Mohon tunggu...
agus kurdiono
agus kurdiono Mohon Tunggu... -

My Agus kurdiono.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Cecek dan Budayaku

2 November 2014   13:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:53 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu, mulai merasakan kembali awal hirupan udara pagi,. Bergegas kekamar mandi untuk buang air kecil.. Tiba-tiba, tirpintas sebuah rasa, sebuah keinginan untuk menyantap mie tahu pagi ini.. Tak terlalu banyak membuang air di kamar mandi, langsunglah aku bergegas mengambil motor, tanpa sadar, sarung berwarna kuning yang aku kenakan bolong, pernah tersulut bara obat nyamuk di kamarku.. Aku mencari sepanjang jalan 1 kilo meter dari gang rumahku.. Aku mencari dan terus menelusuri.. Ternyata, pagi itu, memang tak ada satu pun orang yang menjual mie tahu.. Tapi, aku terus berjuang, mencari kesana-kamari, sampai pada akhirnya aku bertanya pada seorang tua,. "Pak, e kimmah bedhe oreng ajuel paktahu.??" (Pak, mau tanyak, di mana ya ada orang jual mie tahu) tanyaku begitu.. Seorang tua itu menjawab, "abbbee, ade' reng ajuel paktahun mon bhejerinna cong" (aduuh, tidak ada yg jual mie tahu kalau jam segini nak) jawabnya.. Aku pun kecewa, kecewa pada tidurku, kecewa pada pipisku, kecewa pada keinginanku.. Namun, aku tak ingin pulang dengan tangan hampa, kemudian, aku pun merubah rasa inginku, dari keinginanku yang ingin menikmati mie tahu, aku rubah keinginanku itu menjadi "cecek". Cecek adalah makan sejinis bubur, kata cecek sendiri pun aku tak tau dari mana asalnya.. Setelah aku menemukan penjualnya, aku langsung saja "to the poin" pada sang penjual.. "Buk, melleah ceceggeh" (bu, mau beli bubur) kataku.. Si penjual menyahut "bherempa?" (berapa?), "sittong bhei buk" (satu saja bu) jawabku.. Masih dengan muka yang belum tersentuh dengan air, kaos yang lusuh, dan sarung yang bolong, masih setia menunggu sang penjual melayani pesananku.. Tak lama aku menunggu, datanglah teman kecilku, teman semasa aku di bangku Sekolah Dasar dulu.. "Eeeh, kakeh ye.?? Alako apa neng dhinna'" (hei, kamu, ngapain disini) sapanya demikian, "melle cecek reh, kakeh ano apa dhe'dinna'" (beli bubur nih, kamu sendiri ngapain) jawabku begitu. "Sengko' mellea tajin yak" (aku mau beli bubur ini) jawabnya,. Setelah dia menjawab, bola matanya memperhatikan penampilan compang campingku,. Matanya seakan akan tersenyum jahat dan berkata "iiiuuuh-iiuuhh-iiuuhhh, anak sudah gila yaak.???" Begilah kira-kira.. Tak lama dari itu, "Cong ya' pessenna la mare" (nak, ini pesenannya sudah selesai) suara tua mengganggu pembicaraanku dengan teman SDku.. Aku pun memalingkan pandanganku dari teman SD itu dan melihat sang penjual sembari berkata "oow, enggi bhuk, senapa kabbinna bhuk.??" (Oow, iyaa, berapa bu.??) "Telloebuh cong" (tiga ribu nak) sahutnya.. Aku sodorkan uang limaribu perak pada sang penjual tua itu, dan dia pun memberiku uang kembalianku, "sakalangkong enggi bhuk" (terimakasih ya bu) sampaiku, "iye cong, dhepadhe" (iya nak, kembali kasih) jawabnya.. Aku pun pulang dengan senang separoh hati, karna yang aku beli, bukan hal yang ingin aku beli dan aku santap dengan lezatnya.. Tapi tak apa lah, "cecek"nya pun juga sudah habis aku makan, berdua dengan si valen.. ArGiUsSa

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun