Mohon tunggu...
argogon
argogon Mohon Tunggu... Mahasiswa - foto pribadi

menulis untuk peradaban

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengatasi Kelangkaan Minyak Goreng Jangka Panjang, Akademisi UHO: Mendorong Perkebunan Kelapa Sawit Sultra untuk Membangun Industri

12 Maret 2022   21:56 Diperbarui: 12 Maret 2022   22:11 1019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Akademisi UHO, Abdul Rachman Rika. (Dok.Istimewa)

Kendari- Kelangkaan stok membuat lonjakan harga minyak goreng yang terjadi pada awal tahun 2022 membuat banyak rumah tangga Indonesia, tak terkecuali di Sulawesi Tenggara kelimpungan. Pada awal maret ini, harga minyak goreng di pasaran bisa menyentuh Rp 24.000 sampai dengan Rp 50.000 per liter, tergantung kemasannya. Hal ini mendapat perhatian serius dari Akuntan sekaligus Akademisi UHO, Abdul Rachman Rika.

"Kelangkaan ini boleh jadi karena faktor produsen tidak memproduksi, bahan bakunya atau crude palm oil (CPO) dijual ke luar negeri, termasuk ada oknum kapitalis yang menimbun stok minyak goreng" terangnya saat dikonfirmasi pada coffee break di salah satu Warkop Kota kendari, sabtu (12/3/2022).

Situasi ini membuat pemerintah akhirnya melakukan intervensi, dengan memperbarui harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng. Dalam Permendag No 6/2022, HET minyak goreng diatur dengan rincian migor curah sebesar Rp11.500/liter, kemasan sederhana sebesar Rp13.500/liter, dan kemasan premium sebesar Rp14.000/liter.

"Kendati operasi pasar sebagai solusi jangka pendek sudah dilakukan tapi ini tidak memberi efek apapun. Faktanya harga di beberapa lokasi penjualan masih diatas itu" ujarnya.

Bila dirunut, kelangkaan minyak goreng berawal dari kenaikan harga crude palm oil (CPO) di Pasar Internasional. Hal ini disebabkan oleh menurunnya jumlah produksi baik di Indonesia dan Malaysia sebagai penghasil minyak sawit terbesar, akibat faktor alam pada semester kedua lalu.

"hukum ekonomi, apabila stok sedikit dan penawaran berkurang maka otomatis harga akan naik. Meski kedua negara ini merupakan produsen minyak, tapi tidak terkoneksi langsung produsen CPO" jelasnya.

Ia mendorong pemerintah daerah untuk aktif mencari solusi jangka panjang dalam merespons fenomena kelangkaan minyak goreng saat ini dengan membangun pabrik pengolahan kelapa sawit dan kelapa menjadi produk minyak goreng.

"Kita ingin daerah mampu menjadi katalisator ekonomi nasional khususnya dalam pemenuhan kebutuhan pangan daerah. Karena daerah merupakan basis pembagunan pertanian" jelasnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Tenggara mencatat, produksi palm acid oil atau minyak sawit pada 2021 mencapai 5.173 ton, konsumsi minyak goreng sawit di tingkat rumah tangga mencapai 11,58 liter, dan ekspor yang dilakukan sebanyak 309 ton.

"Luas kebun sawit di Sultra 8.406 ha yang dimiliki oleh perusahaan. Baiknya Pemprov maksimalkan investasi perkebunan ini dengan kebijakan tanam, petik, olah dan jual, tapi utamakan di sini dulu, makanya kita berharap investor perkebunan yang ada tidak hanya mengeluarkan kelapa sawit dalam bentuk CPO (crude Palm Oil) saja, tetapi harus bangun industri hilir di sini" saran Rachman.

Bila bisa diwujudkan, hal ini dikatakannya akan membawa dampak langsung yang siginifikan, baik bagi masyarakat maupun pemerintah daerah sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun