Akhir-akhir ini ada beberapa rekan Kompasianer yang menulis seputar masalah PNS (Pegawai Negeri Sipil). Rekan Kompasianer Robby Gandamana dengan judul tulisannya gantungkan cita-citamu setinggi PNS bahkan bertahan beberapa minggu di google trend. Salah satu penggalan copas materi tulisannya bercerita bahwa 'Negeri' Bukan Bahasa Birokrasi, kata 'Negeri' pada Pegawai Negeri Sipil pun sebenarnya nggak tepat. Harusnya kepanjangan PNS adalah Pegawai Negara Sipil. Karena kata 'Negeri' itu adalah bahasa budaya bukan bahasa konstitusi atau birokrasi. Kata 'Negeri' hanya cocok untuk suatu karya seni maupun budaya. Misal judul lagu "Padamu Negeri", "Negeri Di Awan" dan sebagainya. Coba saja ganti kata "Negeri" dengan "Negara" di lagu tadi. Bakalan jadi naif dan wagu (gak pantas), "Padamu Negara", "Negara Di Awan" dan berikutnya PNS Is Indonesian Dream (PNS adalah mimpi Indonesia).
Ada lagi tulisan opini tentang PNS ini dari Kompasianer Yulius Haflan Hafli/pnsgila dengan judul 'Mengadili' PNS, yang bertutur 'gua', 'lo', aksennya Betawi. Penggalan copas diantaranya ; PNS Itu Sarangnya Korupsi. Pernyataan di atas bagi gua bisa jadi ada benarnya. Tapi menghubungkan PNS itu sebagai sarangnya korupsi itu yang harus diluruskan. Pertama, secara statistik, belum ada penelitian yang komprehensif (jiah, kata-katanya xixixi) yang menyimpulkan bahwa PNS di Indonesia itu sarangnya korupsi. PNS Itu Enak Banget Jam Kerjanya, Tapi gua berpendapat jam kerja PNS saat ini sudah cukup. Ada beberapa instansi Pemerintah yang bahkan menambah jam kerjanya melebihi apa yang telah ditentukan. Kalo gua malah berfikir buat apa ngeributin jam kerja selama output dan outcome yang dibebankan ke mereka bisa tercapai. Di PNS pun sama juga dengan di swasta, ada target yang harus dicapai dalam pekerjaannya. Kadang juga kalau lagi sibuk-sibuknya, PNS banyak juga yang pulang malam. PNS Itu Gak Bisa Dipecat, Satu lagi pernyataan yang agak ngawur. Jawaban gua: PNS itu sangat bisa dipecat. Dalam PP no.53/2010 tentang Disiplin PNS sudah sangat jelas, ada aturan atau tahapan yang harus dilalui bila PNS bermasalah dengan PNS.
Dan masih ada beberapa lagi ulasan dari Pak Yulius yang pada intinya menjawab beberapa stigma negatif yang terlanjur dilekatkan pada PNS bahwa stigma itu bukan pukul rata harus disematkan pada setiap PNS. Hal ini berbanding terbalik dengan tulisan dari sdr. Robby diatas yang lebih mengarah ke pesimistis atau kekurang sukaan dengan yang namanya PNS (walau ibunya PNS Guru SMP -- maaf). Dari judul tulisannya saja dia sudah menyindir gantungkan cita-citamu setinggi PNS yang setahu saya pepatah ini mengatakan gantungkan cita-citamu setinggi bintang dilangit.
Salah satu pembaca tulisan sdr. Robby memberikan komentarnya ; Roy Aja, 25 Agustus 2015 yang mengatakan, Saya bisa pastikan yang setuju dengan artikel ini pasti bukan PNS/ ASN atau pernah melamar jd PNS tapi gak jebol-jebol jg (termasuk yg nulis artikel). Mereka tdk mengalaminya jadi gampang sekali dengan sinisnya menggeneralisir bahwa semua PNS itu bermental bobrok. Saya jg bisa pastikan yang tidak setuju dengan artikel ini PASTINYA mereka yang dari PNS/ASN (termasuk saya), karena mereka (saya) yang mengalami/ menjalani hidup sebagai PNS/ASN dengan seabrek beban kerja dengan gaji yg bisa dibilang minim (anda harus bekerja lebih dari 20 tahun baru bisa merasakan gaji yang lumayan) dan tunjangan yang tidak memadai (kecuali di DKI). tapi itu semua kami syukuri dan kami jg tidak iri dengan mereka2 yang berprofesi lain dari kami yang gajinya jauh diatas kami (Buruh, Pegawai Swasta/Bank, DPR, dll) dan mengkomentari mereka bahwa mereka tidak layak dapat gaji seperti itu.
