Mohon tunggu...
artha amalia
artha amalia Mohon Tunggu... Bidan - ibu rumah tangga biasa

terus belajar untuk sabar dan bersyukur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Untukmu Ibu] Ujian dan Berkawan Mama

23 Desember 2013   09:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:35 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

no peserta 473: Assalamualaikum, Mama. Apa kabar Mama hari ini? Senang sekali melihat lengkungan senyum indah di wajahmu. Semoga itu pertanda bahwa engkau dalam kondisi sehat dan bahagia. Mama, esok ialah pengumuman hasil ujian CPNS, baik CPNS Pemerintah Kota Surabaya dan Provinsi Jawa Timur. Rasanya berdebar sekali. Mampukah saya mewujudkan harapanmu menjadi CPNS di tahun ini? Lalu menjadi PNS sepertimu? Semoga ... mohon doanya, Ma. Setiap kali ikut ujian, Mama selalu ada di samping saya. Menemani, menyemangati. Ke manapun, engkau pasti tak akan membiarkan putrimu ini berjuang sendiri. Selalu ada doa yang terujar ketika saya asyik mengerjakan berbagai soal ujian. Kata Mama, manusia itu selalu mendapat berbagai ujian. Itulah namanya hidup. Ujian adalah pembuktian kemampuan manusia dalam mengendalikan diri dan mengenal lingkungannya. Ujian tulis di sekolahan dan melamar pekerjaan, hanyalah hal kecil. Masih banyak ujian hidup yang dilalui seperti ujian di keharmonisan keluarga dan tetangga. Musibah dan bahkan harta yang kita miliki pun namanya ujian. Kata Mama, saya tidak perlu takut. Tentu akan ada Mama yang menemani, dengan panjatan doa memohon Kuasa Sang Pencipta agar dimudahkan penyelesaian ujian yang saya hadapi. Ingatkah 3 tahun lalu saat saya mengikuti ujian CPNS Pusat di ibukota Jawa Tengah? Awalnya Mama tak setuju karena terlalu jauh. Tapi saya keukeh, sebab di Jawa Timurtidak ada perekrutan tenaga lulusan D3 Kebidanan. Akhirnya demi mengejar impian, Mama mengijinkan dengan syarat Mama juga harus ikut ke sana.Saat Mama mengatakan ingin ikut, rasanya saya senang sekali. Saya yang sebelumnya hanya mengenal kota-kota di Jawa Timur, mengira hanya akan sendirian mengarungi provinsi lain. Tetapi nyatanya ... saya akan memiliki kawan istimewa, Mama. Itu menjadi awal perjalanan kita ke luar provinsi. Dengan mempertimbangkan dana dan waktu, jadilah naik kereta apiekonomi dipilih agar bisa sampai Semarang. Murah, kita juga menikmati perjalanan duduk berdua dalam kereta. Ketika kereta melaju, Mama tersenyumsambil memandang ke luar jendela. Saya tahu pasti salah satu keinginan Mama juga tercapai, yakni merasakan lagi naik kereta api. Teringat bagaimana Mama dengan bersemangat mengisahkan tentang perjalanan terakhir Mama menggunakan kereta, di masa muda Mama sekitar 30 tahun lalu. Ah Mama, andai saya bisa wujudkan impianmu yag lainnya serta membuatmu selalu tersenyum seperti ini ... Di dalam kereta, ada banyak orang. Beragam karakter dan tingkah laku. Ketika letih duduk, kita berkeliling gerbong kereta, menyaksikan berbagai kegiatan yang dilakukan orang-orang di dalam kereta. Ada orang tua yang duduk sendiri, ada suami istri, ada juga seorang ibu yang menggendong bayinya. Di saat memandang bayi, saya menoleh pada Mama dan Mama tersenyum. “Dulu, Mama juga pernah bawakamu yang masih bayi ke luar kota, tapi naik bus. Kasihan kamu, kepanasan.” Ah Mama, malah memikirkan putrimu yang masih beberapa waktu di dunia. Padahal dulu Mama pasti kerepotan saat menggendong saya yang masih bayi, belum lagi ada banyak bawaan berupa kebutuhan bayi dan Mama sendiri. Kejadian itu membuat saya intropeksi diri, cinta Mama memang sungguh luar biasa. Semoga perjalanan kita menuju Kota Tugu Muda kala itu tidak membuat Mama kerepotan dan kelelahan. Setiba di Semarang, hari telah larut. Kita lalu mencari penginapan terdekat karena tak memiliki sanak saudara. Ingatkah Mama betapa noraknya kita waktu itu? Langsung kuecek-kucek Mata, tanya sana-sini apa benar kita sudah sampai di Semarang, bahkan langsung beli lumpia yang membuktikan kita memang benar-benar sampai. Padahal perjalanan panjang itu memang telah berakhir dengan terpampangnya tulisan ‘Stasiun Poncol Semarang’. Lelah terasa mendera, kita bergegas mencari tempat membaringkan raga. Mama kurang setuju saat saya menyarankan bermalam di hotel terdekat dari stasiun. Alasannya risih, sebab tempat tidurnya seperti habis dipakai hal-hal yang kurang senonoh.Begitu kusut, bau dan kumal. Mama tidak ingin niat baik untuk mengejar impian jadi terganggu oleh hal tersebut. Akhirnya kita check out dan berputar-putar Semarang dengan becak. Tukang becak menyarankan hotel yang terdekat dengan lokasi pendaftaran ulang, RSUP dr. Kariadi. Namun ternyata tidak ada. Jadilah kita menginap di mushola rumah sakit tersebut. Caranya ... sungguh ajaib. Dengan lihai Mama mengeluarkan jurus sok kenal sok dekat dengan satpam rumah sakit, lalu kita diperbolehkan bermalam di mushola yang bersih dan ber-AC. Mama hebat! Hanya demi kondisi putrimu agar tetap fit di ujian keesok harinya, Mama rela menjadi petualang. Andai saya yang jadi Mama, mungkin saya tidak memiliki mental sebesar itu. Belum pernah kita tidur di tempat tak berkasur. Saat di rumah, Mama tidak pernah mau berbaring beralas karpet, alasannya rasanya sakit. Punggung seperti kaku. Namun saat itu, kita benar-benar tidur bergantian beralas karpet mushola, tanpa selimut di tengah hembusan AC yang tidak bisa dikurangi suhu rendahnya. Belum lagi beberapa nyamuk lapar yang berusaha menggigit Mama. Saat Mama terlelap, saya memandangi wajah Mama. Guratan halus ternyata tidak pernah melunturka kecantikanmu. Sebab Mama cantik lahir-batin, penuh cinta kasih pada buah hati. Meski saya tahu lelah menguasai, tapi Mama tidak pernah melontarkan kata ‘capai’. Tidak seperti saya yang terus merengek letih padahal yang meminta perjalanan ini adalah saya sendiri. Mama tidak pernah menyalahkan saya, malah terus berkata bahwa ini ujian kesabaran yang harus saya hadapi. Esok paginya, kita berangkat ke GOR Jatidiri, lokasi ujian. Dengan bekal malu bertanya sesat di jalan, sampailah kita di tempat tujuan.Sebelum ujian, Mama memaksa saya agar sarapan terlebih dahulu. Awalnya saya menolak, takut perut jadi kram karena rasa gugup lebih menguasai saya. Tetapi Mama gigih merayu, bahkan berusaha menyuapi saya bak anak kecil. Saya terharu ... Juga malu karena tidak mau menuruti perintah orang tua. Padahal semua itu demi kebaikan saya sendiri, agar punya tenaga untuk konsentrasi. Saat ujian, Mama terus menunggu di pelataran GOR. Mulutnya komat-kamit, berbagai doa diucapkan demi kelancaran saya mengerjakan soal. Di dalam GOR, keringat saya mengucur deras. Pertama karena soal ujian yang beratus-ratus, kedua karena pengapnya suasana. Jantung begitu berdebar, berharap usaha Mama yang terus menyemangati secara tidak langsung ini tak sia-sia. Mama, terima kasih telah menemani di perjalanan panjang. Maaf saya belum bisa memenuhi harapanmu untuk lolos CPNS di tahun itu. Hingga tahun-tahun setelahnya, saya belum juga bisa membanggakanmu. Saya sedih, namun Mama selalu membesarkan hati dengan berkata, “Gagal ialah awal kesuksesan. Belajar lagi, jadikan yang kemarin sebagai pengalaman. Ada hikmah yang bisa kamu petik. Besok ... pasti bisa!” Bahkan untuk soal-soal latihan CPNS, Mama juga berusaha meminjam dari anak teman Mama yang telah lulus dengan jalur murni. “Siapa tahu kamu tertular,” ujarnya. Mama juga terus mengingatkan saya agar tidak lupa belajar dan berdoa. Kalau memang ditakdirkan, saya pasti bisa. Kalau belum lulus juga, mungkin ada rencana Allah yang lebih indah. Di tahun ini, lagi-lagi Mama selalu menemani. Entah itu saat pendaftaran dan ujian tulis CPNS Pemerintah Kota Surabaya dan Provinsi Jawa Timur. Mama selalu meyakinkan saya bahwa saya pasti bisa. Walau banyak yang mencela saya sebagai anak Mama karena masih diantar Mama ke mana-mana, tetapi saya bangga karena cinta kasih Mama begitu terpancar nyata. Tidak banyak peserta ujian yang mendapat perhatian ekstra dari ibunya. Tidak seperti saya yang setelah keluar dari ruang ujian, disambut Mama dengan raut suka cita dan langsung disuguhi minuman kesukaan saya. Mama juga memaksa saya makan makanan yang dibelinya agar saya tidak terlalu pusing. “Bagaimana soalnya?” itulah pertanyaan Mama usai saya menikmati semua yang telah Mama berikan. “Susah. Tadi ada yang ...” Mama selalu mendengarkan ocehan saya. Selain itu, karena sama-sama bekerja di bidang kesehatan, Mama ialah kawan diskusi yang menyenangkan. Apa yang tidak saya ketahui, Mama memberi keterangan terperinci. Seperti soal-soal yang tidak bisa saya kerjakan, Mama memberikan jawaban tetapi tidak menyalahkan ketidakmampuan saya. Malah berkata, “Jadikan pengalaman. Kalau ada ujian lagi, kalau soalya mirip, pasti bisa kan?” Kawan sejati saya adalah Mama. Dalam melewati berbagai ujian, selalu ada Mama. Tidak pernah letih memberi petuah, tidak pernah marah atas kesalahan saya, menegur dengan bijaksana membuat saya terpana dan mengingatnya. Pesan Mama untuk selalu sabar dan mengucap syukur atas segala bentuk ujian yang saya terima, selalu saya ingat dan laksanakan. Ujian adalah bentuk pendewasaan. Semoga ... apa yang kita harapkan bisa tercapai, ya Ma. Semoga esok ada nama saya sebagai salah satu yang lulus CPNS. Saya ingin perjuangan Mama selama ini membuahkan hasil. Tetapi bukan hanya itu, saya juga berjanji untuk berusaha membahagiakanmu selalu dengan jalan apapun. Salah satu contohnya dengan berkisah tentangmu agar semua orang bisa mengetahui begitu hebatnya Mama. Mama, terima kasih banyak. Engkaulah kawan sejati. Segala hal yang saya keluhkan, selalu dibalas dengan senyuman. Hal itu meyakinkan saya bahwa hidup itu indah dan tidak sulit asal kita percaya kalau bisa melaluinya dengan baik. Semoga Mama selalu sehat dan bahagia. Terima kasih telah membaca surat ini. Salam sayang untuk Mama. Saya sayang Mama. Sangat sayang. *** ***

NB: Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community dengan judul : Inilah Hasil Karya Peserta Event Hari Ibu. Ini link-nya: http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2013/12/22/untukmu-ibu-inilah-karya-peserta-fiksi-hari-ibu-bersama-studio-kata-618551.html

Silahkan bergabung di FB Fiksiana Community di http://www.facebook.com/groups/175201439229892/!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun