika masih dibwah pemerintahan orde baru. Sekilas contoh, stabilnya harga-harga bahan bahan pangan di Indonesia, lebih dihormatinya tokoh Presiden Indonesia dimata masyarakat ataupun pihak oposisi, pembangunan yang benar-benar jelas wujudnya dan proggresnya, dan banyak lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Awal pemilu 2014 dimana hingar-bingar demokrasi dicanangkan. Partipisasi rakyat akan kepedulian politik dan nasib kepemerintahan Indonesia ini meningkat drastis . Awal pemilu ini bisa dikatakan Jokowi memulainya secara sempurna, dengan mempesona hati masyarakat bahkan media dengan menjadi “Media Darling”. Dengan mengusung tema “Jokowi Adalah Kita” yang menyimbolkan sosok Jokowi seorang yang sederhana dan merakyat, serta peduli dengan rakyat daripada partai politik. Menjadikan pasar,gorong-gorong, rumah warga sebagai arena mempertunjukan massa Jokowi sebagai tokoh yang merakyat dan penuh kerja keras dengan program yang diberi titel oleh masyarakat sebagai “Blusukan ala Jokowi”. Pada akhirnya rakyat Indonesia dengan sepenuh jiwa mengembankan amanah Presiden kepada Jokowi dan Jusuf-Kalla mengalahkan pasangan Prabowo-Hatta.

Namun belum genap 100 hari kepemerintahan Jokowi-JK, Beberapa blunder dilakukan oleh Jokowi, entah karena alasan penyesuaian Jokowi sebagai presiden ataupun memang prematurenya sosok Jokowi di pemerintahan sebagai Presiden. Blunder tersebut menurut peneliti Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia, Chalid Muhammad diantaranya; Pertama masih mengangkat orang-orang yang memegang rapor merah atau kuning versi KPK. Kedua, lemahnya koordinasi antar menteri. ketiga, Jokowi dalam lawatan ke luar negeri, menunjukkan dia ingin dekat dengan korporasi yang besar. keempat, Jokowi belum menunjukkan pemerintahannya berhasil berantas mafia migas, namun dia sudah naikkan harga BBM, dan itu dilakukan di saat harga minyak dunia turun pula. Dan blunder kelima adalah saat Jokowi mengangkat Jaksa Agung yang rekam jejaknya dipertanyakan. Hingga saat ini, dengan masalah pengankatan Kapolri yang masih terbilang “plin-plan atau gagap”.

Tapi, dalam tulisan kali ini sebelum terlalu jauh membicarakan perkembangan situasi politik, ekonomi, sosial dan budaya, bolehlah kita menilik jauh 49 tahun kebelakang, dimana era yang dikenal sebagai “ era pengkhianatan demokrasi ala orde baru” dimulai. Di era ini dimulai dengan banyaknya program penyelamatan keadaan ekonomi Indonesia dimana pada era orde lama menyisakan inflasi kurang lebih 650% setahun, dimana membuat rupiah seakan tak berharga dan menghambat pembangunan di Indonesia. Langkah pertama yang dibijakkan oleh pemerintahan orde baru adalah adanya program pembangunan jangka pendek dan pembangunan jangka panjang yang dikenal program “Pelita”. Program ini terbukti meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, dengan swasembada beras Indonesia menjadikan negara Indonesia yang tadinya pengimport beras terbesar menjadi negara yang bisa memenuhi bahan pangannya sendiri khususnya beras, otomatis kesejahteraan petani terjamin, indeks kesehatan meningkat dan kemiskinan menurun. Maka tak jarang era orde baru disebut sebagai zamannya pembangunan di Indonesia.

Lalu kenapa era orde baru disebut “era pengkhianatan demokrasi ala orde baru”?. Jawabnya mudah, setiap pemerintahan ada sisi positif maupun negatifnya, pun era orde baru ataupun saat ini dibawah pemerintahan Jokowi-JK. Pertama karena, terbentuknya kekuasaan otoriter, dominatif, sentralistik ala Soeharto. Kedua, pers, parpol oposisi, dan LSM lainnya sama sekali tidak bisa bergerak bebas dibawah kendali otoriter era Soeharto, Parpol selain Golkar seakan hanya dijadikan pencitraan bahwa di Indonesia punya titel sebagai negara demokrasi. Pers, tunduk patuh akan setiap berita yang akan dipublikasikan ke masyarakat yang tidak mungkin berita tersebut menjelekan nama pemerintahan orde baru. Militer berkuasa hampir penuh atas badan legislatif maupun eksekutif beserta ikatan bisnis yang tidak luput dari intervensi ABRI. Inilah banyak point “kejeblokan rapor” era orde baru yang bisa dikatakan saat itu Indonesia dibawah bayang-bayang demokrasi semu.

Dari semua penguraian perbandingan dua pemerintahan diatas, mau tidak mau masyarakatlah yang punya hak absolut untuk memilih pemerintahan mana yang mampu memberikan “rasa rindu” pada situasi politik,ekonomi,sosial,budaya di Indonesia khususnya keadaan ekonomi di Indonesia. Berdasarkan opini yang berkembang dimasyarakat era Kepresidenan Soeharto menjadi era yang paling dirindukan oleh masyarakat khususnya oleh Ibu-ibu yang susah payah mengepulkan asap didapurnya, oleh Bapak-bapak yang susah payah menafkahi anaknya untuk bersekolah, dan Anak-anak yang menghormati dan meneladani sosok Presidennya yang selalu punya keinginan surat-surat yang dikirimnya ke bapak Presiden mendapat jawaban langsung dari bapak Presiden.

Pada akhirnya Indonesia membutuhkan sosok yang benar-benar menutup mata akan harta dan tahta yang lebih mementingkan udara negaranya tercemari oleh polusi dari asap dapur Ibu-ibu mengepul memberi makanan bergizi dari bahan pangan petani Indonesia dan ikan dari para nelayan asli Indonesia. Sosok yang mementingkan air buangan limbah rumah tangga tercemari oleh bapak-bapak yang senantiasa menafkahi keluarganya dengan sepenuh hati tanpa intervensi kesremawutan politik di kantornya. Dan Anak-anak yang senantiasa mengagumi para pahlawan negara Indonesia yang telah membangun perkonomian dan membangun mental anak-anak yang mencintai budaya lokalnya dan menjadikan tokoh pejabat sebagai “artis” yang patut dicontoh dan diteladani, bukannya mengagumi tokoh artis yang sok-sokan menjadi pejabat tanpa dasar ilmu politik yang mumpuni. Hingga suatu saat kerinduan masyarakat akan pemerintahan orde baru dengan jargonnya “penak jamanku to?” dijawab dengan masyarakat yang makmur dan sejahtera suatu saat nanti dengan jargonnya “Matur nuwun mbah, jamane kulo tansah luwih nyaman”. ed-indriyojp

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun