Memasuki pertengahan tahun 2022, masyarakat digemparkan dengan sebuah tragedi yang cukup menyita perhatian, tentang tewasnya seorang anggota Polri Brigadir J di rumah dinas Mantan Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo. Almarhum meninggal lantaran ditembak oleh rekan kerjanya sendiri Bharada E, yang sama-sama ditugaskan sebagai ajudan Irjen Pol Ferdy Sambo. Setelah dilakukan penyidikan, Bharada E mengakui bahwa ia memang melakukan penembakan dan membunuh rekannya tersebut, namun hal itu ia lakukan lantaran diberi perintah atasannya yakni Irjen Pol Ferdy Sambo.
Kasus ini jika dipandang dari perspektif hukum sudah jelas bahwa Bharada E melakukan perbuatan tindakan melawan hukum seperti tertuang dari dalam Pasal 338 KUHP. Namun yang cukup menarik adalah ketika ia mengaku bahwa ia membunuh karena diperintah oleh atasannya yang adalah seorang Jenderal, sementara ia hanyalah bawahan berpangkat Bhayangkara Dua, pangkat terendah dalam Institusi Polri.
Kita tentu tahu bahwa dalam dunia kepolisian, setiap anggota didoktrin untuk patuh dalam melaksanakan setiap perintah atasan, oleh sebab itu secara sederhana dapat dikatakan tragedi penembakan ini terjadi akibat adanya perintah seorang atasan kepada bawahannya.
Dari sisi moralitas tentulah hal ini tidak dapat dibenarkan, karena sangat bertentangan dengan norma yang ada dalam masyarakat. Lantas, bagaimana dengan doktrin dalam institusi kepolisian yang mengharuskan setiap bawahan untuk melaksanakan setiap perintah ? Doktrin ini tentulah memiliki nilai positif tersendiri namun tidak dapat dijadikan acuan bahwa semua perintah harus dilakukan, ada batasan-batasan tertentu yang sebisa mungkin seorang anggota Polri menolak untuk melakskanakan perintah tersebut.
Hal ini sejalan dengan aspek yuridis seperti tertuang dalam Pasal 7 ayat (3) huruf  (c), Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Polri. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa setiap anggota memiliki batasan kepatuhan untuk melaksanakan perintah. Batasan itu terletak pada aspek moralitas, karena pembunuhan adalah suatu hal yang tidak boleh dilakukan apapun alasannya.
Referensi :
Kitab Undang Undang Hukum Pidana
Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H