Mohon tunggu...
Asron Da Finsie
Asron Da Finsie Mohon Tunggu... Local Civil Government -

Mengisi waktu luang dengan menulis sepulang kerja aplikasi penglihatan mata, hati dan telinga terhadap lingkungan sekitar untuk perubahan kehidupan yang lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Kanal Online, Mampukah Menjawab Opini dan Suara Warga

16 Juli 2015   02:39 Diperbarui: 16 Juli 2015   04:48 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada yang menarik perhatian saya, ketika melihat banyak kanal pada media online dunia maya sebagai penyalur aspirasi dari warga yang antara lain ditujukan untuk Presiden, Kementerian/Lembaga Pemerintah dan lain sebagainya termasuk juga salah satunya kanal  kompasiana dengan tagline populernya KOMPASIANA ADALAH MEDIA WARGA, SETIAP KONTEN DIBUAT OLEH DAN MENJADI TANGGUNG JAWAB PENULIS. Melihat itu semua muncul pemikiran saya apakah ada persamaan atau ada perbedaan dari semua kanal tersebut.

Persamaan, bahwa media online itu sama-sama sebagai media penyalur suara warga, baik sebagai person maupun kelompok yang dititipkan kepada person untuk dituliskan (jikalau ada). Sebagai sama-sama media penyalur suara warga, tampaknya masing-masing kanal tersebut berlomba berupaya untuk menampung sebanyak mungkin suara warga baik melalui sejenis opini (kompasiana) atau melalui sejenis surat. Hal ini dapat kita lihat melalui sistem penayangan scroll on penampungan jenis suara tersebut yang bergulir kadang dengan kecepatan sedang dan kadang juga dengan kecepatan tinggi. Melihat dari kecepatan scroll on tersebut, batin saya bertanya-tanya, apa memang sempat suara yang muncul itu akan dilihat, diamati dan diteliti oleh admin untuk kemudian disalurkan kepada tujuan suara tersebut. pada kompasiana guliran scroll on rata-rata berkecepatan tinggi, dilihat dari ini tentu timbul kebanggaan tersendiri bahwa semakin hari semakin banyak person-person yang katakanlah bisa menulis terlepas apakah tulisannya bagus atau tidak. Dalam lingkup global Indonesia, jelas ini suatu kebanggaan Nasional karena diambil rata-rata bahwa orang Indonesia semakin hari semakin banyak yang menggeluti dunia tulis menulis dan baca ini atau dengan kata lain semakin bisa menulis dan membaca. Dilain sisi karena ini media online terukur juga bahwa jaringan internet sebagai wadah media itu semakin hari semakin mudah untuk di akses oleh warga di seluruh wilayah Indonesia.

Persamaan berikutnya, sebagai media online dengan sistem penampungan suara melalui scroll on tadi, kembali lagi apakah suara-suara atau beragam opini tadi memang akan sampai kepada yang dituju, misalnya Presiden atau Lembaga Lainnya yang berkompeten menangani atas usulan, aduan, opini atau apapun jenisnya. Kita tidak bisa melihatnya karena tidak ada sedikitpun laporan reportase atau liputan media oleh wartawan (walaupun si empunyanya sendiri semisal kompasiana dengan kompas.com), kita tidak bisa melihat apakah ada suatu opini atau suara keluhan warga terhadap buruknya suatu pelayanan Lembaga Pemerintah misalnya yang lantas ditanggapi oleh yang tertuju dengan pemuatan berita oleh wartawan media online. Tentu saja ini setelah melalui proses dilihat, diamati dan diteliti oleh admin bahwa suatu opini atau suara warga layak untuk dipublikasikan atau diangkat ke media online. Sepanjang sepengetahuan saya (sepanjang lho) yang selalu diberitakan atau diliput atau diangkat ke publik, media tertarik untuk itu hanya kepada orang atau tokoh-tokoh yang memang sudah populer. Pejabat Pemerintah misalnya atau artis top lainnya. Malahan bahasa prokemnya, sampai ke kamar mandi pun si orang populer itu akan diliput oleh media. Jadi jika media online khususnya sebagai penampungan suara atau opini warga itu hanya dibuat untuk sekedar latah-latahan saja biar dianggap bahwa warga negara Indonesia semuanya sudah melek teknologi atau gak gaptek lagi. Ya.. tentu visi dan misi ini sangat disayangkan.

Perbedaannya (jika ini dilihat sebagai perbedaan), coba kita bandingkan dengan salah satu yang saya sebut juga termasuk kanal media penampungan suara warga ini, sebut saja Change.org, media ini menampung suara atau opini warga untuk suatu perubahan dilingkungan sekitar mereka. Media ini memang dibuat bukan oleh orang Indonesia, tetapi gaungnya hampir keseluruh penjuru dunia. Berbagai perubahan terjadi menyikapi ketidak adilan, kesemrawutan atau ketidak sesuaian terhadap sesuatu yang dihadapi warga dilingkungannya. Itu tertampung dalam bentuk Petisi yang jika menurut KBBI (kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah suatu surat permohonan resmi kepada Pemerintah dan dalam kelaziman ketatanegaran merupakan suatu yang sakral untuk ditanggapi oleh si penerima petisi itu.

Trus lantas kanal-kanal media online yang disebutkan itu apakah harus memposisikan diri sejenis dengan Change.org tersebut. Fikiran tidak sampai sejauh itu karena tentu ini akan menjadi bukan suatu ciri khas lagi bagi masing-masing kanal tersebut. Sebagai perbedaan seperti uraian diatas, harapan tentulah tidak terlalu muluk-muluk untuk agar kita terkenal karena opini atau suara-suara kita didengar oleh yang berkompeten kemudian diliput oleh media online, elektronik dan sebagainya, perlu keberanian dan kerja keras untuk itu. Keberanian dan kerja keras menampilkan suara-suara atau opini yang setelah dlihat, diamati dan diteliti untuk dianggap layak di media kan (istilahnya) dengan melalui penelusuran data dan fakta di lapangan. Keberanian dan kerja keras karena pernik-pernik penelusuran data dan fakta terhadap tulisan opini atau suara warga tentu membutuhkan banyak kru wartawan atau reporter untuk diterjunkan kelapangan dan pastilah menyinggung real cost yang mesti dikeluarkan dengan pertimbangan bisnis untung ruginya.

Opini penulis ini mungkin belum segamblang dipaparkan karena ide pemikiran ini ketika dituangkan kedalam tulisan begitu sulitnya memilih kata-kata agar bagaikan menarik rambut dalam tepung. Pilihan kata-kata yang tidak bermaksud menyinggung suatu media online manapun termasuk kompasiana tercinta ini. Untuk itu kepada admin tolong diambil benang merahnya karena sebagai pencetus ide, penulis sendiri pun belum begitu mahir akan teknologi walaupun gak gaptek-gaptek amat sich..he..he.

Selamat membaca dan jangan segan untuk terus menulis. salam

Foto : maaf gak ada hubungannya ya.. (sumbernya lupa)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun