Tekade yang merupakan kepanjangan dari TKD (Tunjangan Kinerja Daerah) pada Pemerintahan Daerah plus saudaranya Fingerprint (Mesin absensi) begitu memikat para pegawai Pemerintahan Daerah. Pesona kedua saudara itu begitu memikat karena betapa tidak, seluruh pegawai bagaikan berlomba untuk datang pagi-pagi menuju kantor masing-masing untuk menempelkan sidik jari mereka pada mesin absensi yang mesti dimiliki setiap SKPD karena jika terlambat konsekuensinya TKD akan terpotong sekian persen.
Akibat perlombaan datang pagi tersebut sampai-sampai lupa ganti kostum tidur ikut terbawa ke kantor untuk ikut menempelkan sidik jari pada mesin absensi trus kembali ngeloyor pulang ganti kostum, sarapan dan bla..bla.. sampai kelupaan kembali ke kantor hingga menjelang zhuhur padahal TKD mereka gradenya berbeda alias lebih besar dengan yang ada di SKPD lainnya. Fenomena ini pulalah yang membuat Kepala Daerah (KADA) menjadi geram yang akhirnya kebablasan bak kata hikayat gara-gara nila setitik rusaklah susu sebelanga. Dan para netizen melemparkan tautan dan komentarnya di medsos dengan mengucapkan do’a yang tidak lazim yaitu semoga Tekade bin ………… dan saudaranya (Fingerprint) meninggal dengan tenang. Maksud tenang disini meninggal tanpa diiringi pelayat yang mengantarnya ke peristirahatan terakhir atau meninggal dengan tenang tanpa ada yang bersuara alias hening, hanya gumaman bibir yang tak tau apakah sedang berdo’a agar Tekade gak jadi meninggal tapi hanya mati suri belaka atau gumaman yang menggerutu terhadap hasil keputusan yang tega mencabut nyawa tekade yang sangat memikat dan mempesona tersebut.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Yuddy Chrisnandy merencanakan pemberlakuan sistem remunerasi progresif untuk mendorong peningkatan kinerja pegawai negeri sipil pemerintahan daerah. Dengan menerapkan remunerasi progresif seperti yang dilakukan oleh perusahaan swasta itu diharapkan kinerja pegawai negeri sipil (PNS) pemerintah daerah lebih semangat untuk meningkatkan kinerjanya, untuk tahun ini pemberlakuan sistem remunerasi itu akan masuk dalam tahap uji coba dengan diikuti evaluasi secara berkala. Upaya itu juga akan diikuti dengan penguatan disiplin kerja pegawai melalui pemberian penghargaan dan sanksi. Sistem remunerasi progresif, akan diberlakukan dengan mengukur beban kerja serta risiko pekerjaan dan tanggung jawab masing-masing individu pegawai. Pembaruan sistem remunerasi itu, menurut dia, juga ditujukan untuk meningkatkan daya saing pemerintahan Indonesia di mata dunia yang nantinya juga diukur dari keberhasilan tata kelola pemerintah. Antara.com, 14 Februari 2015.
Jika disandingkan dengan TKD di Pemerintahan Daerah khususnya Pemerintah Kabupaten/Kota, tampaknya system ini (mungkin) baru diberlakukan pada Pemerintahan Provinsi tapi masih tergantung pada pendapatan asli daerah (PAD) masing-masing. Ketika ditelusuri pada Pemerintahan Kabupaten/Kota, maka PAD ini juga salah satu argumentasi yang dikemukakan KADA untuk melemparkan wacana akan menghapus TKD dan berarti akan mencabut “nyawa” Tekade tersebut.
Tekade dan saudaranya yang mempesona itu, memang tidak bisa dipungkiri adalah menjadi daya tarik tersendiri untuk meningkatkan kinerja para pegawai. Jalan Raya menjadi ramai karena arus kendaraan para pegawai yang berlomba berangkat pagi-pagi dan ketika pulang sore harinya. Ketika masuk kedalam ruangan kantor, situasi ruangan masih tetap ramai sampai menjelang pulang sore (Pkl.16.00 WIB), dan ini tentu membuat point plus tersendiri, ketika selama ini para eselon IV dan stafnya sebagai pelaksana teknis suatu pekerjaan tidak bisa diikat dengan keras agar mereka tidak cepat pulang dengan beribu alasan, anak sakitlah, mengantar keluargalah dan sebagainya tidak bisa ditolak oleh atasan langsung mereka (para Kabid) untuk meloloskan keinginan mereka sehingga keseringan jumlah pegawai suatu ruangan menjadi sepi alias cuma para Kabid yang masih bertahan sampai pulang sore. Efeknya keseringan suatu pekerjaan menjadi tertunda yang mestinya bisa diselesaikan pada hari itu juga karena tidak ada orang (para staf) yang akan mengerjakannya secara tehnis sehingga menjadi dikerjakan pada hari besoknya trus siklus itu berputar dan akhirnya genaplah waktu sebulan, hasilnya pekerjaan yang menurut standarnya bisa selesai hanya hitungan hari akhirnya menjadi hitungan bulan. Dan ini pulalah menjadi salah satu argumentasi untuk rasionalisasi PNS dengan memangkas PNS yang tamatan SLTA kebawah, walaupun tidak seluruhnya dipangkas, ditambah lagi stigma negatif yang menyatakan bahwa pekerjaan sebagai PNS adalah yang paling enak, bisa santai tapi dapat gaji terus.
Perihal kemalasan dan stigma negatif lainnya terhadap PNS ketika melihat pada fakta cerita pesona Tekade dan saudaranya itu, tampaknya memang harus ada aturan keras dan mengikat pada individu PNS. Fakta yang tampak, ketika para PNS harus mengisi data mereka melalui e-PUPNS beberapa waktu lalu dan akan dianggap mengundurkan diri ketika tidak mengisi data mereka, sebagian besar mereka semua mengisi walaupun dengan segala pernik keribetannya tetap mereka kerjakan. Begitu juga dengan Tekade ini, walaupun bersusah-susah harus melalui jalanan yang ramai ketika berangkat dan pulang kantor atau masih bertahan di ruangan kantor dengan menunda segala macam urusan keluarga mereka untuk tetap pulang sore. Ternyata aturan keras dan tegas Tekade dan saudaranya fingerprint inilah yang menjadi salah satu alasan dari itu semua. Fakta ini bagi KADA mestinya disikapi dengan bijak, sebijak ketika mau mencalonkan diri menjadi KADA beberapa waktu lalu dengan mengusung tema Tekade ini.
Tekade dan saudaranya telah hidup, sebagaimana hidupnya riak kinerja para pegawai ataupun staf Pemerintahan Daerah yang tentu ini bersinggungan dengan sisi kemanusiaan para pegawai tersebut. Ketika Pemerintah Pusat mengeluarkan peraturan untuk menaikkan PTKP (Pendapatan Tidak Kena Pajak) penghasilan perorangan/individu dan ini termasuk penghasilan para pegawai pemerintahan yang menduduki peringkat teratas karena sesuai dengan jumlah pegawai pemerintahan yang banyak. Kenaikan PTKP itu dimaksudkan untuk mendongkrak daya beli masyarakat agar roda perekonomian rakyat menjadi meningkat. Ketika salah satu harapan untuk menopang pendongkrakan ekonomi masyarakat yang didalamnya termasuk pegawai pemerintahan sebagai peserta jumlah terbanyak harus dihapus atau dihilangkan (Tekade) dan ini akan menjadi simboisis mutualisme (saling menguntungkan) antara pegawai tersebut sebagai pembeli dan masyarakat lainnya sebagai penjual barang segala jenis produksi (Pertanian, Barang, Jasa dan lain-lain) dan menjadi salah satu penyumbang pajak sebagai PAD, akan terputus juga mata rantai simboisis mutualisme itu walaupun mungkin tidaklah terlalu signifikan karena mungkin sumber-sumber PAD Kabupaten/Kota yang lain masih ada, seperti misalnya SDA (Sumber Daya Alam), Pariwisata, DAU dan sebagainya.
Namun ketika sumber-sumber PAD itu dalam proses tehnisnya mesti dikerjakan oleh para staf Pemerintahan Daerah akan menjadi batu sandungan tersendiri. Kita tidak akan menutup mata ketika pada sisi kemanusiaan dimana para pegawai staf tersebut mempunyai keluarga sebagai bagian dari hidup dan kehidupan mereka yang menjadi tanggungan mereka serta tentu memiliki cita-cita tinggi sebagai bagian dari peningkatan SDM (Sumber Daya Manusia) sebagaimana yang selalu didengungkan, harapan mereka akan menjadi terhenti karena jangkauan untuk ke arah itu sulit terjangkau. Sederhananya, dengan gaji yang kecil atau pas-pasan ditambah lagi potongan segala macam pernik kehidupan pada daftar gaji mereka (Bank dan sebagainya), apakah ini harus disalahkan, salah sendiri kenapa mau jadi PNS, salah sendiri kenapa mau pinjam Bank, salah sendiri kenapa mesti mau berkorban meloloskan cita-cita anak-anak mereka yang tinggi, mau jadi sarjana lah dan sebaginya. Sebuah tudingan yang tentu tidak manusiawi atau sebuah tumpuan kesalahan yang tidak melihat sisi kemanusiaan karena mereka toh juga manusia yang berkeinginan dan bercita-cita sama seperti layaknya manusia normal lainnya. Atau ada lagi, mungkin ada rezeki yang diberikan Tuhan dari jalan lain bukan hanya dari Tekade saja. Apakah ini berkonotasi bisa mencari sumber rezeki lain selain harus masuk kantor dari pagi sampai sore, lho.. malah pekerjaan kantor menjadi terbengkalai dan kembali lagi ke cerita diatas bagaikan rangkaian lingkaran setan.
Mengacu pada tulisan ini bukan dimaksudkan untuk mendiskreditkan satu KADA tertentu atau mengarah pada person tertentu, tetapi lebih mengarah kepada keluaran suatu pemikiran program atau kebijakan atau materi subtansi suatu persoalan, bukan mengarah kepada pribadi KADA atau orang tertentu karena jika mengarah pada pribadi tentu akan menimbulkan debat kusir yang berkepanjangan, kecuali jika pribadi tersebut sudah tertangkap tangan berbuat jahat, misalnya menggunakan narkoba, mencuri, korupsi dan sebagainya.
Tulisan ini juga sebagai bentuk perhatian akan kecintaan pada daerah, perhatian akan kecintaan pada teman-teman PNS daerah yang sering termarjinalkan dan yang jelas kecintaan pada keluarga demi untuk menghasilkan anak-anak yang bercita-cita tinggi sebagai bagian dari Nawacita, Agenda ke 5, Meningkatkan Sumber Daya Manusia. Dan semoga tulisan sederhana ini akan menjadi salah satu sumbangan pemikiran tersendiri. Salam Takzim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H