Bekal dan harta warisan yang diberikan oleh orang tua kepada kami adalah harta warisan yang tidak akan pernah habis, yaitu ilmu dan kesempatan untuk menuntut ilmu.
Ini Budi, ini ibu Budi, ini bapak Budi
Sahabat Kompasianer tentu masih ingat dengan kalimat: "Ini Budi, ini ibu Budi, ini bapak Budi." Kalimat tersebut terdapat dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia tingkat Sekolah Dasar (SD) mulai tahun 1980 an. Bagi yang duduk di bangku kelas 1 Sekolah Dasar (SD), antara tahun 1980-1990 an, kalimat tersebut pasti tidak asing lagi. Budi sekeluarga digunakan para guru SD untuk mengajari para muridnya membaca.
Ijinkan saya untuk memperkenalkan diri, nama akun Kompasiana saya adalah Mr.aBc. Pernah mendapat satu komentar indah pada salah satu artikel saya dari Kompasianer senior, (pemegang rekor MURI sebagai Numerolog pertama di Indonesia): bapak Rudi Gunawan. Beliau memberi komentar "Mr.aBc, nama yang unik dan menunjukkan pribadi yang rendah hati". Terima kasih pak, atas kunjungan, penguatan, dan motivasi bagi saya yang masih junior. Pepatah mengatakan "ada udang dibalik batu", tentu ada makna dari nama Mr.aBc. Itu adalah singkatan dari nama saya: Ag. Ari Budi Cahyanto.
Saya setuju dengan pendapat bahwa Mr.aBc adalah nama yang unik. Berikut beberapa alasan mengapa nama saya menjadi unik: pertama, saat masih kecil sampai dengan SD nama panggilan saya adalah "Budi". Kedua, pada saat SMP nama panggilan saya hanya dua kata "Ag". Ketiga, saat SMA teman-teman hanya memanggil saya dengan satu huruf saja "g" (dari 17 huruf nama lengkap saya). Terakhir, saat kuliah sampai hari ini, saya biasa dipanggil dengan nama Ari. Anggap saja Mr.aBc adalah nama beken, agar mudah diingat.
Ada rasa bangga pernah dipanggil dengan nama Budi, bahkan jika lewat di samping kelas 1 SD, saya sempatkan berhenti sejenak untuk mencuri dengar apakah nama saya masih sering disebut. Saya bangga terdapat kata Budi dalam nama lengkap saya, bangga karena anggota keluarga masih sering disebut ketika anak-anak kelas 1 SD sedang belajar membaca. Mungkin dahulu nama Budi dipilih karena mudah untuk diucap, tidak ada huruf "R" yang sulit untuk diucap oleh anak kecil. Sebab bisa jadi ketika harus belajar membaca dan mengucap huruf "R" akan menjadi "L".
Saya Budi, dimana ibu dan bapak Budi akan terus memanggil nama itu berulang kali, sampai si Budi kecil menjawab "dalem bu, dalem pak" (jawaban dalam bahasa Jawa halus/krama inggil), yang berarti "saya bu, saya pak". Si Budi kecil yang diajarkan sopan santun dan tata krama ketika dipanggil oleh orang tua, si Budi kecil yang diajarkan untuk menjawab dengan kata "yo/opo/hoe" ketika dipanggil oleh orang yang lebih tua.
Latihan hidup mandiri dan bertanggung jawab
Ibu dan bapak, keduanya adalah guru yang mengajar di SD. Si Budi kecil adalah anak pertama dari empat bersaudara (cowok, cewek, cowok, cewek). Sebagai anak sulung, tentu saya memiliki tugas untuk menjadi contoh bagi adik-adik. Sejak kecil, kami sudah dilatih oleh orang tua untuk hidup mandiri melalui pembagian tugas dan tanggung jawab, meskipun tergolong dalam hal yang kecil dan mudah.
Tugas dan tanggung jawab tersebut rutin harus kami lakukan pada pagi hari, sebelum kami berangkat ke sekolah. Saya bertugas untuk menyapu lantai di dalam rumah, adik kedua bertugas untuk menyapu halaman rumah, adik ketiga bertugas untuk mengeluarkan 3 sepeda dan membersihkan sepatu bapak. Sedangkan adik keempat bertugas menemani ibu memasak di dapur.
Pagi hari, jam 05.00 kami semua sudah dibangunkan, dan harus bangun untuk memulai aktifitas. Saya masih ingat, jika sulit dibangunkan oleh ibu maka sudah pasti air bercampur dengan sabun colek Wings biru akan dioleskan di wajah saya. Sebab, biasanya ibu waktu pagi lebih dahulu mencuci baju-baju kami. Kini, berkat pengalaman mendapat tugas dan tanggung jawab semasa kecil dahulu, sangat berguna dan bermanfaat untuk masa kini. Ketika kami harus hidup mandiri, melakukan tugas-tugas juga secara mandiri.