Konflik antara Iran dan Arab Saudi merupakan salah satu konflik geopolitik paling signifikan di Timur Tengah, yang mencerminkan konflik ideologi, politik, dan ekonomi di kawasan tersebut. Perseteruan ini tidak hanya berdampak langsung pada kedua negara, namun juga melibatkan perang proksi yang berdampak pada stabilitas regional dan global. Latar belakang konflik ini mencakup dimensi sejarah, agama, dan geopolitik yang saling terkait.
Aspek Sejarah dan Ideologi Konflik antara Iran dan Arab Saudi berakar pada perbedaan agama yang mendalam. Iran adalah negara yang mayoritas penduduknya Syiah dengan  pemerintahan berdasarkan prinsip wilayat al-faqih (kepemimpinan spiritual). Arab Saudi, sebaliknya, menganut Wahhabisme Sunni, sebuah interpretasi Islam yang sangat konservatif yang berakar kuat pada tradisi monarki.
Hubungan kedua negara memburuk sejak revolusi Iran tahun 1979. Revolusi tersebut menandai transisi Iran menjadi negara teokratis yang menantang  monarki di kawasan Teluk, termasuk Arab Saudi. Iran mulai menyebarkan pandangan anti-Barat dan mendukung kelompok Syiah di berbagai negara, termasuk Hizbullah di Lebanon dan milisi Syiah di Irak.
Sementara itu, Arab Saudi berupaya membendung pengaruh Iran dengan mendukung  Sunni dan bersekutu dengan negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat.Konflik ini bukan hanya soal ideologi agama, tapi juga upaya  memperluas pengaruh geopolitik.
Awal Mula Rivalitas
Rivalitas antara Iran & Arab Saudi sudah berlangsung selama puluhan tahun, membentuk dinamika geopolitik yg rumit pada daerah Timur Tengah. Permasalahan ini nir hanya dipicu sang disparitas ideologi & agama, namun jua sang persaingan buat mendominasi daerah, kepentingan ekonomi, & keterlibatan kekuatan asing. Dampaknya terasa pada semua dunia, terutama pada hal stabilitas tenaga & keamanan global.
Dalam pembahasan ini, akan diuraikan lebih rinci tentang faktor-faktor primer yg membangun rivalitas tersebut, dan dampaknya dalam daerah & dunia.
Persaingan Ideologi & AgamaÂ
Salah satu faktor primer pada rivalitas ini merupakan disparitas fundamental antara Iran yg secara umum dikuasai bermazhab Syiah & Arab Saudi yg secara umum dikuasai bermazhab Sunni menggunakan ideologi Wahhabi yg sangat konservatif. Revolusi Islam Iran dalam tahun 1979 sebagai titik pulang krusial pada interaksi ke 2 negara.
Setelah revolusi tersebut, Iran memproklamirkan dirinya menjadi pemimpin global Syiah & mulai mendukung gerombolan -gerombolan  Syiah pada tempat Timur Tengah. Sebaliknya, Arab Saudi memandang langkah ini menjadi ancaman terhadap penguasaan Sunni & stabilitas monarki pada tempat Teluk.
Ideologi politik Iran yg berbasis dalam prinsip wilayat al-faqih menekankan pentingnya pemerintahan berbasis kepercayaan  yg dipimpin ulama, ad interim Arab Saudi mengandalkan sistem monarki tradisional yg mendasarkan legitimasinya dalam kiprah menjadi pelindung 2 kota kudus Islam, Mekkah & Madinah.