Mohon tunggu...
Arga
Arga Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

tertarik di bidang keuangan dan pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengupas Anggaran Rumah Dinas di IKN: Kebutuhan atau Kemewahan?

28 Juli 2024   19:39 Diperbarui: 28 Juli 2024   19:47 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : ekonomi.bisnis.com (2024)

Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai salah satu proyek strategis nasional yang tertuang dalam RPJMN tahun 2020—2024 terus dilangsungkan guna mencapai visi Indonesia Emas 2045. Pembangunan IKN yang tengah dilaksanakan saat ini berada pada tahapan pemindahan awal ke Kawasan IKN (K-IKN), yang salah satunya meliputi pembangunan infrastruktur dan sarana utama termasuk rumah susun ASN dan rumah dinas Menteri. Rumah dinas menteri di IKN yang tengah dibangun menimbulkan polemik panas di kalangan masyarakat khususnya warganet. 

Banyak yang menilai anggaran yang diberikan untuk pembangunan rumah dinas tersebut terlalu besar dan dikategorikan mewah serta dikaitkan dengan peningkatan isu ketimpangan sosial masyarakat, khususnya kemiskinan. Pasalnya, dilansir dari CNBC Indonesia, dalam rapat dengar pendapat antara DPR RI dan Kementerian PUPR, diungkapkan bahwa pembangunan 36 rumah dinas untuk menteri akan menghabiskan biaya sebesar Rp519,06 miliar. 

Dengan demikian, biaya pembangunan setiap unit rumah dinas menteri di IKN mencapai lebih dari Rp14 miliar dengan luas bangunan 580 meter persegi dan luas lahan 1.000 meter persegi. "Tentang harga ini karena speknya termasuk fully furniture, jadi sudah termasuk isinya. Nanti memang Bapak/Ibu menteri yang akan menempati ya tinggal masuk saja," ucap Iwan, dikutip dari detikFinance, Jumat (23/2/2024).

Secara umum, Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel. Dari sisi regulasi, menurut pasal 133 ayat 5 Peraturan Pemerintah no.17 Tahun 2022, memang benar disebutkan bahwa setiap pejabat negara yang bekerja di wilayah IKN berhak mendapatkan fasilitas rumah dinas. Adapun spesifikasi terkait maksimum luasan ruang, luas bangunan, dan luas pembangunan rumah negara diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172 /PMK.06/2020 tentang Standar Barang Dan Standar Kebutuhan  Barang Milik Negara. Berdasarkan peraturan tersebut, rumah menteri termasuk dalam tipe khusus yang memiliki batas maksimum 400 m2 untuk bangunan dan 1.000 m2 untuk luas tanah dengan toleransi khusus Ibu Kota mencapai 1.200 m2. Di sisi lain, beberapa hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pemberian dan kecukupan fasilitas kerja pada pegawai berpengaruh positif dan cukup signifikan dalam mendongkrak kinerja pegawai pemerintah.

Anggaran rumah dinas yang dianggap terlalu tinggi menjadi perdebatan antara kebutuhan atau kemewahan. Dilihat dari luas bangunan yang akan dibangun, rumah menteri di IKN tidak memenuhi standar barang dan standar kebutuhan dalam pengadaan rumah menteri. Selisih luas bangunan yang dibangun mencapai 180 m2 yang menyebabkan biaya pembangunan rumah juga berpotensi mengalami pembengkakan dan berakibat pada kenaikan perkiraan anggaran yang dibutuhkan. Selain itu, diperlukan sikap transparan terhadap perhitungan biaya yang dianggarkan, termasuk justifikasi yang digunakan dalam penentuan material bangunan dan perabotan di dalamnya haruslah akuntabel. Meskipun pemberian fasilitas rumah dinas dapat mendorong produktivitas pejabat negara, pemerintah juga perlu cermat apakah dana yang dianggarkan tersebut telah sesuai dengan fokus pembangunan yang telah ditetapkan, mengingat penyediaan rumah dinas dipandang tidak sensitif atau tidak bersinggungan langsung dengan kebutuhan rakyat.

 Kontroversi seputar tingginya anggaran yang dialokasikan untuk rumah menteri dalam proyek ibu kota baru menyoroti perdebatan antara kebutuhan dan pemborosan. Dalam menyikapi polemik ini, pemerintah perlu meninjau ulang kesesuaian spesifikasi rumah menteri yang dibangun dengan standar pengadaan rumah yang telah ditetapkan, termasuk luasan rumah yang dibangun dan material yang digunakan. Selain audit internal, audit eksternal yang independen juga diperlukan dalam melakukan verifikasi prosedur penganggaran hingga pelaksanaan proyek guna mendukung transparansi pembangunan. Hal ini dapat menekan biaya yang dikeluarkan dan dapat dialokasikan lebih untuk pembangunan fasilitas dasar yang bersinggungan langsung dengan masyarakat, seperti fasilitas pendidikan dan kesehatan. Keterlibatan publik juga penting sebagai dasar pengambilan dan proses evaluasi kebijakan yang diambil sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah kepada rakyat.

Referensi :

Asjimi, R., & Utama, R. E. (2023). PENGARUH FASILITAS KERJA DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA BKPSDM TANGERANG SELATAN. Media Riset Bisnis Ekonomi Sains dan Terapan, 91-98.

Indraini, A. (2023, January 25). Retrieved from Detikfinance: https://finance.detik.com/properti/d-6533755/komisi-v-heran-bangun-rumah-menteri-di-ikn-rp-14-m-unit-pupr-buka-suara/2

Putri, F. S., Sutrisna, A., & Asyiah, K. (2023). Pengaruh Fasilitas Kerja dan Lingkungan Kerja Non Fisik Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Perhubungan Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Publikasi Ilmu Manajemen, 1-11.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun