Dalam hal gaya, berenanglah mengikuti arus; dalam hal prinsip, berdirilah seperti batu karang. Thomas Jefferson, Presiden ketiga dan bapak bangsa Amerika Serikat.
Pada tulisan kali ini saya tidak ingin ikut arus larut dalam nilai menilai suatu tulisan suatu artikel atau suatu opini. Semua kita sudah ada trah (dinasti, wangsa) nya masing-masing (hanya saya yang pake istilah ini), ada yang bertrah mengkritik ada yang bertrah mengajari ada yang bertrah memuja-memuji dan sebagainya. (saya masuk trah mana ya..?). Saya hanya ingin berdiri seperti batu karang ketika berprinsip dan mengikuti arus ketika berenang (kalo melawan arus gak sampe keseberang he..eh). Prinsip adalah suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum maupun individual yang dijadikan oleh seseorang/kelompok sebagai sebuah pedoman untuk berpikir atau bertindak. Sebuah prinsip merupakan roh dari sebuah perkembangan ataupun perubahan, dan merupakan akumulasi dari pengalaman ataupun pemaknaan oleh sebuah obyek atau subyek tertentu.Â
Tapi paradoks (defenisi berputar, membingungkan) ketika sadar bahwa saya bukanlah manusia sempurna, sadar bahwa ketika beropini tidak mesti dan harus opini kita yang diterima, sadar juga bahwa kita hidup di negara demokrasi, oleh, dari dan untuk rakyat. Artinya prinsip mungkin bisa bergeming sesuai perkembangan zaman. Ini sah-sah saja karena prinsip kuno mungkin ada yang tidak cocok lagi dipakai pada zaman modern sekarang ini, kecuali prinsip ekonomi (he..eh), dengan modal sedikit mendapatkan untung sebesarnya. Maksud sederhananya, bahwa prinsip adalah suatu pernyataan fundamental (dasar realitas) yang dijadikan pedoman untuk berfikir dan bertindak. Sekarang jika kita bawa kepada prinsip umum agama (Islam) adalah yang diambil dari kitabullah Ta’ala (Al Qur'an) dan sunnah Rasul-Nya yang shahih baik yang mutawatir maupun yang ahaad dan dengan pemahaman salaful ummah dari kalangan para sahabat, tabi’in dan orang yang mengikuti mereka dengan baik. (muslimdaily.net).
Saya sebagai pemeluk Islam yang belumlah sempurna dan tetap berkeinginan untuk menjalankan Islam secara kaffah (menyeluruh), selama ini sholat saya mungkin masih bolong-bolong dan agak sedikit ragu ketika seorang teman menafsirkan bahwa mengqodo sholat fardhu selalu dikerjakannya ketika dalam perjalanan padahal ketika sampai ditempat tujuan waktu sholat baru masuk, menurut saya sholat qodo teman tadi batal karena masih ada waktu untuk mengerjakannya ketika sampai di tempat tujuan tapi teman tetap tidak membatalkannya alias tidak mengulangi sholatnya tersebut. Prinsip saya tetap menyebutkan bahwa sholat qodo teman tadi batal sesuai dengan perhitungan waktu. Nah.. pemahaman saya dan penafsiran teman itu apakah kami lantas menjadikannya sebuah polemik berkepanjangan. Lalu juga apakah saya harus memaksakan diri bahwa teman itu harus mengikuti saya dimana saya sendiri belumlah sempurna ketika sholat (masih bolong-bolong).
Menuju sempurna dalam menjalankan Islam secara kaffah adalah menjadi dambaan setiap Muslim berdasarkan keyakinan dan keimanan kepada Allah SWT. Pada zaman Wali Songo dahulu, memasukan keyakinan ajaran agama Islam atau dengan kata lain berdakwah dimulai dengan alkulturasi kebudayaan. Para wali mengubah kebiasaan atau budaya masyarakat pada saat itu, dan menggantinya dengan kegiatan yang bernilai ibadah. Di mana budaya menjadi sebuah metode/alat untuk menyampaikan Islam. (dakwatuna.com). Dalam perkembangannya sekarang, alkulturasi budaya Indonesia dan Islam tersebut jika ada yang bertentangan dengan Al Qur'an dan Hadish Rasul mulai dikikis dan diletakan pada porsi benarnya menurut ajaran Islam. Ajaran Islam adalah suatu doktrin atau keharusan yang harus diikuti oleh pemeluk Agama Islam berlandaskan Al Qur'an dan Hadish. Sebagai landasan ajaran atau doktrin yang datang langsung dari Allah SWT dan dari Sunnah Rasul, maka setiap Muslim tentulah harus berpedoman kepadanya bukan berpedoman pada realitas sosial yang ada. Realitas sosial yang ada akan berganti seiring perkembangan zaman, semisal ketika kita melihat realitas sosial yang ada dimasyarakat pada bulan puasa yang menampakkan masih ada masyarakat yang tidak berpuasa, lantas kita menghukumnya dengan hukuman cambuk, tentu tidak, karena memang Allah hanya menyeru kepada orang beriman untuk berpuasa. Akan tetapi Allah menyuruh agar orang yang tidak berpuasa harus menghormati orang yang berpuasa, bukan dibalik karena jika dibalik artinya kita menentang ajaran atau doktrin yang telah ditetapkan Allah. Jika kita harus berlandaskan realitas sosial tersebut artinya juga kita harus menghormati yang tidak berpuasa. Kalau ini menjadi landasan kita, dimana keyakinan dan keimanan kita pada Allah..? sederhananya kita tidak yakin dengan suruhan Allah tersebut, kita yakin hanya dengan realitas sosial, bagaimana pula jika realitas sosial yang terlihat bahwa semakin banyak anak-anak muda kita terjebak dalam seks pergaulan bebas, padahal Allah sudah menyatakan bahwa itu zina. Jika realitas ini kita turuti (hormatilah orang berzina bagi yang tidak berzina. HAH..!), maka hancurlah anak keturunan bangsa ini dan pada saatnya nanti lenyaplah bangsa ini karena azab Allah dan berikutnya Allah akan mengganti bangsa ini dengan bangsa lain untuk menempati Bumi Indonesia, Bumi Nusantara ini.