Berikutnya saya copas juga, dari Hadi Samsul, 25 Agustus 2015 yang mengatakan, mungkin yang nulis kurang piknik ke dinas instansi nganu itu.. cuma ke kelurahan doang. coba sesekali maen ke BAPPEDA, atau jangan jauh-jauh lah, ke biro perencanaan instansi nganu itu... pasti bakal ketemu PNS-PNS yang gila kerja sampai ketemu adzan subuh masih berkutat dengan kerjaannya.
atau mungkin yang nulis kurang move on dan masih terjebak di masa lalu, makanya belum tau ada penggantian istilah PNS menjadi ASN.... btw, tulisannya fenomenal. pasti bakal cepet terkenal kalo nulis PNS PNS-an. Salam. *sengaja login demi bisa komentar dan numpang tenar di thread yang fenomenal ini :'))))))))
Dua tulisan yang mengkritisi tulisan sdr. Robby dan sindiran dari judul tulisan gantungkan cita-citamu setinggi PNS, menandakan bahwa memang mau tidak mau atau suka tidak suka profesi PNS di Negeri Indonesia berawan cerah ini masih menjadi primadona bagi kalangan angkatan pencari kerja. Cuman, sedari kecil rasa-rasanya saya tidak pernah bercita-cita menjadi PNS karena ketika ditanya apa cita-citamu jika sudah besar nanti nak.. saya selalu menjawab mau jadi insinyur atau mau jadi dokter atau mau jadi pilot atau mau jadi guru. Jadi dilihat dari judulnya saja menggantungkan cita-cita setinggi PNS jelas-jelas tidak tepat.
Yang saya maksudkan, kemajuan teknologi informasi media online, media elektronik dan sebagainya memang salah satunya memicu motivasi kita untuk membaca dan menulis sesuai kemampuan kita. Perkara apakah tulisan kita itu memang sudah sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia dengan EYD itu bukan menjadi suatu urusan krusial lagi, yang penting posting tulisan dan mengiringi motivasi itu kita juga berkeinginan agar thread yang kita buat menjadi terkenal dan fenomenal (minjam istilah pak Hadi Samsul). Karena motivasi inilah yang akhirnya kita terjebak sendiri, tapi hal ini bukan pula menjadi suatu permasalahan andaikan postingan tulisan kita memang telah dilengkapi dengan fakta dan data otentik serta valid dilapangan. Jika memang itu belum terpenuhi, cobalah untuk bersikap bijak dan berfikir ulang untuk mengedit tulisan kita sebelum meluncur posting karena jika sudah meluncur apapun yang terjadi kita harus berani mempertaruhkannya walaupun dengan fakta dan data seadanya.
Trus menanggapi komentar yang muncul juga tidak harus esmosian semisal ; cuman saya heran, kalau anda PNS yg kerjanya bener (bukan OKNUM), kenapa sampai marah2 begitu.....??? tulisan ini berkisah tentang OKNUM PNS (anda pasti bukan..percoyo aku) dan budaya korup sistemik yg saya tahu sendiri di lingkungan kerja tertentu (berdasar pengalaman saya) ...dan saya tidak meng-generalisasi bahwa semuanya begitu...coba baca lagi bude).... lha ente belum baca tulisannya sudah terbawa emosi duluan pakde.......bisa terasa di komennya (yg protes berat) kalau nulisnya emosi banget, jantung berdetak cepat, mata mendelik, muka merah...... iso cepet tuweeeek sampeyan engkok, lama-lama orang males meng-kritisi kalo dikit-dikit dibilang nyinyirrrr...yaaaaaa
tapi saya minta maaf lahir dan batin kalau sampeyan tetep marah berat.......sabarrrrrrr, dan maaf saya nggk menanggapi komen satu persatu.....lagi banyak kerjaan.....oke sip..si yu tumoro...tossssss.
Dan saya jujur paling jago untuk copas karena strategi copas itu salah satu motivasi untuk menampilkan fakta dan data yang akurat tanpa harus berbohong kepada pembaca tulisan kita walaupun pendapat kita sendiri sebenarnya cuma ringan-ringan saja. Hal ini mungkin dikarenakan kesibukan saya semata sehingga tidak memungkinkan harus meliput langsung atau mengadakan penelitian kilat. Dalam tulisan ini juga sebenarnya pendapat saya tetap yang ringan-ringan saja, yakni mengkritisi tulisan sdr. Robby Gandamana yang kelupaan menuliskan kata-kata OKNUM sehingga terkesan menggeneralisir semua PNS ditambah judul yang keluar dari pepatah lama -- gantungkan cita-citamu setinggi bintang dilangit -- sehingga menjadi spektakuler-fenomenal, begitu juga tulisan pak Yulius Haflan Hafli 'sang pns gila' -- dengan judul 'Mengadili' PNS yang saya kira semula bahwa PNS mau dihadapkan ke sidang Pengadilan, gak taunya sepertinya mem'back up' PNS, hehe..
Akhirnya, tulisan ini juga bukan diartikan harus melarang para Kompasianer -- termasuk juga sdr. Robby maupun pak Yulius dan memang saya tidak mempunyai hak kesana -- untuk rajin dan terus menulis, bukan itu maksud hati saya. Tetaplah menulis walaupun spektakuler-fenomenal karena toh ternyata ini juga yang disukai admin Kompasiana (ngakunya) sehingga Kompasiana menjadi besar dan terkenal di alam jagat maya ini dan kita pun hanya bisa berharap dan berdo'a semoga saja 'kecipratan' dari apa yang sudah kita tulis dan postingkan di media jurnalis warga ini (citizen journalism), pun termasuk juga tulisan ini, haha...
Mohon maaf... Salam takzim.
Â
Sumber foto dan referensi : Google.com, Antaranews.com, Kompasiana.com
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H