Mohon tunggu...
Vox Pop

Indonesia, Bhinekka Tunggal Ika

26 April 2017   21:02 Diperbarui: 27 April 2017   06:00 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak akan lupa diingatan tentang kasus-kasus Pilkada yang menghebohkan seluruh jagat Indonesia. Seorang mantan gubernur yang katanya menistakan agama, diserang habis-habisan dengan cacian dan makian oleh para rakyat yang katanya adalah muslim. Banyak kisah rekayasa dan drama dibalik itu semua. Banyak skenario dan kebohongan yang menyelimutinya sehingga orang-orang awam pun menjadi seperti ikan mati yang hanya mengikuti arus kemanapun mereka akan dibawa. Rakyat masih terlalu enggan untuk berusaha melihat dari berbagai perspektif. Mungkin itu karena tingkat kemalasan relatif dalam diri rakyat Indonesia yang membuat enggan untuk berpikir dari sudut yang berbeda.

Tak pantas untuk seseorang yang disebut sebagai ulama bertindak seperti preman. Teriak-teriak berkoar sana sini menebar kebencian dan berkata kasar berisi cacian makian yang kotor. Terlebih lagi, memprovokasi dan bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai kepentingan politik tertentu. Apakah itu yang bisa disebut sebagai ulama? Tidak, itu bukan ulama. Ulama merupakan orang yang memiliki pengetahuan yang dalam tentang islam. Maka seorang ulama tidak akan mungkin bersikap arogan dan jagoan.

Memang tidak salah jika kita memiliki keyakinan terhadap sesuatu hal. Tetapi, ika keyakinan itu menyimpang, apakah harus tetap dipertahankan? Dalam teori khalayak, ada satu teori yang bernama The Obtinate Audience, yang berkata bahwa setiap individu memiliki keyakinan dan pemahaman yang kuat terhadap sesuatu hal sehingga persepsi dalam pikiran mereka tiak akan bisa diganggu gugat untuk berubah oleh proses komunikasi apapun, oleh fakta-fakta sekalipun tak akan bisa menggoyahkan persepsinya. Dan hal itulah yang membuat para pendukung 2 kubu saling ngotot akan keyakinannya masing-masing. Tidak akan ada yang bisa mengubahnya.

Seharusnya, masyrakat harus lebih terbuka lagi akan keterbukaan opini. Menerima kritik dari orang lain akan membuat kita menjadi lebih baik karena kita mau mendengarkan orang lain. Jika ingin di dengarkan, maka kita harus mendengar terlebih dahulu. Jika kita saling mendengarkan, tidak akan ada perseteruan yang hebat sehingga dapat memecah belah negara. Ingat, Indonesia adalah Bhinekka Tunggal Ika..

.

Salam damai cintaku, Indonesia!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun