sepuluh, sebelas, dua belas, kuhitung langkah kakimu sejak kau pergi dari hadapanku
Sudahlah ceritakan saja kisah pedihmu itu
Mata sembab, pipi delima, jari pun tak mampu diam
hatimu terang repot, mengapa bibirmu tak menganggap celotehan hatimu?
Kamu itu perempuan cantik
Gerutuan dan ngesah pun tak ubah parasmu itu
Berbaliklah dan kisahkan padaku
Ku pasang tiga telinga untuk mendengar kicauan atas deritamu
Akan kubuat kaku mataku supaya tak terlewat gerak bibirmu pun
percaya, akan kuacuhkan
Berbaliklah dan katakan!
Bentuk lekuk hidupmu aku tahu persis
Sejam bekerja, sedetik bernapas
Telungkup pun sampai tak mampu
Tubuhmu keluar dari takdirnya
Kamu bisa lebih santai mendayu jiwamu
Lihatlah aku kembali, maka yakinlah kamu
Siapakah? adikmu? Atau ibumu? Atau problematika ekonomi?
Ku tepuk dadaku tiga kali dan kubusungkan dada, "aku lah pemecah kebuntuanmu".
Kau butuh lelaki sepertiku yang berpikiran dewa, berhati baja, dan punya ilmu
Sebelum usang!
Kamu sungguh piawai berbohong pada diri
Langkahmu tetap seksi dan bokongmu naik turun bak artis..
Tak menggambarkan sayatan hati pun
Mengapa kau relakan jiwamu terbakar apimu sendiri?
sementara aku adalah pemadamnya-yang kau acuhkan
Hiraukan qodratmu sebagai perempuan berhati sutra
Menangis sudah jamaknya bagi kaummu
Racuhkan aku tak mengapa
Sikapmu bikin hati ini ngilu
keputusanmu berbalik lalu duduk di depanku adalah ciamik
Tapi tampaklah kamu benar-benar lupa sejatimu
Hingga bayangmu hilang dari indrawi
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H