Mungkin pemikiran ini sebuah pemikiran sempit karena keterbatasan ilmu pada saya atau karena saya belum secara kaffah menjalankan syariat Islam (sholat masih bolong-bolong). Karena serba keterbatasan ini pulalah yang membuat saya tidak berani untuk ikut mazhab-mazhab lain selain ikut mazhab Imam Syafe'i yang menurut sepengetahuan saya adalah mazhab yang banyak diikuti oleh umat Islam di Indonesia ini. Dan dalam beribadah sehari-hari saya sering menggabungkan kedua faham (satunya dengan Muhammadiyah, karena saat SLTP saya bersekolah di SLTP Muhammadiyah). Bagi keyakinan saya itu tidak menyimpang dari ajaran Allah dan Rasulnya.
Pada berikutnya, sebagai manusia yang belum sempurna dan kaffah dalam menjalankan syariat agama, yang saya tahu agama Islam di Indonesia berasal dari Tanah Arab sebagai tempat kelahiran Rasul Muhammad SAW sebagai pembawa risalah agama Islam. Dan saya tahu juga ada mazhab-mazhab, aliran-aliran yang berkembang di Tanah Arab dan sebagian di luar Arab tetapi tetap meyakini ketauhidan hanya Allah SWT yang patut disembah dan Rasulnya sebagai suri tauladan umat Islam. Jika di Indonesia ini ada istilah Islam Nusantara, apa ada juga istilah Islam Arab, rasanya saya tidak pernah dengar kecuali aliran atau mazhab tadi. Apakah Islam Nusantara ini termasuk salah satu aliran juga..? Sebagai orang berfikiran sempit seperti diatas tadi, rasanya terlalu berat bagi saya untuk ikut aliran Islam Nusantara ini (jika memang aliran). Aliran Muhammadiyah (maaf izin menyebut aliran) yang telah saya pelajari saat SLTP dahulu dalam implementasi sehari-hari saja saya sering kedodoran atau katakanlah berlepotan (tercampur dengan mazhab lain). Jika harus diindoktrinisasi lagi dengan Islam Nusantara, jadinya banyak aliran Islam dalam tubuh ini. Pada waktu damai mungkin enak, tetapi dikala saat berperang saya mesti berdiri ditengah, kalau berdiri ditengah pastilah terkena tembakan dua kutub yang sedang berperang karena tidak berfihak kemana-mana, he..he.
Pada akhirnya, bagi orang yang memang pemahaman agama Islam nya sudah mencapai level tiinggi, tidak akan bingung dengan istilah Islam Nusantara. Namun bagi saya dan mungkin juga bagi umat Islam yang pemahaman agamanya masih berada pada level rendah, hal ini bisa multi tafsir. Ada yang menafsirkan bahwa saya tidak pernah tahu apa ada Islam lain, pokoknya saya tahu Islam dari tanah Arab itu titik, atau ada tafsir lain apa ada Nabi baru turun di Indonesia sehingga ada Islam Nusantara, atau penggagas Islam Nusantara itu kan dari NU sesuai tema Muktamar NU ke 33 "Meneguhkan Islam Nusantara Untuk Peradaban Indonesia dan Dunia". apa memang mereka yang memproklamirkan Islam Nusantara, atau ini hanya blunder politik untuk menggoreng faham khilafah (kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia), untuk yang terakhir ini pun saya belum berani ikut serta walaupun kepemimpinan pada zaman Khalifah dahulu banyak yang menjadi contoh suri tauladan bagi umat Islam, belum berani karena ya belum kaffah tadi. Untuk urusan perekonomian keluarga saya saja masih kembang kempis (kembang pas banyak duit saja.he..he).
Semoga tulisan ini menginspirasi bagi pemimpin-pemimpin kaum Muslim di Bumi Indonesia tercinta ini. Tulisan ini jangan dijadikan polemik, saya tidak mampu untuk berdebat karena keterbatasan ilmu pada saya. Salam takzim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H